TINGKAT kepuasan publik terhadap presiden Joko Widodo dinilai belum sepenuhnya mencerminkan kepuasan publik terhadap kinerja sebagai presiden khususnya dalam situasi pandemi covid-19.
Dari hasil survei Indonesia Political Opinion (IPO) menunjukan tingkat kepuasan publik terhadap kinerja presiden Joko Widodo sebesar 56%. Dari 56% tersebut di bidang sosial Jokowi mendapat 58% kepuasan publik, ekonomi 55% dab bidan politik dan hukum hanya 43%.
“Kepuasan kerja presiden dan wakilnya tidak berubah dari survei-survei terdahulu yaitu terjadi jomplang misalnya saja kepuasan kerja terhadap presiden ada 56% publik kinerja presiden sangat puas sedangkan 37% yang tidak puas di tengah pandemi,” ujar Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah, Sabtu (10/4).
Dalam survei tersebut juga didapatkan perbedaan yang sangat mencolok hasil survei tingkat kepuasan publik terhadap kinerja Wakil Presiden Maaruf Amin. Tingkat kepuasan publik terhadap kinerja wapres hanya menyentuh angka 36% dan jika dirinci kepuasan publik di bidang sosial hanya 40%, ekonomi 29% dan politik hukum 38%.
Baca juga: Warga Korban Bencana Adonara Siap Direlokasi oleh Presiden Jokowi
“Ini menjadi pesan bahwa kerja kolektif keduanya tidak terlihat di publik. Yang sekarang terlihat yang bekerja itu hanya presiden tapi tidak melibatkan wakilnya. Begitu juga wapres bekerja tapi tidak berani menunjukan kepada publik sehingga tidak diketahui,” ucapnya.
Survei tersebut juga menunjukan beberapa program pemerintah selama pandemi covid-19 seperti bantuan tunai BLT, pembagian sembako dan juga kartu prakerja pemerintah, hanya 29% publik menilai bantuan tersebut tepat sasaran, sedangkan 51.3% publik mengatakan bantuan tersebut tidak tepat sasaran. Kemudian sebanyak 59% menyatakan bantuan tersebut efektif.
“Artinya bantuan tunai meski pun tidak tepat sasaran tapi itu efektif karena penerimanya bisa membelanjakan sesuai kebutuhan. Dan pembagian sembko 61,7% tepat sasaran tetapi ini juga dianggap tidak tepat 63% jadi rata-rata masalahnya ketidaktepatan penerima. Lalu program prakerja cukup menghawatirkan karena hanya 23% yang mengatakan tepat sasaran dan 32% menyatakan efektif. Berarti program prakerja itu sudah dianggap tidak tepat sasaran sekaligus tidak efektif sebesar 44%”
Tidak hanya itu 68,1% responden menilai program jaringan pengaman sosial rawan korupsi dan 51% menyatakan jaring pengaman sosial tidak signifikan membantu. Selain itu 54,7% beranggapan pemilihan bantuan tidak transparan dan terbuka.
“Ini jadi persoalan. Jadi saya kira menteri-menteri yang melakukan pendataan ini perlu sekali untuk dievaluasi,” cetusnya.
Sementara itu upaya yang dilakukan pemerintah untuk menanggulangi pandemi mendapatkan tingkat kepercayaan publik yang cukup besar yakni 73% publik memercayai ketepatan kebijakan dan vaksinasi diterima publik. Selanjutnya 71% memercayai tingkat keamanan dan 68% keandalan vaksin, sedangkan i 24% publik meyakini vaksinasi akan berjalan sesuai seperti yang disampaikan pemerintah. (OL-4)