17 December 2020, 02:45 WIB

Kompensasi Rp39 Miliar Bentuk Kehadiran Negara


Andhika Prasetyo |

PEMERINTAH melalui Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) telah memberikan kompensasi sebesar Rp39,2 miliar kepada 215 korban terorisme dan ahli waris dari korban yang meninggal dunia.

Sebanyak 215 korban tersebut diidentifikasi dari 40 peristiwa teror di masa lalu. Presiden Joko Widodo mengungkapkan kompensasi tersebut diberikan sebagai bentuk kepedulian dan tanggung jawab negara kepada para korban serta keluarga.

“Nilai yang diberikan negara tentu tidak sebanding dengan penderitaan para korban yang selama puluhan tahun mengalami penurunan kondisi ekonomi karena kehilangan pekerjaan atau tidak mampu mencari nafkah lagi. Kemudian juga mengalami trauma psikologis serta derita luka fi sik dan mental dan juga mengalami berbagai stigma karena kondisi fisik dialami,” ujar Jokowi di Istana Negara, Jakarta, kemarin.

Kendati demikian, menurut Presiden, dengan kehadiran negara secara nyata, para korban serta keluarga akan merasakan dukungan yang mampu mengangkat semangat dalam menjalani hidup. “Dukungan moril ini akan membantu melewati situasi yang sangat berat akibat dampak dari terorisme sehingga para korban dapat melanjutkan kehidupan dan menatap masa depan lebih optimistis lagi.’’

Jokowi menjelaskan pemulihan terhadap korban kejahatan termasuk korban pelanggaran HAM yang berat dan korban terorisme merupakan tanggung jawab negara. Sejak 2018, upaya pemulihan korban dilakukan melalui LPSK dalam bentuk pemberian kompensasi, bantuan medis, dan layanan psikologis serta rehabilitasi psikososial.

Pemerintah kemudian memperkuat lagi komitmen pemulihan korban terorisme masa lalu melalui Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2020. Pada PP tersebut ditegaskan bahwa korban tindak pidana terorisme masa lalu berhak memperoleh kompensasi.


Tahanan teroris

Sementara itu, sebanyak 23 tahanan kasus terorisme jaringan Jamaah Islamiyah (JI) di Lampung dipindahkan ke Jakarta, kemarin. Di antara mereka ada nama Taufik Bulaga alias Upik Lawanga dan Zulkarnaen alias Arif Sunarso yang ditangkap belum lama ini.

Mereka dibawa dengan menggunakan pesawat Batik Air dan tiba di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, pada pukul 12.15 WIB. Satu per satu para terduga teroris itu turun dari pesawat dengan dikawal ketat polisi bersenjata lengkap. Dengan diborgol tangan dan kaki, mereka yang mengenakan penutup kepala berwarna hitam itu selanjutnya dimasukkan ke mobil minibus milik polisi untuk dibawa ke Mako Brimo Kelapa Dua.

Upik Lawanga merupakan anggota JI ahli senjata dan perakit bom. Dia mendalangi serangan bom di beberapa tempat seperti bom Tentena, bom GOR Poso, bom Pasar Sentral, dan rangkaian tindakan teror lainnya pada 2004-2006.

Adapun Zulkarnaen masuk daftar pencarian orang Polri dalam kasus teror Bom Bali I pada 2002. Ia merupakan pimpinan askary (tentara) Markaziah JI yang juga pelatih akademi militer di Afghanistan selama 7 tahun.

Selain Bom Bali I, Zulkarnaen disebut juga menjadi otak bom Natal dan Tahun Baru 2001, bom Marriot 2003, bom Kedubes Australia 2004, serta bom Bali 2005. Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Ahmad Ramadhan membenarkan Zulkarnaen menjadi buron selama 18 tahun. ‘’Dia termasuk orang yang sangat dicari Polri,” ucapnya. (Ykb/SM/X-8)

BERITA TERKAIT