12 February 2020, 08:10 WIB

Kepergian tak Kenal Pulang


Usman Kansong Dewan Redaksi Media Group |

KEPERGIAN mereka yang dulu warga negara Indonesia untuk bergabung dengan Islamic State semestinya kepergian yang tak kenal pulang, tak hendak kembali.

Serupa jelangkung yang datang tak diundang dan pulang tak diantar, mereka pergi bergabung dengan IS tidak disuruh, pulang pun tak usah dijemput.

Bila pemerintah memutuskan menerima kepulangan mereka, pemerintah sama saja mengundang mereka pulang. Biasanya bila pemerintah menerima atau mengundang mereka pulang, pasti akan ada yang menjemput mereka.

Para simpatisan IS bekas WNI ini bukan Bang Toyib. Dalam lagu, Bang Toyib ditanya mengapa tak kunjung pulang. Dalam kenyataan, tak ada yang bertanya-tanya mengapa para simpatisan IS itu tak kunjung pulang. Bisa dikatakan sebagian besar kita malah menghendaki mereka tak pulang.

Pun dalam lagu dikisahkan, anak-anak Bang Toyib memanggil-manggil namanya. Dalam dunia nyata, mereka bahkan mengajak anak-anak mereka bergabung dengan IS sehingga anak-anak tak perlu menanyakan keberadaan orangtua mereka.

Mereka berangkat ke Irak atau Suriah untuk berjihad. Mereka yang berjihad biasanya berharap gugur dalam medan jihad supaya bisa pulang ke surga. Itu artinya, kalau pun mereka kepingin pulang, pulang saja ke surga, bukan ke Indonesia.

Aneh juga mereka yang dulu gagah perkasa pergi berjihad dan bersumpah setia kepada IS sampai membakar paspor segala, tiba-tiba merengek-rengek minta dipulangkan.

IS bekas WNI, bukan WNI eks IS, sepertinya istilah yang pas disematkan kepada mereka. Disebut IS bekas WNI karena mereka telah kehilangan kewarganegaraan. Mereka bekas WNI.

Dikatakan bukan WNI bekas IS karena sangat sulit--bila tak boleh disebut tidak bisa--orang yang telanjur berbaiat atau bersumpah setia kepada ideologi berbalut agama untuk melepaskan diri dari ideologi tersebut.

Undang-Undang Kewarganegaraan kita menyebutkan WNI yang bergabung ke dalam dinas tentara asing tanpa izin terlebih dahulu dari presiden otomatis hilang kewarganegaraannya.

Muncul perdebatan soal istilah tentara asing. Apakah IS masuk kategori tentara yang dimiliki suatu negara? Sekelompok orang yang berperang biasa disebut tentara. Kita dulu punya tentara pelajar. Mereka sebetulnya para pelajar, tetapi karena ikut berperang melawan Belanda, disebut tentara.

Undang-Undang Kewarganegaraan juga menyebutkan WNI yang secara sukarela mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada negara asing atau bagian dari negara asing tersebut gugurlah kewarganegaraan mereka.

Timbul lagi perdebatan ihwal istilah negara. Apakah IS termasuk negara? Per nama, Islamic State jelas state, negara. Per cita-cita IS juga negara karena mereka ingin mewujudkan khilafah dan khilafah itu sistem kepemimpinan, sistem pemerintahan, sistem kenegaraan. Serupa reklame 'apa pun makanannya, teh anu minumannya,' bagi mereka, apa pun masalahnya, khilafah solusinya.

Pun, per definisi objektif IS juga negara. Kita tidak mengakui Israel atau Taiwan sebagai negara, tetapi ada negara lain yang mengakui mereka sebagai negara sehingga bila ada WNI yang mengangkat sumpah setia kepada Israel atau Taiwan, dia akan kehilangan kewarganegaraannya.

Oleh karena itu, kewajiban negara melindungi warga negara otomatis gugur karena ke-689 IS eks WNI itu bukan lagi warga negara, melainkan bekas warga negara. Lagi pula, jauh lebih penting negara melindungi 267 juta warga negara di mana pun berada yang setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia, NKRI.

Jika negara memulangkan IS bekas WNI, negara malah bisa dituduh abai melindungi warga negara. Melindungi dari apa? Melindungi dari terorisme. Mereka disebut foreign terrorist fighter atau teroris lintas batas. Sangat mungkin mereka menjalankan aksi terorisme di dalam negeri. Bukan tidak mungkin mereka melibatkan istri dan anak-anak mereka untuk melancarkan terorisme serupa yang terjadi di gereja di Surabaya pada peringatan Natal 2018.

Syukurlah, pemerintah kemarin memutuskan menolak pemulangan atau kepulangan IS bekas WNI. Kita layak mengapresiasi pemerintah. Kita kawal pemerintah supaya konsisten, tidak mencla-mencle pada keputusan itu. Biarlah kepergian mereka yang dulunya WNI untuk bergabung dengan IS menjadi kepergian yang tak kenal pulang.

BERITA TERKAIT