MENJELANG masa pensiun Jenderal Polisi Idham Azis, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menyusun catatan kritis atas situasi keamanan selama satu tahun terakhir. Evaluasi itu diharapkan menjadi pembelajaran dan perbaikan kinerja kepolisian di bawah pucuk pimpinan baru.
Koordinator Kontras Fatia Maulidiyanti mengungkapkan Kontras menggunakan kerangka hak asasi manusia (HAM). Tujuannya mengukur sejauh mana institusi kepolisian mampu menghargai, melindungi, dan memenuhi HAM.
Catatan pertama, kata dia, keleluasaan Polri mengeluarkan diskresi tidak digunakan dengan baik untuk mengisi kekosongan hukum. Terlebih lagi, kewenangan penggunaan diskresi tidak diikutsertakan dengan parameter yang terukur.
Pada praktiknya, diskresi itu mewujud dalam sejumlah kebijakan yang justru membatasi kebebasan sipil bahkan melangkahi wewenang lembaga legislatif. Misalnya Surat Telegram Nomor ST/1100/IV.HUK.7.1./2020 tentang Penanganan Kejahatan di Ruang Siber.
“Peraturan ini menghidupkan kembali aturan mengenai penghinaan terhadap presiden yang sudah dihapus MK (Mahkamah Konstitusi) melalui putusan Nomor 013-022/PUU-IV/2006,” jelasnya.
Selanjutnya Surat Telegram STR/645 /X/ PAM.3.2/2020 tentang antisipasi unjuk rasa dan mogok kerja buruh pada 6-8 Oktober 2020 dalam rangka penolakan omnibus law RUU Cipta Kerja. Fatia mengatakan berbagai kebijakan itu, selain membatasi kebebasan sipil, seakan-akan menempatkan Polri tidak lagi hanya sebagai lembaga penegak hukum. Polri terkesan menjalankan perintah undang-undang, tetapi juga sebagai lembaga yang turut merumuskan aturan yang mengikat masyarakat.
Wakil Koordinator Kontras Rivanlee Anandar menambahkan, Polri harus menetapkan panduan yang jelas bagi seluruh jajaran mereka perihal penindakan hukum terhadap sebuah ekspresi dengan secara jelas dan objektif mengklasifi kasikan parameter ekspresi yang dapat dibatasi berdasarkan standar hukum internasional tentang HAM. Hal itu dibutuhkan untuk meminimalkan disparitas dalam memidanakan orang-orang yang mengemukakan ekspresi mereka.
Dalam hal penempatan anggota Polri pada jabatan di luar struktur organisasi Polri, evaluasi segera efektivitas dan potensi risiko dari posisiposisi yang telah ditempati anggota Polri sejauh ini merupakan hal penting. (Cah/P-1)