27 July 2022, 05:00 WIB

Jalan Kunci Investasi


Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group|Podium

img
MI/Ebet

SATU kabar gembira di tengah tumpukan kisah murung dan pesimisme serupa oasis pelepas dahaga. Lebih-lebih lagi bila kabar gembira itu datang berkali-kali. Rasanya pasti seperti hujan deras bagi tanaman padi yang meranggas.

Seperti itulah kabar baik soal realisasi investasi di negeri ini. Dalam dua tahun terakhir, di tengah gempuran mahadahsyat pandemi covid-19 dan krisis tambahan akibat serangan Rusia ke Ukraina, realisasi investasi kita terus tumbuh positif. Ia mencatatkan rekor pertumbuhan dalam lima tahun berturut-turut.

Saya tidak heran jika Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Bahlil Lahadalia kerap menyitir tiga kalimat penyemangat untuk menjalankan pekerjaannya. Rupanya kalimat-kalimat itulah yang menjadi salah satu daya dorong dan 'bahan bakar' cespleng demi membuat kinerja institusi yang mengurusi investasi itu terus kinclong.

Kalimat pertama, 'yakin usaha sampai'. Dorongan yang memantik kekuatan keyakinan dan ikhtiar keras demi hasil maksimal itu ia nukil dari semboyan organisasi yang pernah Bung Menteri ikuti, yakni Himpunan Mahasiswa Islam atau HMI. Bahlil pernah menjadi bendahara umum di organisasi kemahasiswaan berumur 75 tahun itu.

Kalimat kedua, 'hasil tidak akan mengkhianati proses' (meski banyak orang kerap terbalik mengutip kalimat yang amat populer itu). Kalimat ini juga banyak dipakai orang-orang sebagai injeksi penyemangat dengan cara ditempel di dinding kamar, di meja kantor, atau ditulis dalam beragam status di media sosial.

Kalimat ketiga ia ambil dari pesan penting mantan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Colin Powell. Kata Colin Powell: sebuah mimpi tidak menjadi kenyataan melalui sihir. Itu membutuhkan keringat, tekad, dan kerja keras.

Meskipun berbeda narasi, tiga kalimat itu senapas.

Menteri Bahlil pun menjadikan kalimat-kalimat itu sebagai 'amalan'. Maka, hingga saat ini, statistik menggambarkan bahwa kombinasi antara keyakinan, ikhtiar keras, dan cara cerdas itu menampakkan hasil jelas. Catatan Badan Pusat Statistik yang dirilis pekan lalu menunjukkan bahwa realisasi investasi sepanjang Januari-Juni 2022 ini (selama satu semester) mencapai Rp584,6 triliun.

Capaian itu berarti tumbuh 32% bila dibandingkan dengan realisasi investasi di periode yang sama tahun 2021 lalu. Dengan angka seperti itu, artinya Kementerian Investasi/BKPM telah mengumpulkan realisasi investasi sekitar 50% dari total target investasi tahun ini yang ditetapkan oleh Presiden Jokowi sebesar Rp1.200 triliun.

Secara rinci, realisasi investasi berdasarkan penanaman modal dalam negeri (PMDN) dan penanaman modal asing (PMA) di sepanjang Januari-Juni 2022 ialah Rp274,2 triliun PMDN dan Rp310,4 triliun PMA. Fakta itu menggambarkan bahwa investasi asing kian mengalir deras ke Tanah Air. Itu berarti pula tabungan kepercayaan kepada Indonesia kian bertambah.

Hal lain yang juga menggembirakan, berdasarkan wilayah, realisasi investasi di luar Jawa lebih besar, mencapai Rp305,8 triliun atau 52,3%. Adapun di Pulau Jawa mencapai Rp278,8 triliun atau 47,7%. Ini berarti penyebaran kantong-kantong investasi kian merata sebagai salah satu dampak ikutan dari makin membaiknya infrastruktur dan iklim usaha di luar Jawa (pekerjaan rumah beberapa dekade yang mulai bisa dituntaskan dalam sewindu terakhir).

Realisasi investasi di semester I 2022 ini juga mampu menyerap ratusan ribu tenaga kerja. Berdasarkan hitung-hitungan BPS, capaian realisasi investasi yang nyaris Rp600 triliun itu sanggup menyerap tenaga kerja hampir 600 ribu orang. Ini jelas menggembirakan. Sebab, biasanya, realisasi investasi di paruh tahun baru bisa menyerap 500 ribuan tenaga kerja.

Dengan beragam capaian itu, bolehlah kiranya membuat kita sedikit berbangga. Terutama bisa bernapas lega dari kejaran Vietnam, yang dalam lima tahun terakhir terus mendekati kita sebagai negara pendulang investasi asing langsung. Vietnam masuk 20 besar negara tuan rumah terbaik untuk investasi asing pertama kalinya pada 2020.

Dengan arus uang yang masuk mencapai US$16 miliar atau setara Rp240 triliun pada 2020, Vietnam mampu naik lima peringkat dalam daftar negara ramah investasi berdasarkan laporan UN Conference on Trade and Development (UNCTAD) World Investment Report 2021. Ia persis satu peringkat di bawah Indonesia.

Beruntung, Indonesia berbenah. Kata Bahlil dalam berbagai kesempatan, "Pola pikir BKPM sebagai bos mesti diubah total. BKPM itu pelayan, bukan bos. Ia mesti melayani, bukan minta diservis. Itu yang dilakukan Vietnam sehingga mereka hampir menyalip kita."

Sejak pandemi, para pelaku usaha melakukan penyesuaian, baik berupa penundaan maupun penghentian produksi sementara waktu. Di saat itulah, mental melayani digenjot. Pemerintah melakukan berbagai upaya untuk membantu para pelaku usaha, termasuk investor, agar tetap bertahan. Hasilnya, setelah pandemi mulai terkendali, arus investasi mengalir deras.

Bila konsistensi dijaga, kita layak optimistis apa yang dihasilkan dalam beberapa tahun terakhir ini dapat menjadi tonggak pertumbuhan ekonomi Indonesia di 2030-2045. Apalagi, Indonesia punya modal berharga. Pertama, rekor masuknya mobil listrik yang diproduksi oleh Hyundai Motor ke Indonesia pada Maret lalu. Kedua, Indonesia menjadi satu-satunya negara di Asia Tenggara yang memiliki pabrik baterai mobil.

Industri baterai merupakan industri yang dapat menopang pertumbuhan ekonomi Indonesia 20 tahun bahkan 50 tahun mendatang. Sama halnya dengan investasi Samsung di Vietnam, yang mampu menopang pertumbuhan ekonomi negara itu hingga saat ini.

Selain menjaga konsistensi, kini tinggal sedikit pekerjaan yang mesti dibereskan demi terus mendongkrak realisasi investasi. Pertama, stabilitas penanganan pandemi covid-19. Pemerintah harus memastikan penyebaran covid-19 stabil di angka yang sangat rendah sehingga Indonesia semakin dekat untuk mencapai herd immunity.

PR kedua, implementasi UU Cipta Kerja, termasuk legitimasi keberlakuan beleid tersebut. Berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi, pemerintah bersama DPR diperintahkan melakukan perbaikan dalam jangka waktu paling lama dua tahun. Jika dalam tenggang waktu tersebut tidak dilakukan perbaikan, UU Cipta kerja dinyatakan inkonstitusional permanen. Ini seharusnya tidak akan menjadi kendala besar bila pemerintah dan DPR menyelesaikan poin-poin seperti yang diminta MK. Bagi saya, itulah jalan kunci menggenjot realisasi investasi.

BERITA TERKAIT
BERITA LAINNYA