08 February 2023, 05:00 WIB

Yang Menggembirakan, yang Merisaukan


Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group|Podium

img
MI/Ebet

HANYA dalam kurun sepekan, publik di negeri ini disodori dua kabar: buruk dan baik. Dua kabar itu berasal dari dua lembaga berbeda. Namun, dua-duanya lembaga yang sangat kredibel.

Lazimnya orang berkirim kabar, maka saya hendak mendahulukan membahas kabar baik. Ialah Badan Pusat Statistik (BPS) yang memberi kabar baik itu. Dalam rilisnya pekan lalu, BPS mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia di sepanjang tahun 2022 sebesar 5,31%. Capaian itu menjadikan Indonesia sebagai juara pertumbuhan ekonomi di antara negara-negara G-20, melampaui Amerika Serikat dan Tiongkok.

Ada empat hal bisa dicatat dari capaian itu. Pertama, pertumbuhan kali ini lebih tinggi daripada target pemerintah yang 5,2%. Kedua, capaian itu juga lebih tinggi daripada pertumbuhan ekonomi tahun sebelumnya yang 3,69%. Ketiga, pertumbuhan 5,3% itu sekaligus mengembalikan tren ekonomi ke era sebelum pandemi covid-19, yakni tumbuh rata-rata 5%.

Hal keempat, konsumsi rumah tangga masih bisa jadi penopang pertumbuhan ekonomi. Data BPS menunjukkan lebih dari separuh (51,87%) pertumbuhan ekonomi 2022 disumbang oleh konsumsi rumah tangga, yang tumbuh 4,93%. Itu artinya kemampuan konsumsi masyarakat mulai pulih seperti sebelum pandemi.

Tingkat daya beli masyarakat kembali meningkat meskipun sebagian besar konsumsi yang tumbuh itu masih di kalangan kelas menengah. Tidak mengapa, semoga itu bisa membawa dampak ikutan bagi daya beli di kalangan masyarakat ekonomi bawah.

Selain konsumsi rumah tangga, pembentukan modal tetap bruto atau investasi juga turut menyumbang besar bagi pertumbuhan ekonomi, yakni 29,08%. Keberhasilan menggaet realisasi investasi hingga Rp1.207 triliun di sepanjang 2022 langsung berkontribusi signifikan terhadap pertumbuhan.

Rentetan kabar baik pertumbuhan ekonomi makin komplet karena kinerja ekspor juga turut menyumbang porsi utama pada perekonomian kita tahun 2022. Ekspor Indonesia berkontribusi pada pertumbuhan sebesar 24,49%. Tinggal tantangan besarnya ialah mempertahankan capaian ekspor seperti itu, di tengah situasi ketidakpastian dunia.

Lalu, apa yang menjadi kabar buruk? Tak lain dan tak bukan ialah anjloknya skor indeks persepsi korupsi (IPK) kita, dari 38 ke 34. Alih-alih menggapai target skor IPK 45 di tahun 2024, skor IPK kita tahun 2022 malah anjlok 4 poin. Skor 34 menjadikan posisi kita kembali ke awal-awal pemberantasan korupsi.

IPK dirilis oleh Transparency International (TI) dengan mengurutkan tingkat korupsi 180 negara di dunia. Negara dengan skor 0 berarti sangat rawan korupsi, sementara itu skor 100 menunjukkan bersih dari korupsi. Ada 3 dari 9 indikator yang menjadi biang utama merosotnya skor IPK kita.

Ketiga poin indikator tersebut ialah Political Risk Service International Country Risk Guide yang merosot 13 poin dari 48 menjadi 35. Indikator ni mengukur korupsi dalam sistem politik, konflik kepentingan antara politisi dan pelaku usaha, serta pembayaran suap untuk izin ekspor/impor.

Kemudian, IMD World Competitiveness Yearbook yang mengukur keberadaan korupsi dalam sistem politik juga turun dari 44 ke 39. Selanjutnya, Political and Economic Risk Consultancy Asia Risk Guide yang turun dari 32 ke 29. Indikator ini mengukur seberapa parah korupsi di suatu negara.

Tiap-tiap indikator tersebut memang memberikan asesmen dari perspektif bisnis. Meski demikian, terdapat catatan dari dunia bisnis terhadap penegakan hukum dan kualitas demokrasi di Indonesia.

Kabar buruk itu mestinya membuat pemerintah tidak bisa lagi menganggap ini sekadar persepsi dan belum tentu faktual. Bagaimanapun persepsi itu gambaran umum dari realitas. Ia serupa cermin terang.

Kabar gembira capaian ekonomi bisa jadi hambar bila penopang kelangsungan hasil-hasil ekonomi, yakni tata kelola yang baik dan pemerintahan yang bersih, terus jadi benalu. Kiranya membersihkan parasit akan membuat kelangsungan pertumbuhan ekonomi bisa digaransi. Pembersihan benalu korupsi juga akan membuat pertumbuhan ekonomi dirasakan berbagai lapisan.

Apakah masih tersisa keyakinan melakukan itu semua? Bolehlah kiranya optimisme Rhoma Irama dalam bait lagunya ini menjadi pegangan: 'Tak selamanya langit itu kelam. Satu saat kan terang juga. Hiduplah dengan sejuta harapan. Habis gelap akan terbit terang'.  **

BERITA TERKAIT
BERITA LAINNYA