JAKSA Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM-Pidsus) Kejaksaan Agung Ali Mukartono mengatakan pihaknya belum mendapatkan salinan putusan dari Pengadilan Tinggi DKI Jakarta terkait banding Pinangki Sirna Malasari yang memangkas hukuman dari pidana 10 tahun penjara menjadi 4 tahun.
Menurut Ali, kemungkinan jaksa penuntut umum (JPU) untuk mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung masih terbuka meskipun putusan PT DKI mengamini tuntutan JPU di pengadilan tingkat pertama. Hal itu tergantung dari adanya perubahan perampasan barang bukti dalam amar putusan.
"Kita belum melihat barang buktinya bagaimana. Bukan hanya itunya (putusannya) tok (saja). Kan (isi) amar banyak," kata Ali di Gedung Bundar Kejagung, Jakarta, Selasa (15/6) malam.
Kendati demikian, jaksa tetap menghormati putusan majelis hakim PT DKI. JPU akan mengambil keputusan setelah mempelajari isi putusan tersebut dan masih memiliki waktu 14 hari untuk menentukan sikap selanjutnya.
"Yang jelas punya waktu 14 hari baik jaksa maupun Pinangki untuk menyatakan upaya hukum," ujarnya.
Ali mengatakan contoh pengajuan kasasi yang tetap dilakukan meskipun vonis pengadilan tinggi sesuai dengan tuntutan jaksa terjadi pada dua terdakwa kasus megakorupsi Jiwasraya, yaitu Heru Hidayat dan Benny Tjokrosaputro.
Dalam perkara tersebut, JPU yang menuntut keduanya dipidana seumur hidup memutuskan untuk melakukan upaya kasasi meskipun Pengadilan Tinggi tetap memvonisnya seumur hidup. Hal itu disebabkan karena ada perubahan dalam amar putusan mengenai aset sitaan penyidik yang tidak jadi dirampas oleh majelis hakim.
Sebelumnya, majelis hakim PT DKI menilai vonis yang dijatuhkan hakim pengadilan tingkat pertama terhadap Pinangki terlalu berat. Salah satu yang menjadi pertimbangan hakim adalah karena Pinangki seorang perempuan dan ibu bagi balita berusia 4 tahun.
Selain itu, hakim menilai Pinangki telah mengaku bersalah dan menyesali perbuatannya serta telah mengikhlaskan dipecat dari profesinya sebagai jaksa.
Mantan Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejagung itu terbukti menerima suap US$500 ribu dari buronan kasus hak tagih (cessie) Bank Bali Joko Tjandra. Suap ditujukan agar Joko bisa kembali ke Indonesia tanpa menjalani eksekusi dua tahun berdasarkan putusan Peninjauan Kembali pada 11 Juni 2009.
Dalam kasus ini, Pinangki turut menyusun rencana aksi atau action plan terkait pelaksanaan permohonan fatwa Mahkamah Agung melalui Kejaksaan Agung. Ia juga terbukti tindak pidana pencucian uang (TPPU) dari uang hasil suap. (OL-8)