24 June 2021, 15:10 WIB

Komitmen Pemberantasan Korupsi Kejagung Diragukan Jika Tak Kasasi Vonis Pinangki


Mediaindonesia.com |

JAKSA penuntut umum seyogianya mengajukan kasasi atas putusan banding Pengadilan Tinggi DKI Jakarta terhadap Pinangki Sirna Malasari. Kasus itu dinilai sangat serius karena dilakukan oleh penegak hukum, sementara hukuman justru dipotong menjadi dua per lima dari putusan di tingkat pertama.

Pengamat kejaksaan Fajar Trio mempertanyakan komitmen dan konsistensi pemberantasan korupsi Kejaksaan Agung. Pasalnya, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Ali Mukartono terkesan enggan mengajukan kasasi lantaran Pinangki sudah menyumbangkan kendaran mewah hasil suap kasus untuk meloloskan buron negara kelas kakap, Joko Soegiarto Tjandra.

"Apalagi bisa dibilang Pinangki ini jaksa yang menjadi otak pelaku penyalahgunaan wewenang dan rela menjadi makelae Joko Tjandra. Harusnya Jampidsus paham betul fungsi kontroling yang dilakukan wartawan dalam meliput sebuah berita," ujar Fajar, Kamis (24/6).

Menurutnya, sikap Ali bisa menyebabkan demoralisasi penegakan hukum para insan Kejaksaan. Apalagi ditambah dugaan terjadinya disparitas penegakan hukum. "Kejaksaan mengalami kemunduran keterbukaan informasi dan diduga melakukan disparitas penegakan hukum. Para jaksa yang menyidik dari awal kasus Pinangki bisa mengalami demoralisasi mendengar pernyataan tersebut," katanya.

Fajar pun memberikan contoh kasus Jiwasraya dan Asabri. Ia menilai Kejagung maju paling depan dalam melakukan penyitaan aset para tersangka. "Kejaksaan seperti gagah betul saat memberikan keterangan telah menyita aset, padahal tidak ternyata sebagian ditengarai bukan milik terdakwa, hingga menuntut setinggi-tingginya hukuman kepada para terdakwa. Berbeda dengan treatment yang diberikan ke Pinangki," tandasnya.

Ia pun mempertanyakan, ada apa dengan kasus Pinangki dan apa bedanya dengan kasus jaksa Urip. "Apa yang telah disembunyikan Kejaksaan dalam kasus Pinangki? Kok seperti ada bargaining position. Apakah dengan hanya diberi BMW sudah menjadi prestasi? Jaksa Agung harus ambil sikap tegas terhadap Ali. Kalau perlu copot!," imbuh Fajar.

Pinangki divonis pidana 10 tahun penjara dan denda Rp 600 juta subsider 6 bulan oleh majelis hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. Vonis tersebut lebih tinggi daripada tuntutan jaksa penuntut umum, yakni pidana penjara selama 4 tahun dan denda Rp 500 juta.

Pinangki yang merasa tak puas dengan putusan majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta kemudian mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.  Majelis hakim di tingkat banding mengabulkan permohonan banding dan memangkas hukuman Pinangki selama 10 tahun penjara menjadi 4 tahun penjara.

Ia menyimpulkan jika kondisi ini berlarut, maka Kejaksaan Agung dipastikan sudah tidak murni lagi dalam melaksanakan tugas sebagai penegak hukum. "Membahayakan sekali jika Kejagung yang dipimpin ST Burhanuddin tidak lagi murni jadi alat negara yang melakukan penegakan hukum, dan malah alat kekuasaan dalam melakukan penegakan hukum," tandasnya.

Sementara, Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar menyebut pernyataan Ali Mukartono yang dengan bangga telah melakukan penyitaan mobil BMW dari kasus Pinangki tersebut merupakan tindakan yang sesat dan memalukan.

"Saya kira ini pernyataan yang memalukan karena seolah-olah terkesan Pinangki sudah menyumbangkan sebuah mobil BMW kepada negara dan pikiran seperti ini sesat," ujar Fickar.

Menurutnya, secara nyata Pinangki sudah jelas terbukti bersalah karena telah melakukan kejahatan. "Berdasarkan putusan pengadilan diserahkan kepada negara, jadi bukan secara sukarela," kata dia.

Fickar menyebut dalam kasus tersebut justru negara menderita kerugian yang tidak bernilai karena kehilangan sumber daya manusia jaksa penuntut umum (SDM JPU) yang sudah dididik dan digaji oleh negara untuk melaksanakan tugas.

"Namun, justru menjadi penjahatnya. Berapa biaya yang sudah dikeluarkan negara untuk mendidik dan menggaji terdakwa Pinangki selama ini tentu tidak pernah cukup kalau hanya dibayar dengan mobil BMW semata," tandasnya.

Ia menilai bahwa negara juga menderita kerugian immaterial. "Yaitu rasa malu yang besar karena tidak bisa mengendalikan aparaturnya melakukan kejahatan korupsi," katanya.

Sebelumnya, awak media mempertanyakan mengapa kejaksaan belum mengajukan kasasi terkait dengan vonis ringan eks jaksa Pinangki. Pihak kejaksaan pun mengatakan belum memutuskan mengajukan kasasi atas putusan banding Pinangki karena masih menunggu salinan putusan dari Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.

Jampidsus Ali Mukartono justru mempertanyakan kepada awak media mengapa selalu mengejar pemberitaan soal Pinangki. Padahal menurutnya tersangka dalam kasus tersebut ada banyak, sehingga tidak harus berfokus pada Pinangki seorang. "Kenapa sih yang dikejar-kejar Pinangki, tersangka terkait itu ada banyak. Malah dari Pinangki, negara dapat mobil. Yang lain kan susah ngelacaknya itu," ujar Ali. (OL-8)

BERITA TERKAIT