04 March 2020, 08:10 WIB

Berdoa


Usman Kansong Dewan Redaksi Media Group |

PADA 1872, Sir Francis Galton meneliti efektivitas doa. Ia ingin mengetahui apakah doa bermanfaat atau tidak. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan agamawan, Galton meneliti menggunakan analisis statistik. Galton mengambil keluarga raja di Inggris sebagai sampel. Ia mengetahui semua gereja di Inggris berdoa untuk kesejahteraan keluarga raja setiap hari. Galton berhipotesis, bila doa ada efeknya, keluarga raja tentu hidup lebih lama jika dibandingkan dengan rakyat jelata. Penelitian pertama membuktikan doa tidak ada manfaat atau efeknya karena keluarga raja rata-rata berusia lebih pendek daripada rakyat biasa.

Galton menduga doa gereja tidak bermanfaat karena itu doa formal belaka, bukan doa ikhlas. Ia pun mengajukan hipotesis kedua bahwa bila doa lebih ikhlas, manfaatnya lebih kentara. Orang berkeyakinan doa buat anak baru lahir ialah yang paling ikhlas. Galton pun meneliti apakah kematian anak pada waktu kelahiran berbeda di antara keluarga saleh dan keluarga tidak saleh. Keluarga saleh dianggap secara ikhlas mendoakan anak yang baru lahir. Keluarga tidak saleh dianggap tidak mendoakan anak baru lahir; kalaupun mendoakan, doanya tidak ikhlas. Hasilnya menunjukkan secara statistik tidak ada perbedaan di antara kedua keluarga tersebut. Itu artinya lagi-lagi penelitian Galton membuktikan doa tidak bermanfaat.

Mungkin karena doa tidak ada manfaatnya atau sekurang-kurangnya manfaatnya tidak bisa dilihat dan diukur, orang tidak percaya dengan doa. Apalagi, banyak doa yang mengancam. Madrim (diperankan Aming), dalam film Doa yang Mengancam, mengancam Tuhan, bila istrinya tidak ditemukan dalam waktu tiga hari, ia akan menyembah setan.

Serupa Madrim, Neno Warisman dalam acara Munajat 212, Februari 2019, memanjatkan doa yang 'mengancam' Tuhan: "Jangan... jangan kau tinggalkan kami dan menangkan kami karena jika Engkau tidak menangkan, kami khawatir ya Allah... kami khawatir ya Allah... tak ada lagi yang menyembah-Mu ya Allah...."

Doa Neno, selain mengancam, juga doa politik. Waktu itu Neno dalam doanya mengancam Tuhan supaya memenangkan Prabowo Subianto di Pilpres 2019. Tuhan tidak mempan diancam. Prabowo kalah. Jokowi memenangi Pilpres 2019. Terbukti lagi doa tidak bermanfaat.

Ketua Badan Musyawarah Betawi Rahmat HS mengatakan banjir di Jakarta, 23 Februari 2020, terjadi pada Minggu atau hari libur berkat doa gubernur saleh. Dua hari kemudian atau hari Selasa, 25 Februari 2020, yang merupakan hari kerja, Jakarta kebanjiran. Lagi-lagi terbukti doa tidak bermanfaat.

Wapres KH Ma'ruf Amin saat membuka Kongres Umat Islam Indonesia ke-7, 27 Februari 2020, mengatakan Indonesia negatif korona berkat doa ulama. Empat hari kemudian, Presiden Jokowi dan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto mengumumkan dua warga negara Indonesia positif terjangkit korona. Untuk kesekian kalinya doa tidak bermanfaat.

Kementerian Kesehatan menerbitkan 10 cara mencegah virus korona. Kesepuluh cara itu ialah makan bergizi, olahraga dan istirahat cukup, cuci tangan pakai sabun, jaga kebersihan lingkungan, tidak merokok, gunakan masker bila batuk, minum air putih 8 gelas per hari, makan makanan dimasak sempurna dan tidak makan daging dari hewan yang berpotensi menularkan, bila demam segera ke fasilitas kesehatan, serta jangan lupa berdoa.

Saya meminta teman-teman redaksi untuk menampilkan ke-10 cara mencegah korona tersebut di harian ini edisi 3 Maret 2020. Hariyanto, Kepala Divisi Artistik dan Foto, bertanya kepada saya apakah perlu menampilkan cara nomor 10, yakni jangan lupa berdoa. Dia mungkin tidak yakin doa bermanfaat serupa contoh-contoh yang saya kemukakan di atas.

Saya menegaskan kepadanya untuk menampilkan 'jangan lupa berdoa' itu. Saya beralasan berdoa hanyalah salah satu dari 10 cara mencegah korona. Berdoa bukan satu-satunya cara mencegah korona. Posisinya pun ada di nomor buncit dalam daftar cara mencegah korona. Itu artinya yang lebih penting ialah usaha, upaya, kerja, baru berdoa. Doa-doa yang saya contohkan di atas tidak bermanfaat mungkin karena doa dianggap sebagai satu-satunya faktor atau faktor utama mencapai tujuan. Padahal, sekali lagi, kerja, usaha, upaya, lebih penting dan utama.

Berdoa kiranya bermanfaat secara psikologis. Saya membaca di satu artikel psikologi tentang penelitian neuropsikologi yang menunjukkan saat kita berdoa atau bermeditasi, bagian otak paling dalam yang disebut medial prefrontal cortex dan cingulate cortex bekerja aktif. Bagian otak itu aktif ketika kita sedang melakukan refleksi diri dan merasakan ketenangan.

Itu artinya berdoa bisa membawa ketenangan. Di tengah mewabahnya korona di Tanah Air dan dunia, kita diimbau tetap tenang dan tidak panik. Berdoa kiranya menjadi medium mencapai ketenangan atau ketidakpanikan itu.

Berdoa dimulai!

BERITA TERKAIT