14 March 2023, 05:00 WIB

Selebrasi Jahanam


Ade Alawi Dewan Redaksi Media Group|Podium

img
MI/Ebet

DI hadapan tatapan mata ratusan warga dan jurnalis yang meliput rekonstruksi, tersangka kasus penganiayaan Cristalino David Ozora, 17, Mario Dandy Satriyo, sempat mengulang dua kali adegan selebrasi ala pesepak bola kondang Cristiano Ronaldo seusai menganiaya David, anak seorang petinggi Gerakan Pemuda Anshor. Rekonstruksi berlangsung di Perumahan Green Permata Residences, Pesanggrahan, Jakarta, Jumat (10/3).

Selain Mario, rekonstruksi menghadirkan tersangka Shane Lukas. Tersangka AG tidak dihadirkan dengan alasan usianya masih anak-anak, di bawah 18 tahun, sesuai dengan Undang-Undang Perlindungan Anak. Dia digantikan posisinya oleh pemeran pengganti. Adegan rekonstruksi Mario seusai menghajar dan menendang David diulang karena tidak sesuai dengan keterangan saksi dan bukti rekaman CCTV. Mulanya Mario melakukan di sebelah lengan kanan korban, kemudian pindah posisi ke kaki korban.

Penyidik dari Polda Metro Jaya mengingatkan Mario agar melakukannya dengan semangat sesuai kenyataan setelah menganiaya David. Namun, eks mahasiswa salah satu perguruan tinggi swasta di Jakarta ini hanya meloncat setengah, tidak setinggi seperti dalam video yang beredar. Selebrasi dilakukan seusai ‘tendangan bebas’ (free kick) ke kepala David. Total 40 adegan reka ulang yang diperagakan para tersangka. Dari reka ulang terlihat kekejaman Mario yang di luar batas perikemanusiaan. Di sisi lain, pria berusia 20 tahun ini selama reka ulang menundukkan kepala. Bahkan, saat duduk, Mario beberapa kali menyeka air matanya. Mario tak kuasa menatap warga yang menyaksikan reka ulang.

Berbeda ketika pertama kali diperlihatkan penyidik saat jumpa pers, Mario berdiri tegap dengan tatapan ke depan. Biasanya tersangka sekaliber preman kambuhan pun, saat diperlihatkan ke jurnalis dalam jumpa pers, menunduk. Sejumlah tersangka menunjukkan rasa malu dan penyesalan, meski boleh jadi rasa penyesalannya dibuat-buat untuk meraih simpati publik.

Selebrasi yang dilakukan Mario sangat disesalkan. Bahkan, itu penghinaan terhadap selebrasi Cristiano Ronaldo yang biasanya dilakukan seusai mencetak gol. Ekspresi kegembiraan setelah menorehkan prestasi, menjebol gawang lawan. Mario sungguh tak pantas melakukan selebrasi seperti itu. Ia menghina akal sehat dan menginjak-injak nilai-nilai kemanusiaan. Tak mengherankan bila warganet merasa heran, kok bisa manusia terdidik dan keluarga pejabat tinggi Ditjen Pajak Kementerian Keuangan seperti Mario bisa melakukan hal-hal yang di luar nalar, menghajar dan menendang orang membabi buta hingga terkapar. David kini masih menjalani perawatan di RS Mayapada, Kuningan, Jakarta Selatan. Selama dua pekan, David tak sadarkan diri. Kini, perkembangan kesehatannya membaik. David sudah sering membuka mata, tapi belum bisa mengenali siapa pun.

Melihat aksi bengis Mario, sejumlah warganet geram dan menantang Mario berkelahi, di mana dan kapan saja katanya. Penyidik menjerat Mario dengan pasal berlapis, yakni Pasal 351 KUHP tentang tindak pidana penganiayaan dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara, Pasal 354 KUHP tentang tindak pidana penganiayaan berat dengan ancaman hukuman maksimal 8 tahun penjara, dan Pasal 355 KUHP tentang penganiayaan berat yang direncanakan dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara.

Selebrasi kekerasan bukan hanya ditunjukkan Mario. Bahkan, pelajar SMP dan SMA yang melakukan kekerasan dengan senjata tajam, seperti celurit, parang, samurai, panah, dan sebagainya, hingga lawannya jatuh tersungkur dan tewas, acapkali menunjukkan ‘kemenangannya’. Bersorak dengan senjata berlumuran darah, tapi ngacir takut ketahuan atau ditangkap warga yang melihat aksi mereka. Belakangan, sasaran mereka bukan hanya lawan, tapi juga pelajar lain yang lewat, yang memang tak pernah beperkara dengan mereka. Singkatnya, salah sasaran.

Budaya kekerasan harus dihentikan, khususnya di kalangan pelajar. Bahkan, di Sukabumi, Jawa Barat, baru-baru ini seorang pelajar SD yang lewat menjadi sasaran tiga pelajar SMP yang memang sedang ‘mencari musuh’. Ketiganya ditetapkan sebagai anak yang berhadapan dengan hukum (ABH). Korban, Ra, 12, menghembuskan napas terakhir saat dilarikan ke rumah sakit setelah terluka akibat sabetan celurit. Kekerasan pelajar tak hanya dimonopoli pelajar DKI Jakarta dan sekitarnya, tapi sudah menjamah kota-kota kecil lain di Tanah Air.

Upaya menghentikan kekerasan tak hanya di hilir dengan penegakan hukum (law enforcemenet). Di hulunya pun harus diperkuat. Dalam prespektif Taksonomi Bloom (1956), yakni koginitif, afektif, dan psikomotor, dan belakangan muncul revisi Taksonomi Bloom (2001), maka yang perlu ditingkatkan oleh peserta didik ialah aspek afektif yang meliputi perasaan, karakter, dan sikap. Aspek ini menyangkut receiving/attending (penerimaan), responding (menanggapi), valuing (penilaian), organisasi, dan karakterisasi (keterpaduan sistem nilai dari proses internalisasi nilai). Alhasil, ruang-ruang kreasi, olahraga, dan taman bermain perlu diperbanyak karena di sana ada proses humanisasi, yakni interaksi, saling mengenal, sosialisasi, toleransi, gotong royong, dan nilai-nilai positif lainnya. Sejatinya, tujuan utama pendidikan ialah mengubah kegelapan menjadi cahaya. Nguwongke uwong (memanusiakan manusia), bukan makin serakah, bengis, dan menjadi ‘pemangsa’ atau homo homini lupus. Tabik!

BERITA TERKAIT
BERITA LAINNYA