16 January 2021, 01:20 WIB

Komisi II Minta Klarifikasi DKPP


Putra Ananda |

KOMISI II DPR akan meminta klarifikasi dari Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) terkait dengan pemecatan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman. Wakil Ketua Komisi II Saan Mustopa mengungkapkan klarifikasi guna meminimalisasi pro dan kontra terkait dengan putusan tersebut.

“Kita akan klarifikasi karena putusan ini sudah menimbulkan pro dan kontra dari lembaga penyelenggara pemilu yang terdampak,” ungkap Saan di Jakarta, kemarin.

Untuk mencegah adanya putusan lembaga penyelenggara pemilu yang saling tumpang-tindih seperti dalam kasus pemecatan Ketua KPU oleh DKPP, Saan menuturkan Komisi II juga tengah menggodok regulasi dibentuknya Lembaga Peradilan Khusus Pemilu dalam Revisi UU Pemilu.

“Peradilan khusus pemilu ini juga dalam rangka efisiensi dan efektivitas sengketa,” ungkapnya.

Selain itu, Komisi II juga berencana akan melakukan penataan terhadap lembaga penyelenggara pemilu agar tidak ada lagi rivalitas antarpenyelenggara pemilu. Lembaga penyelenggara pemilu diharapkan untuk bisa salin bersinergi.

Pascadipecatnya Arief Budiman sebagai Ketua KPU oleh DPP, KPU resmi menunjuk komisioner Ilham Saputra menjadi Plt Ketua. "Rapat pleno yang kami laksanakan memutuskan hal-hal sebagai berikut. Pertama, memilih Plt Ketua KPU, yaitu Ilham Saputra," kata Komisioner KPU I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi dalam jumpa pers virtual di Jakarta, kemarin.

Ia menyebut Plt Ketua KPU Ilham Saputra sudah menindaklanjuti keputusan DKPP terkait dengan pemberhentian Arief Budiman sebagai Ketua KPU. Terkait dengan keputusan DKPP itu, KPU meminta jajaran di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota untuk tetap bekerja seperti biasa.

 

Revisi

DPR telah memastikan Rancangan Revisi Undang-Undang (RUU) No 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2021 bersama 32 RUU lainnya. Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai NasDem Saan Mustopa menjelaskan Badan Legislasi (Baleg) DPR saat ini sedang melakukan harmonisasi RUU Pemilu yang ditargetkatn selesai di akhir Januari 2021.

Saan menjelaskan terdapat beberapa isu krusial yang akan dibahas revisi UU Pemilu. Mulai keserentakan pemilu, ambang batas parlemen, dan presiden, hingga pemilihan tertutup atau terbuka. DPR dalam rancangannya sudah menyepakati opsi pemilihan terbuka. “Dalam draf kita sudah memiliki kesepahaman untuk saling mengakomodasi sistem pemilu terbuka. Untuk ambang batas parlemen berkisar di 3% hingga 5% dan 20% untuk presidential threshold. Kesepahaman ini penting untuk mempercepat proses harmonisasi,” ungkapnya.

Terkait dengan keserentakan pemilu, Saan melanjutkan DPR berencana untuk memisahkan pemilu legislatif (pileg) dan presiden. Berkaca pada pemilu serentak 2019, dalam pelaksanaannya penyelenggara pemilu dalam hal ini Komisi Pemilihan Umum (KPU) memiliki beban kerja yang berat sehingga berdampak pada banyaknya petugas KPPS yang jatuh sakit hingga berujung meninggal dunia.

Sementara itu, terkait dengan keserentakan pilkada yang direncanakan akan dilakukan pada 2024, Saan menuturkan DPR dipastikan akan mengatur ulang jadwal tersebut sehingga tidak bersamaan dengan pelaksanaan pileg maupun pilpres. Hal ini dilakukan untuk mengurangi beban kerja penyelenggara. (P-5)

BERITA TERKAIT