06 April 2021, 12:42 WIB

Pakar : Akumulasi 9 Tahun Hukuman Joko Tjandra Belum Final


Tri Subarkah |

VONIS mejalis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta yang dijatuhkan kepada Djoko Soegiarto Tjandra menyempurnakan hukuman yang membelitnya setelah ditangkap dari pelariannya di Malaysia.

Dalam sidang yang digelar Senin (5/4), Djoko dijatuhi hukuman pidana penjara 4 tahun dan 6 bulan terkait kasus suap pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) melalui Kejaksaan Agung dan penghapusan namanya dari daftar pencarian orang (DPO) berdasarkan red notice dalam sistem ECS Direktorat Jenderal Imigrasi.

Sebelumnya pada 22 Desember 2020, Djoko juga diganjar hukuman pidana penjara 2 tahun dan 6 bulan terkait kasus pidana surat jalan palsu. Kasus ini berawal dari masuknya Djoko secara ilegal ke Indonesia dari Malaysia saat masih buron.

Pada Juni 2020, ia datang langsung ke PN Jakarta Selatan untuk mendaftarkan upaya hukum peninjauan kembali (PK) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terkait kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali.

Di kasus tersebut, ia divonis 2 tahun berdasarkan putusan MA Tanggal 11 Juni 2009 yang telah memiliki kekuatan hukum tetap.

Setelah ditangkap di Kuala Lumpur, Malaysia, dan dipulangkan ke Indonesia pada Juli 2020 pun, Djoko langsung menjalani eksekusi badan dari kasus cessie. Hal tersebut disampaikan oleh Hari Setiyono yang saat itu masih menjabat Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung.

"Setelah terpidana berhasil ditangkap, maka jaksa telah melaksanakan eksekusi pada Jumat tanggal 31 Juli 2020 berdasarkan Surat Perintah Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan No. Print-693/M.1.14/fd.1/05/2020 tanggal 20 Mei 2020 dengan cara memasukan ke rumah tahanan negara Kelas 1 Jakarta Pusat untuk menjalani pidana penjara selama 2 dan denda sebesar Rp15 juta," papar Hari, Selasa 4 Agustus 2020.

Jika diakumulasi dari tiga vonis yang telah dijatuhkan, hukuman yang diterima Djoko menjadi 9 tahun penjara. Masa hukuman yang diakumulasi ini, menurut pakar hukum pidana Universitas Al Azhar Indonesia, Suparji Ahmad, telah sesuai dengan ketentuan Pasal 272 KUHP.

"Hukumannya ya akumulasi. Kalau kemudian tidak diakumulasi, artinya tidak ada gunanya hukuman satu dengan yang lainnya. Itu kan kejahatan yang berbeda, tindak pidana yang berbeda, dan vonis yang berbeda," kata Suparji saat dihubungi Media Indonesia, Selasa (6/4).

Kendati demikian, Suparji mengingatkan bahwa total hukuman terhadap Djoko belum final. Ini disebabkan karena ada upaya hukum lain yang masih dilakukan Djoko dan penasihat hukumnya. Artinya, akumulasi hukuman Joko bisa lebih atau kurang dari 9 tahun.

"Iya (belum final), kan masih ada banding dan kasasi. Artinya belum dieksekusi," jelasnya.

Dalam perkara suap pengurusan fatwa MA dan red notice, Djoko sendiri masih belum menentukan sikap untuk mengajukan banding. Setelah pembacaan vonis, Djoko menyebut dirinya masih akan pikir-pikir terlebih dahulu. Masih ada waktu 7 hari sejak kemarin untuk menentukan langkah berikutnya yang akan diambil.

Untuk kasus surat jalan palsu, Djoko dan penasihat hukumnya langsung mengajukan banding pascahakim membacakan putusan.

Menurut penasihat hukum Djoko, Soesilo Aribowo, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperkuat vonis di tingkat banding, yakni tetap 2,5 tahun. Terkait hal tersebut, ia mengatakan akan menempuh upaya kasasi ke MA.

"Tentu ini akan dikumulatif dan ini sangat berat untuk Pak Joko, karena usia beliau sudah 70 tahun," tandas Soesilo. (Tri/OL-09)

BERITA TERKAIT