Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyampaikan dukungan rencana revisi Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau UU ITE.
Namun, rencana perubahan oleh pemerintah yang menyasar hanya pada empat pasal dinilai bukan menjadi solusi.
Komnas HAM menyebut masih banyak pasal lain yang menjadi sumber masalah atas jaminan kebebasan berekspresi dan berpendapat.
"Komnas HAM mempertanyakan dasar pemerintah yang hanya akan merevisi Pasal 27, 28, 29, dan 36. Padahal, terdapat pasal-pasal lain yang menjadi sumber pelanggaran hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi," kata Komisoner Komnas HAM Sandrayati Moniaga dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (15/6).
Sandrayati menyebut sejumlah pasal yang bermasalah iti di antaranya Pasal 26 ayat 3 terkait penghapusan informasi, Pasal 40 ayat 2a dan 2b terkait pencegahan penyebarluasan dan kewenangan pemerintah memutus akses internet, serta Pasal 43 ayat 3 dan 6 terkait penggeledahan, penyitaan, penangkapan, dan penahanan.
Dia menambahkan penambahan pasal baru yaitu Pasal 45C yang mengadopsi ketentuan UU No 1 Tahun 1946 dinilai sudah tidak relevan dengan kondisi kekinian. Pasal baru itu dikhawatirkan menjadi ancaman bagi demokrasi dan hak asasi manusia di ruang digital.
"Revisi terbatas pada empat pasal dalam UU ITE bukanlah solusi atas ancaman kebebasan berpendapat dan berekspresi di Indonesia," ucapnya.
Komnas menekanlan revisi UU ITE harus mampu menjamin penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi yang lebih kondusif. Karena itu, Komnas merekomendasikan agar pemerintah dan DPR mengkaji ulang usulan revisi terbatas UU ITE yang hanya terhadap empat pasal tersebut.
"Komnas HAM mendukung revisi UU ITE untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi. Revisi tersebut selayaknya mengedepankan prinsip-prinsip HAM karena seluruh kebijakan harus mengadopsi prinsip- prinsip dan norma HAM," ujarnya.(Dhk/OL-09)