INDONESIA Corruption Watch (ICW) menilai vonis hukuman kepada mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi selamam enam tahun penjara belum layak. Untuk itu, ICW meminta dua hal kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera menerbitkan dua surat perintah penyelidikan. Pertama, penyelidikan kasus dugaan tindak pidana pencucian uang oleh Nurhadi.
"Kedua, penyelidikan obstruction of justcie, terutama kepada pihak-pihak yang selama ini melindungi atau menyembunyikan Nurhadi saat melarikan diri," kata Kurnia kepada mediaindonesia.com melalui keterangan tertulis, Jumat (12/3). Sebelumnya, ia menilai Nurhadi sangat layak divonis seumur hidup oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.
Alasannya, tindak kejahatan korupsi berupa penerimaan suap dan gratifikasi dilakukannya saat menjabat sebagai Sekretaris Mahkamah Agung. Selain vonis seumur hidup, Kurnia juga menyebut hakim seharusnya menjatuhi denda Rp1 miliar dan merampas seluruh aset hasil kejahatan yang dikuasai Nurhadi.
Sebelumnya, Nurhadi dan menantunya, Rezky Herbiyono, masing-masing divonis enam tahun penjara. Hukuman itu lebih ringan dari tuntutan yang diajukan oleh jaksa penuntut umum (JPU) KPK, yakni pidana 12 tahun kepada Nurhadi dan 11 tahun untuk Rezky.
Keduanya dinyatakan telah menerima suap dan gratifikasi masing-masing sebesar Rp35,726 miliar dan Rp13,787 miliar untuk pengaturan sejumlah perkara di lingkungan peradilan. Majelis hakim menyatakan Nurhadi dan Rezky telah terbukti melanggar Pasal 11 dan Pasal 12B UU Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 dan Pasal 65 ayat 1 KUHP. (OL-14)