25 December 2021, 13:32 WIB

Kejagung Gandeng Instansi Lain untuk Sita Aset Kasus Asabri di Luar Negeri


Tri Subarkah |

DIREKTUR Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Khusus (JAM-Pidsus) Kejaksaan Agung Supardi mengakui pihaknya mendapatkan laporan soal transaksi tersangka kasus korupsi dan pencucian uang PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI) ke luar negeri.

Kendati demikian, proses penyitaan itu tidak mudah dilakukan. Penyidik, katanya, memerlukan bukti data untuk memastikan kebenaran transaksi tersebut. Di sisi lain, penyitaan juga memerlukan sinergitas antarlembaga.

"Ketika misalnya (transaksi) sampai di Amerika, kita perlu bicara dengan Amerika. Bicara dengan Amerika berarti nanti kita menggandeng Biro Hukum, PPA (Pusat Pemulihan Aset), Kemenkum dan HAM, PPATK," kata Supardi saat ditemui di Gedung Bundar Kejagung, Jakarta, Jumat (24/12) malam.

Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana mengatakan pihaknya tengah mendalami beberapa aliran dana tersangka kasus ASABRI ke Amerika Serikat, Inggris, Singapura, dan Mauritius. Ivan menyebut bahwa PPATK telah bekerja sama dengan lembaga intelijen keuangan di negara-negara itu guna mengoptimalkan pemulihan aset.

Baca juga: Wapres: NU Mitra Pemerintah dalam Membangun Bangsa 

Supardi sendiri menjelaskan bahwa pendekatan follow the money dalam penanganan tindak pidana korupsi memerlukan waktu tersendiri. Upaya tersebut tidak bisa dibebakan kepada Kejagung saja.

"Untuk menyelesaikannya kita harus duduk bareng-bareng karena ini ada mekanisme MLA (mutual legal assistance) segala macam," tandasnya.

Adapun aset yang saat ini sedang berusaha untuk disita oleh penyidik adalah apartmen di Selandia Baru milik adik Benny Tjokrosaputro, yakni Teddy Tjokrosaputro. Selandia Baru telah membuka pintu bagi penyidik Gedung Bundar untuk melakukan penyitaan tanpa melalui mekanisme MLA.

Diketahui, skandal ASABRI terjadi dalam kurun waktu 2012 sampai 2019. Korupsi di perusahaan pelat merah itu terkait dengan pengelolaan keuangan dan dana investasi. Berdasarkan hasil audit yang dilakukan BPK, korupsi itu merugikan keuangan negara sebesar Rp22,7 triliun. (OL-4)

BERITA TERKAIT