SETELAH tiga kali menelan kekalahan seusai prestasi buruk di ajang Piala Dunia 2022, pelatih Jerman Dieter-Hans Flick masih merasa yakin Die Mannschaft akan menemukan kembali perbaikan terbaik mereka. Ia hanya melihat faktor runtuhnya kepercayaan diri pemainlah yang menjadi penyebab mengapa tim nasional Jerman hanya mampu membukukan sekali kemenangan dari lima pertandingan uji coba terakhir mereka.
“September nanti akan menjadi penentu perubahan di tim nasional Jerman. Tiga bulan ini akan saya pakai untuk mengevaluasi pemain dan fokus mengembalikan kepercayaan diri para pemain,” ujar Hansi Flick seusai kalah 0-2 dari Kolombia pada pertandingan uji coba, 20 Juni, di Gelkenkirchen.
Pertandingan uji coba melawan Jepang pada 9 September lalu ingin dijadikan momentum kebangkitan kembali Die Mannschaft. Di Wolfsburg, Ilkay Guendogan dan kawan-kawan bersiap untuk menelan tim 'Samurai Biru', sekaligus membalas kekalahan menyakitkan 1-2 yang dialami Jerman di Piala Dunia Qatar.
Namun, Minggu malam itu tidak ada pesta kemenangan yang didapat Die Mannschaft. Para pendukung Jerman yang begitu fanatik justru kembali dibuat kecewa.
Tidak terlihat sama sekali kualitas sepak bola dari negara yang empat kali pernah mengangkat Piala Dunia itu. Leroy Sane, Sergei Gnabry, dan Kai Havertz hanya bisa otak-atik bola dari kaki ke kaki, tetapi nyaris tidak ada ancaman yang diberikan kepada kiper Jepang, Keisuke Osako.
Sebaliknya tim 'Samurai Biru' tampil dengan penuh determinasi dan tujuan yang jelas. Mereka tidak hanya berani langsung masuk ke kotak penalti Jerman, tetapi juga mengancam gawang Marc-Andre ter Stegen. Kalau bukan karena kehebatan kiper asal Barcelona itu, gawang Jerman sudah berulang kali kebobolan. Junya Ito, Koura Mitoma, Ayase Uefa, dan Daichi Kamada bergantian memaksa Ter Stegen berjibaku menyelamatkan gawangnya.
Pelatih Jepang Hajime Moriyasu sepertinya paham bagaimana cara menjinakkan juara dunia empat kali tersebut. Ia biarkan para pemain Jerman masuk ke daerah permainan sambil mengotak-atik bola, tetapi begitu bisa mereka patahkan dengan cepat para pemain Jepang melakukan serangan balik yang mematikan.
Kehilangan jabatan
Sembilan bulan menjelang Euro 2024 dengan penampilan yang sama sekali tidak meyakinkan pantas membuat Persatuan Sepak Bola Jerman (Deutsche Fussball Bund) khawatir. Tidak mengherankan jika setelah kekalahan yang memalukan pada 9 September itu DFB langsung memutuskan untuk memecat Hansi Flick sebagai pelatih.
“Komite sepakat bahwa tim nasional Jerman membutuhkan dorongan baru setelah hasil mengecewakan baru-baru ini. Memasuki Kejuaraan Eropa musim panas mendatang, kami membutuhkan kepercayaan diri dan optimisme mengenai kualitas tim nasional kami,” ujar Presiden DFB Bernd Neuendorf.
“Ini adalah salah satu keputusan tersulit yang harus saya ambil selama saya menjalankan peran ini karena saya sangat menghormati Hansi Flick dan asistennya, baik secara profesional maupun pribadi. Namun, kesuksesan sepak bola ialah hal yang paling penting bagi DFB, itulah sebabnya keputusan ini harus diambil,” tambah Neuendorf.
Hansi Flick menjadi pelatih pertama yang dipecat sejak Otto Nerz pertama kali ditunjuk sebagai pelatih pada 1926. Biasanya pergantian pelatih di Jerman dilakukan secara mulus saat prestasi seorang pelatih sedang menurun. Bahkan, Franz Beckenbauer memutuskan meletakkan jabatannya setelah sukses membawa Die Mannschaft memenangi Piala Dunia 1990.
Keputusan tegas DFB memberikan shock therapy kepada seluruh pemain. Direktur Teknik DFB Rudi Voeller yang ditunjuk sebagai pelatih ad-interim menggunakan kesempatan untuk mengembalikan kebanggaan pemain sebagai bagian dari Die Mannschaft.
Dalam tiga hari, perubahan itu langsung terasa. Para pemain Jerman tampil lebih disiplin dan bermain penuh kesungguhan. Apalagi lawan yang harus dihadapi juara dunia dua kali, Prancis, yang selama ini sulit mereka kalahkan.
Melalui dua gol yang dipersembahkan Thomas Mueller dan Leroy Sane, Jerman membukukan kemenangan penting 2-1 atas Prancis. Itulah yang menjadi modal dasar untuk membangun kembali sepak bola Jerman yang selalu konsisten prestasinya hingga Piala Dunia 2014.
Satu dekade waktu yang terlalu lama bagi Jerman untuk tenggelam dalam prestasi yang tidak membanggakan. Apalagi mereka akan menjadi tuan rumah dalam penyelenggaraan Euro2024.
Momentum
Momentum merupakan hal yang penting dalam membangun sepak bola. Ketika momentum itu bisa didapatkan, kepercayaan diri pemain dan tim akan mudah ditingkatkan. Ketika 11 pemain mampu tampil dengan penuh kepercayaan diri di lapangan, tidak ada yang tidak mungkin untuk bisa diraih.
Tim 'Samurai Biru' merupakan salah satu contoh kesebelasan yang mampu memanfaatkan momentum dengan baik. Setelah kemenangan spektakuler 2-1 atas Jerman pada Piala Dunia 2022, para pemain Jepang makin berkilau, baik ketika bermain untuk klub maupun tim nasional.
Mitoma menjadi bintang andalan di Brighton & Hove Albion. Wataru Endo menjadi jangkar bagi Liverpool. Dengan banyak tampil di kompetisi tingkat tinggi, para pemain Jepang tidak lagi harus minder ketika berhadapan dengan tim sekaliber Jerman sekali pun.
Momentum itulah yang sekarang sedang dimiliki juga oleh sepak bola Indonesia. Setelah keberhasilan memenangi medali emas SEA Games 2023 dengan mengalahkan Thailand 5-2, para pemain Indonesia tahu bagaimana caranya meraih kemenangan dan lebih percaya diri ketika tampil bermain.
Modal tersebut harus mampu dijaga untuk semakin menebalkan rasa percaya diri para pemain. Peran dari psikolog menjadi semakin penting untuk membuat para pemain semakin terpacu meningkatkan kemampuan dirinya.
Pembinaan mental menjadi perhatian utama pembentukan karakter pemain dalam sepak bola Eropa. Tiga hal yang selalu ditekankan pada pemain usia dini ialah kewajiban pemain untuk tidak terjebak dalam urusan uang, perempuan, dan makanan.
Menjadi pemain sepak bola tidak boleh tujuannya mendapatkan uang sebanyak-banyaknya. Kalau itu menjadi tujuan, integritas dan loyalitas pemain akan mudah goyah.
Kedua, kalau mau menjadi pemain hebat, jangan cepat-cepat menikah. Kalau seorang pemain sudah berkeluarga di usia muda, konsentrasinya akan terpecah dengan urusan rumah tangga.
Ketiga, soal makanan. Pemain sepak bola tidak boleh makan sembarangan, apalagi terlalu banyak mengonsumsi karbohidrat dan gorengan. Pemain sepak bola yang baik harus ototnya yang terbentuk, bukan perutnya yang menjadi buncit, apalagi gemuk.