27 February 2023, 05:00 WIB

Pajak Jadi Palak


Gaudensius Suhardi Dewan Redaksi Media Group|Podium

img
MI/Ebet

PAJAK dan palak itu beda-beda tipis, terkait dengan kegiatan pemerasan. Regulasi menjadi tirai pembatas keduanya. Pemungutan pajak tanpa undang-undang ialah pemalakan.

Petugas pajak bisa disebut sebagai tukang palak jika memungut di luar ketentuan undang-undang. Percayalah saja bahwa petugas pajak di negeri ini adalah orang baik-baik. Apa kata dunia jika orang bijak taat palak?

Pajak adalah ongkos peradaban, kata Oliver Wendell Holmes Jr. Pernyataan itu benar adanya. Peradaban manusia membutuhkan biaya dan biaya itu dipungut dari pajak. Akan tetapi, sejarah peradaban juga mencatat perilaku kurang adab orang pajak.

Pada zaman Romawi kuno, pemungut cukai/pajak disebut publicanus. Profesi ini paling dibenci karena mereka semena-mena memungut pajak dan sebesar-besar hasilnya untuk memperkaya diri sendiri, seperti kisah Zakheus yang hidup 2.023 tahun lalu di Yerikho.

Disebutkan, Zakheus seorang kepala pemungut pajak yang sangat dibenci orang banyak. Ia adalah koruptor karena dia menarik uang lebih daripada yang seharusnya. Orang-orang memandang dia sebagai pendosa yang harus dijauhi meski kemudian Zakheus bertobat dan memperbaiki diri.

Memperbaiki diri belum sepenuhnya menjadi peradaban petugas pajak di negeri ini. Sudah banyak pegawai pajak meringkuk dalam bui, masih ada saja kekayaan yang diduga didapatkan dari praktik lancung justru dipertontonkan secara pongah, sangat pongah, di dunia nyata maupun dunia maya.

Gaya hidup mewah dan sikap pamer harta dikecam Kementerian Keuangan pada 22 Februari 2023. Kecaman itu patut diapresiasi meski muncul pertanyaan, mengapa baru sekarang? Bukankah gaya hidup mewah dan pamer harta itu tidak dilakukan hanya seketika sehingga muncul kesan terjadi pembiaran selama ini?

Andai tidak terungkap kasus anak pejabat pajak melakukan kekerasan, bisa jadi kasus gaya hidup mewah dibiarkan terus. Andai publik tidak mengungkap kebiasaan anak pejabat pajak memamerkan harta di media sosial, bisa jadi tidak ada kecaman.

Kasus gaya hidup mewah dan pamer harta hendaknya menjadi momentum mengembalikan integritas pegawai pajak. Bangsa ini merindukan petugas pajak seperti kata orang bijak ibarat seekor kumbang mengisap madu dari setangkai kembang tanpa si kembang itu merasa kesakitan. Petugas pajak menerima uang tanpa rakyat merasa disakiti.

Sejatinya rakyat membayar pajak dengan gembira karena pajak merupakan sumber pendapatan terbesar negara. Mengawali 2023, pertumbuhan pajak sangat baik. Pada Januari 2023, penerimaan pajak mencapai Rp162,23 triliun, tumbuh 48,6% (yoy) dan 9,44% dari target di APBN 2023 yang sebesar Rp1.718 triliun.

Pertumbuhan pajak yang sangat baik itu jangan sampai runtuh gara-gara kasus hidup mewah dan pamer harta. Di media sosial sudah muncul ajakan untuk tidak membayar pajak. Muncul juga meme zakat itu dari si kaya untuk si miskin, pajak itu dari si miskin untuk si kaya.

Sindiran maupun meme yang muncul setelah kasus hidup mewah dan pamer harta hendaknya dijadikan cambuk untuk memperbaiki diri petugas pajak. Jangan sampai nila setitik rusak pajak sebelanga.

Langkah-langkah korektif yang dijanjikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sangat dinantikan. Kementerian Keuangan sudah memiliki kode etik dan kode perilaku. Salah satu butirnya ialah tidak menunjukkan gaya hidup hedonisme sebagai bentuk empati kepada masyarakat terutama sesama pegawai.

Pegawai negeri sipil di Kemenkeu mesti memenuhi kewajiban untuk hidup sederhana seperti tertuang dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil. Pasal 10 menyebutkan bahwa etika PNS dalam bermasyarakat salah satunya ialah mewujudkan pola hidup sederhana.

Harus tegas dikatakan bahwa pola hidup sederhana itu hanya indah sebatas regulasi. Hidup sederhana itu sudah diatur sejak dikeluarkan Keputusan Presiden Nomor 10 Tahun 1974. Itu artinya bahwa hidup sederhana sudah diatur sejak 49 tahun yang lalu.

Dorongan untuk hidup sederhana juga diperintahkan Presiden Joko Widodo saat sidang kabinet pada 3 November 2014. Dalam rangka mendorong kesederhanaan hidup itu dikeluarkan Surat Edaran Nomor 13 Tahun 2014 tentang Gerakan Hidup Sederhana dari Menteri Pedayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.

Salah satu butir yang disebutkan dalam surat edaran itu ialah tidak memperlihatkan kemewahan dan/atau sikap hidup yang berlebihan serta memperhatikan prinsip-prinsip kepatutan dan kepantasan sebagai rasa empati kepada masyarakat.

Sederhana bermaka hidup secara wajar, menggunakan harta sesuai kebutuhan yang ada, tidak menghamburkan uang untuk sesuatu yang tidak penting. Hidup mewah dan pamer harta itu mendekatkan petugas pajak menjadi tukang palak.

BERITA TERKAIT
BERITA LAINNYA