31 March 2021, 18:54 WIB

Penyuap Mantan Sekretaris MA Divonis Lebih Ringan dari Tuntutan


Tri Subarkah |

MAJELIS hakim menjatuhkan hukuman terhadap Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (PT MIT), Hiendra Soenjoto, dengan hukuman pidana penjara 3 tahun. Ia juga diminta membayar denda Rp100 juta.

Vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebelumnya, yakni 4 tahun penjara dan denda Rp150 juta subsider 6 bulan kurungan.

"Menyatakan terdakwa Hiendra Soenjoto telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara terus menerus sebagai perbutan yang dilanjutkan," ujar Hakim Ketua Saifudin Zuhri saat membacakan amar putusan di ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (31/3).

Setelah memeriksa 23 saksi, seorang ahli, dan 2.150 barang bukti dalam persidangan, hakim meyakini bahwa Hiendra telah menyuap mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) periode 2012-2016, Nurhadi, sebesar Rp35,726 miliar antara tahun 2015-2016.

Suap yang diberikan melalui perantara menantu Nurhadi bernama Rezky Herbiyono itu dilakukan untuk mengurus perkara yang membelit Hiendra.

Adapun perkara yang dimaksud antara lain gugatan perjanjian sewa menyewa depo container milik PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN) di Kelurahan Marunda, Jakarta Utara hingga tingkat kasasi di MA dan gugatan perdata melawan Azhar Umar terkait dengan sengketa kepemilikan saham PT MIT.

Total suap dari Hiendra yang berhasil terbukti menurut majelis hakim mengalami selisih Rp10 miliar dibandingkan tuntutan jaksa KPK, yakni sebesar Rp45,726. Berkurangnya uang Rp10 miliar itu menurut hakim karena terjadi pengembalian dari Rezky ke Hiendra.

Pengembalian itu disebabkan karena permintaan Hiendra ke Rezky usai perkara yang ditanganinya ditolak MA saat itu. Rezky lantas menggantinya dengan sertifikat ladang kelapa sawit di Padang Lawas, Sumatera Utara yang dibeli dari uang pemberian Hiendra.

Perbuatan Hiendra itu melanggar ketentuan Pasal 13 UU No. 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

Dalam merumuskan vonis, majelis hakim mempertimbangkan status Hiendra yang pernah ditahan sebelumnya sebagai hal yang memberat putusan. Selain itu hakim juga menilai selama persidangan Hiendra tidak berterus terang dalam memberikan keterangan. Lebih lanjut, Hiendra juga dinilai tidak mendukung usaha pemerintah dalam memberantas korupsi, kolusi, dan nepotisme.

"Keadaan yang meringankan, terdakwa mempunyai tanggung jawab keluarga," terang hakim anggota Sukartono.

Majelis hakim juga menolak nota pembelaan Hiendra yang menyebut bahwa Nurhadi tidak mengetahui asal usul uang yang diterima dari Rezky karena tidak pernah menanyakannya. Hakim, lanjut Sukartono, meyakini bahwa Nurhadi tau ihwal pemberian Hiendra melalui Rezky.

"Majelis meyakini bahwa saksi Nurhadi mengetahui dari mana sumber uang tersebut dengan diperkuat fakta aset-aset Ibu Tin Zuraida (istri Nurhadi) ikut diserahkan pada orang-orang yang meminta uangnya kembali," terang Sukartono.

Atas tuntutan JPU KPK tersebut, Hiendra yang mengikuti sidang secara virtual dari Gedung KPK mengatakan masih akan pikir-pikir untuk mengajukan banding.  "Saya pikir-pikir terlebih dahulu," ujar Hiendra kepada majelis hakim.

Senada, jaksa KPK pun juga menyatakan pikir-pikir terkait vonis yang lebih diringan dari tuntutannya. (OL-13)

Baca Juga: Nurhadi Diperiksa Terkait Kasus Perintangan Penyidikan

BERITA TERKAIT