INSPIRASI bisa menjadi muasal motivasi dan energi menuju pencapaian dan kesuksesan. Ia bisa datang dari pengalaman-pengalaman yang menghasilkan pengetahuan baru. Layaknya virus, inspirasi bisa menular dan ditularkan.Yang pasti, inspirasi sering diperlukan--atau malah menjadi sebuah keniscayaan--untuk memantik motivasi dan kreativitas seseorang. Bahkan dalam zaman yang berubah cepat, tak terduga, kompleks, dan membingungkan, di saat perkembangan teknologi memberi penetrasi dan berdampak besar pada relasi manusia, kemampuan memberi inspirasi dianggap sebagai kualitas yang tak lekang oleh waktu. Dalam dunia pendidikan, inspirasi bisa muncul dalam setiap praktik-praktik kecil dalam pembelajaran di sekolah dan kemudian berpengaruh panjang dalam kehidupan seseorang di masa depan.Clayton M Christensen (2017), profesor Harvard Business School, Harvard University, pencetus teori Disruptive Innovation yang pernah meramalkan kebangkrutan lembaga pendidikan karena disrupsi teknologi, percaya bahwa para guru yang mampu mengispirasi para muridnya dan mengubah hidup mereka di masa depan tak akan pernah tergantikan oleh teknologi. Dengan kata lain, kapasitas untuk menginspirasi yang menggugah motivasi menumbuhkan kreativitas yang menjadi energi positif untuk mengubah masa depan muridnya, penting untuk dimiliki setiap guru. Lalu, bagaimana cara menyemai dan menumbuhkan kapasitas untuk menginspirasi?
Guru berkualitas
Kapasitas guru untuk memberi inspirasi murid dapat dikembangkan dan dibiasakan sebagai bagian kualitas yang harus dimiliki seorang guru. Dalam konteks budaya Indonesia, dikenal konsep 'guru yang baik' sebagai sosok yang dapat 'digugu' dan 'ditiru'. Konsep diri yang mensyaratkan kemampuan untuk menjadi rujukan intelektual sekaligus rujukan moral.
'Digugu' mewakili keluasan wawasan sehingga perkataannya dapat dipercaya, dituruti, dan dianggap benar. 'Ditiru' menyiratkan patokan moral dan perilaku yang dapat diikuti dan mewakili contoh baik perilaku manusia. Kemampuan untuk dapat 'digugu' dan 'ditiru' dianggap sebagai bagian dari kualitas dan kapasitas yang harus dimiliki seorang guru. Guru yang berkualitas adalah mereka yang mampu menjadi rujukan wawasan sekaligus contoh baik dalam berperilaku.
Dalam ranah diskusi tentang kualitas guru yang lebih luas, selain kapasitas keilmuan, pengetahuan, dan pemahaman tentang pendidikan dan pengajaran, beberapa kualitas dianggap perlu dimiliki seorang guru. Tickle (1999) menyebut guru setidaknya harus memiliki kapasitas empati, girah, pengertian, toleransi, dan keluwesan. Guru adalah inti dari pendidikan itu sendiri.
Adapun bagi Stoddart (1991), guru yang berkualitas adalah mereka yang memiliki penghargaan diri (self-worth) yang kuat, perasaan kasih sayang dan penghormatan terhadap sesama, sekaligus rasa dahaga yang tak pernah padam akan kebenaran dan pengetahuan. Stoddart menekankan pada pentingnya guru memiliki kesadaran pengembangan kualitas diri yang berujung pencapaian maksimum dalam setiap manusia. Dengan demikian, setiap guru perlu mengupayakan pencarian atas kualitas terbaik dalam setiap murid dan dirinya; sebuah upaya yang mencerminkan proses belajar yang tak boleh berhenti.
Namun, sayangnya, beberapa kualitas di atas sering tidak terwakili dalam daftar kompetensi yang harus dimiliki guru atau berbagai prosedur untuk menakar kapasitas mereka. Jikapun kualitas-kualitas di atas disebutkan, cara untuk mengidentifikasi dan mengukurnya menjadi persoalan lain yang perlu dicermati secara serius.
Lebih mudah untuk menakar kapasitas pemahaman dan pengetahuan guru atas bidang studi yang mereka geluti daripada mengukur berbagai kapasitas personal seperti kemampuan berempati atau penghargaan diri. Padahal kapasitas-kapasitas personal tersebut dapat menjadi muasal tumbuhnya kemampuan untuk menjadi inspirasi bagi murid dan orang lain.
Kapasitas menginsipirasi
Mengutip Vicki Phillips (2015), setidaknya ada lima kemampuan yang dapat dikembangkan guru untuk menjadi sumber inspirasi bagi murid dan orang lain. Pertama, kemampuan membimbing. Sebagai mentor, guru adalah sumber rujukan bagi muridnya. Kemampuan membimbing juga mensyaratkan kesediaan guru untuk menunjukkan dukungan yang mampu menjadi sumber semangat bagi murid atau sejawatnya. Dengan begitu, membimbing dalam sebuah proses belajar bagi murid atau sejawat adalah juga ekspresi dukungan dan kepercayaan bahwa murid atau sejawat akan dapat mencapai hasil yang diinginkan dan memuaskan.
Kedua, dedikasi. Guru yang mengispirasi adalah guru yang menjadikan profesinya melebihi sekadar 'pekerjaan’, ‘tugas', atau 'rutinitas'. Guru yang menginspirasi biasanya adalah mereka yang menjadikan profesinya sebagai panggilan hidup mereka. Guru semacam ini biasanya dengan mudah menyumbangkan waktu, tenaga, cinta, dan sumber daya yang ia miliki sebagai cara dan peluang terbaik untuk menjadi saksi pencapaian terbaik muridnya.
Ketiga, kemampuan untuk membangun, melakukan, dan memberi contoh kolaborasi dan kerja sama. Proses belajar mengajar selalu mensyaratkan kemampuan untuk melakukan kerja sama dengan guru sejawat dan terlebih dengan murid. Kolaborasi kreatif dan profesional dengan guru sejawat dapat menjadi contoh baik bagi murid bahwa melibatkan orang lain dalam proses pemecahan sebuah masalah bukan saja berarti membagi dan menumbuhkan rasa percaya kepada orang lain, tetapi juga memberi lebih banyak ide alternatif yang dapat dibahas bersama.
Dalam relasi dengan murid, guru perlu menimbang untuk menjadikan murid sebagai sumber pengetahuan dengan memberi kepercayaan kepada mereka untuk secara aman menyampaikan pendapat mereka saat belajar. Hal ini akan menumbuhkan rasa percaya diri pada murid bahwa mereka pun dapat berperan sebagai sumber informasi dan pengetahuan.
Keempat, kemampuan untuk menumbuhkan keyakinan. Terkait dengan kepercayaan diri seorang guru bahwa murid mereka (atau sejawat mereka) bisa mencapai potensi terbaiknya meskipun proses untuk mencapainya membutuhkan waktu yang panjang. Guru semacam ini akan selalu menyediakan tantangan yang memungkinkan murid menemukan potensi maksimal mereka.
Kelima, kemampuan untuk memberikan dampak positif bagi murid atau sejawat. Kemampuan memberi dampak berkaitan dengan kemampuan untuk menciptakan dan menyediakan relasi dan lingkungan belajar yang positif. Saat relasi dengan murid atau sejawat dibangun dengan penuh empati, rasa penghargaan, dan kepercayaan, mereka sesungguhnya sedang menularkan dan membangun dampak baik dari sebuah relasi yang sehat dan setara.
Mendorong guru untuk mengasah kemampuan menginspirasi murid, tentu saja bukan upaya mudah. Namun, bukan pula hal yang mustahil untuk dilakukan. Karena, jika setiap anak murid adalah penentu masa depan, upaya mengembangkan kapasitas guru untuk terus menginspirasi murid adalah hal yang tak terelakkan untuk memengaruhi masa depan melalui pendidikan.