PULUHAN pemuda yang tergabung dalam Masyarakat Antimafia Peradilan (MAP) mendatangi kantor Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta di Rawamangun Jakarta Timur, Senin (7/6).
Sejumlah anggota MAP itu menggelar aksi unjuk rasa dan meminta kepada hakim PTUN Jakarta agar bisa bersikap independen dalam menangani perkara yang merugikan masyarakat.
“Seperti ketahui, perkara-perkara yang diperiksa dan diadili oleh PTUN adalah sengketa melawan pemerintahan,” papar orator aksi MAP Theofilus tampubolon, saat ditemui, Senin (7/6).
Pria yang akrab disapa Theo itu menilai pemerintah selalu dipandang dalam posisi yang paling kuat dibandingkan dengan masyarakat.
Padahal seharusnya rakyatlah, kata Theo, yang harus dibela oleh pemerintah.
“PTUN semestinya menjadi tempat yang ideal bagi masyarakat yang mengalami kerugian akibat kesalahan yang dilalukan oleh pemerintah,” ungkapnya.
Alih-alih dibela, Theo menganggap hakim PTUN Jakarta dengan mudah memutus suatu perkara tanpa mempertimbangkan Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB) dan pelanggaran pemerintah terhadap peraturan perundang-undangan.
“Hal ini sangat menciderai rasa keadilan dan kepastian hukum serta memperlihatkan keberpihakan PTUN terhadap pemerintah,” ungkapnya.
Ia mencontohkan kasus gugatan perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh pejabat Kemenhub yang berinsial HT.
Alih-alih diterima, gugatan tersebut ditolak oleh hakim PTUN Jakarta. Theo menuturkan bahwa HT telah terbukti melakukan pembiaran terhadap pelanggaran hukum yang terjadi pada tender pembangunan pelabuhan penyeberangan muara di Tapanuli Utara.
“Contoh lain, bisa-bisanya hakim dalam perkara nomor 5/P/FP/2021/PTUN-JKT menyatakan tidak menerima permohonan yang diajukan oleh masyarakat guna mendapatkan keputusan pejabat pemerintahan,” pungkasnya. (Ykb/OL-09)