15 August 2022, 05:00 WIB

Kemacetan Promosi Perwira Menengah TNI


Gaudensius Suhardi, Dewan Redaksi Media Group|Podium

img
MI/Ebet

MENGAPA jabatan yang dapat diisi anggota TNI aktif terus meluas di luar ketentuan Pasal 47 ayat (2) Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI?

Pasal 47 ayat (2) menyatakan prajurit aktif dapat menduduki jabatan pada kantor yang membidangi koordinator bidang politik dan keamanan negara, pertahanan negara, sekretaris militer presiden, intelijen negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Badan Narkotika Nasional, dan Mahkamah Agung.

Fakta bicara lain. Sesungguhnya anggota TNI aktif sudah merambah jauh di luar 10 kementerian/lembaga yang disebutkan undang-undang. Penyebabnya, menurut penelitian Evan A Laksmana, ialah kemacetan promosi perwira TNI karena terlalu banyak perwira, tetapi terlalu sedikit posisi yang tersedia. Berdasarkan hitungan Evan, pada 2016, ada lebih dari seribu kolonel yang mengalami mandek karier. Apalagi yang dari pangkat letkol ke kolonel.

Dalam konteks itulah bisa dipahami usul Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan untuk revisi UU TNI. Salah satu pasal yang diusulkan Luhut ialah penempatan TNI agar bisa bertugas di kementerian/lembaga. Usul Luhut itu muncul dalam acara Silaturahim Nasional Persatuan Purnawirawan TNI-AD di Sentul, Kabupaten Bogor, Jumat (5/8).

Presiden Joko Widodo menampik usul Luhut. Kata Presiden, belum ada kebutuhan mendesak bagi perwira aktif TNI-Polri untuk dapat bertugas di kementerian atau lembaga. “Saya melihat kebutuhannya belum mendesak,” ucap Presiden pada Kamis (11/8).

Meski Presiden menyebut belum ada kebutuhan mendesak, faktanya banyak juga kementerian/lembaga yang meminta personel TNI aktif. Fakta itu terungkap dalam Naskah Akademik RUU Perubahan atas UU TNI yang disusun Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kementerian Hukum dan HAM pada 2019.

Disebutkan sedikitnya 13 kementerian/lembaga yang meminta anggota TNI aktif. Di antaranya ialah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Badan Pembina Ideologi Pancasila, serta DPD RI.

Sementara itu, berdasarkan data 2019 yang diolah BPHN, terdapat 1.481 personel TNI aktif yang menduduki jabatan sipil di 10 kementerian/lembaga sesuai dengan ketentuan Pasal 47 ayat (2) UU TNI.

Di luar 10 kementerian/lembaga itu, masih terdapat 82 personel TNI aktif menduduki jabatan sipil di Badan Keamanan Laut (diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 178 Tahun 2014), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2019), dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2019).

Masih terdapat 29 anggota TNI aktif yang menduduki jabatan sipil pada instansi tertentu di luar ketentuan UU TNI. Di antaranya terdapat di Kementerian Koordinator Kemaritiman sebanyak 10 orang dan Kementerian Perhubungan sebanyak 13 orang.

Sejumlah anggota TNI aktif, berdasarkan catatan Kontras pada 2021, menempati jabatan sipil seperti komisaris BUMN dan staf ahli kementerian. Dalam kurun waktu Oktober 2020-September 2021, Kontras menemukan setidak-tidaknya enam pengangkatan perwira aktif pada jabatan sipil. Jumlah tersebut melebihi periode sebelumnya dengan jumlah empat kali pengangkatan.

Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir dalam sebuah konferensi video pada 12 Juni 2020 menyebutkan alasan bahwa ada sejumlah kebutuhan perseroan sehingga penting mengangkat para jenderal polisi dan TNI pada jabatan komisaris BUMN.

Tidaklah elok berlama-lama dalam wilayah abu-abu terkait dengan penempatan anggota TNI aktif dalam jabatan sipil di luar 10 kementerian/lembaga yang diatur dalam UU TNI.

Usul yang disampaikan BPHN patut dipertimbangkan, yaitu dibutuhkan penyesuaian dalam UU TNI dengan cara penambahan institusi pusat tertentu yang dapat diisi prajurit TNI aktif dengan menyebutkan bidang kerja atau kewenangan institusi pusat. Penentuan lembaga tersebut merupakan pembatasan bagi prajurit TNI aktif.

Usul BPHN sangat masuk akal karena ada penambahan lembaga di tingkat pusat pascapemberlakuan UU TNI pada 16 Oktober 2004. Penempatan anggota TNI aktif di lembaga baru itu diatur dengan peraturan presiden seperti Bakamla berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 178 Tahun 2014, BNPT berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2010. BNPB berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2019 dan Badan Nasional Pengelola Perbatasan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2017.

Paling penting lagi, dalam praktiknya, terdapat kelembagaan yang mengajukan permohonan kepada Kemenhan/TNI untuk dapat mengisi di instansi mereka. Apakah TNI yang harus disalahkan jika prajurit TNI aktif menempati jabatan sipil sesuai dengan permintaan? Jika UU TNI tidak segera direvisi, bisa berakibat kemacetan promosi perwira-perwira menengah.

BERITA TERKAIT
BERITA LAINNYA