PENELITI Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro menyatakan, masyarakat Indonesia harus mampu menempatkan diri dalam menyampaikan pendapat ataupun kritik di muka umum ataupun media sosial.
Hal yang harus diperhatikan yakni soal konteks penyampaian kritik maupun komentar tersebut.
"Tapi bukan berarti apa yang kita kritisi itu lalu mengadu domba dan sebagainya. Dalam konteks pak Wiranto kita harus punya empati, orang lagi kesakitan, mungkin bukan Masalah ITE-nya tapi Masalah empati," ujar Siti saat dibubungi, Senin (14/10).
Dari suatu konteks, maka seharusnya masyarakat mampu bertindak ataupun berucap sesuai dengan konteksnya. Berkaca dari kasus yang menimpa Wiranto, Siti menyatakan tidak sepatutnya kebebasan berkekspresi digunakan untuk menyudutkan korban.
"Kita sebagai sesama harusnya ikut menunjukkan simpati dan empati. Sehingga jangan bersuara yang kayak mengejek dan sebagainya," terangnya.
Baca juga : Istri Prajurit tidak Bisa Sembarang Nyinyir di Medsos
"Sebagai sesama warga ada yang sakit jangan kita berceloteh. Sebaliknya , ada jaminan masyarakat untuk bebas berekspresi," sambungya.
Menyusul soal wacana aparatuur sipil negara (ASN) akan ikut diproses jika ditemukan nyinyir di media sosial, Siti tidak sepakat akan hal itu. Menurutnya, Indonesia menganut paham demokrasi yang seharusnya tidak menakuti masyarakat untuk menyampaikan pikiran dan pendapatnya.
"Bukan berarti semua hal diatur. Gak begitu juga. Sisi lain tentu kita punya kebebasan berekspresi jangan sampai semua hal diatur sampai hal detail sehingga masuk ke ranah privat. Itu gak bagus juga," tutur Siti.
Rencana pemerintah untuk ikut menyisir ASN yang nyinyir di media sosial, kata Siti, hanya menimbulkan rasa takut. Hal itu dinilai berbahaya bagi kesehatan demokrasi Indonesia.
"Nanti ASN gak berani apa-apa. Sedikit sedikit mau bicara, dianggap tabu. Tapi ASN juga harus punya kesantunan, etika," ujarnya.
Oleh karenanya masyarakat Indonesia diminta untuk lebih memahami kondisi dan situasi sebuah isu. Selain menempatkan simpati dan empati, hal itu dimaksudkan untuk menjaga hakikat kebebasan ekspresi itu sendiri.
"Jadi menurut saya, kita harus tahu kapan harus bicara kritis kapan tidak. Konteks itu yang kita hormati bersama. Jadi kita ikuti aturan mainnya," tandas Siti. (OL-7)