13 February 2020, 08:10 WIB

Sang Pendobrak


Gaudensius Suhardi Dewan Redaksi Media Group |

PRESIDEN Joko Widodo tidak pernah memaksakan anak-anaknya untuk terjun ke politik. "Sampai detik ini, saya melihat anak-anak saya tidak tertarik ke dunia politik. Gibran, Kaesang, maupun yang lain senangnya di dunia usaha," kata Jokowi dalam sebuah wawancara pada 18 Juli 2019.

Selang lima bulan kemudian, 12 Desember 2019, putra pertama Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, mendaftarkan diri sebagai calon Wali Kota Solo di DPD PDIP Jawa Tengah. Pantaslah bila Gibran dijuluki sebagai sang pendobrak.

Gibran mendobrak anggapan bahwa anak-anak Jokowi hanya memilih jalan bisnis. Dalam mengawali langkah politiknya, Gibran pun mendobrak tradisi penetapan calon wali kota melewati proses dari bawah.

Sebelumnya, DPC PDIP telah mengajukan pasangan Achmad Purnomo (Wakil Wali Kota Solo) dan Teguh Prakosa (anggota DPRD Solo dari Fraksi PDIP). Di DPC PDIP Solo, Achmad Purnomo merupakan anggota dewan pembina dan Teguh Prakosa sekretaris.

Pengajuan nama Purnomo-Teguh merupakan penugasan partai secara berjenjang dari anak ranting, ranting, hingga anak cabang PDIP di Solo. Ketika pintu pendaftaran di DPC Solo sudah ditutup rapat-rapat, Gibran menggedor DPD PDIP Jawa Tengah setelah sebelumnya sowan kepada Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri di Jakarta.

Tidak hanya proses penjaringan yang didobrak Gibran. Syarat bakal calon kepala daerah yang maju lewat PDIP pun ia tabrak. Syaratnya ialah harus menjadi kader selama minimal tiga tahun. Gibran baru resmi menjadi kader PDIP pada 23 September 2019.

DPP PDIP dihadapkan pada dilema. Di satu sisi, menegakkan mekanisme partai bahwa proses pencalonan wali kota dimulai dari bawah. Pada sisi lain, mencari cara untuk mengakomodasi Gibran. Diputuskan bahwa calon akan ditentukan Ketua Umum Megawati.

Ketua umum, sesuai Pasal 15 huruf f ART PDIP 2019-2024, bertugas, bertanggung jawab, dan berwenang serta mempunyai hak prerogatif untuk memutuskan calon presiden dan/atau calon wakil presiden serta calon menteri dan/atau calon wakil menteri. Soal kepala daerah diatur dalam Pasal 8 ayat (6) ART. Disebutkan, anggota partai yang bertugas sebagai kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah dikoordinasikan oleh DPP partai melalui bidang pemerintahan.

Sejauh ini, DPP PDIP belum memutuskan nama bakal calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Solo yang akan diusung dalam Pilkada 2020 pada 23 September mendatang. Partai banteng bermoncong putih itu menempuh uji kelayakan dan kepatutan terhadap calon Wali Kota Solo yang digelar di Kantor DPP PDIP, Jakarta, pada Senin (10/2).

Uji kelayakan dan kepatutan itu dinilai sebagai mekanisme paling demokratis untuk memenuhi ketentuan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik. Disebutkan bahwa partai politik melakukan rekrutmen terhadap warga negara Indonesia untuk menjadi antara lain calon kepala daerah.

Rekrutmen itu harus dilakukan secara demokratis dan terbuka sesuai dengan AD dan ART serta peraturan perundang-undangan. Penetapan atas rekrutmen itu dilakukan berdasarkan keputusan pengurus partai politik sesuai dengan AD dan ART.

Apakah uji kelayakan dan kepatutan di DPP PDIP itu otomatis menggugurkan rekomendasi DPC PDIP Solo untuk Achmad Purnomo yang berpasangan dengan Teguh Prakosa?

Ketua DPP PDIP Bidang Politik dan Keamanan Puan Maharani mengatakan mekanisme penjaringan dan penyaringan bakal calon kepala daerah di PDIP dilakukan secara berjenjang. Artinya, setelah proses di DPC, DPD, dan DPP, semua masukan tersebut disampaikan kepada ketua umum. Selanjutnya, putusan akhir ada di ketua umum yang disampaikan lewat DPP PDIP.

Setelah mengikuti uji kelayakan dan kepatutan, Gibran yang berusia 33 tahun dan Purnomo berusia 72 tahun sama-sama optimistis memperoleh rekomendasi dari Megawati. Kelebihan Gibran si juragan markobar itu tentu saja ada pada daya juang dan daya dobraknya. Dua syarat itu sangat dibutuhkan Solo untuk lompatan dan percepatan agar lebih maju.

Daya dobrak dalam diri Gibran sejatinya sebangun dengan perjalanan sejarah Megawati yang juga terkenal sebagai pendobrak. Ia tampil di panggung politik untuk mendobrak kemapanan Orde Baru. Megawati terpilih sebagai ketua umum de facto dalam Kongres Luar Biasa PDI di Surabaya pada 1993, tetapi didongkel di tengah jalan sampai kemudian ia mendirikan PDIP.

Bangsa ini membutuhkan pemimpin yang muda. Akan tetapi, pemimpin muda bisa muncul kalau ada kerelaan politisi gaek untuk melapangkan jalan anak-anak muda tampil di panggung politik. Ketika politisi gaek masih doyan kekuasaan, tidak ada jalan lain, anak-anak muda harus mendobrak dan itu yang dilakukan Gibran saat ini.

BERITA TERKAIT