24 March 2023, 05:00 WIB

Mencegah Risiko Sistemis di Sektor Perbankan


Ryan Kiryanto Ekonom dan Associate Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia/LPPI |

HINGGA saat ini, polemik penanganan bank bermasalah di Amerika Serikat (AS) terus bergulir. Lazimnya tindakan kuratif diambil otoritas keuangan ketika satu bank atau lebih mengalami problem serius yang berpotensi risiko sistemis. Berapa pun biaya harus dikeluarkan, otoritas akan memikulnya, ketimbang kerusakan sistem keuangan menjalar dan merontokkan sistem perekonomian.

Contoh itu tepat untuk menggambarkan bagaimana “Troika AS”, terdiri dari The Federal Reserve (bank sentral AS), Treasury (Kementerian Keuangan AS), dan regulator penjamin simpanan federal AS (FDIC) turun tangan bersama sejak kasus Silicon Valley Bank (SVB) terkuak. Itu dilakukan untuk menenangkan masyarakat dan seluruh pemangku kepentingan, terutama deposan.

Salah satu analisis yang mencuat bahwa akar masalah SBV karena faktor risiko dari lingkungan, kenaikan suku bunga acuan oleh The Fed yang agresif dan naik tinggi. Namun, alibi itu bisa dimentahkan sebab hingga saat ini lebih banyak bank yang mampu bertahan dan tetap berkinerja baik di tengah rezim suku bunga tinggi di AS. Jadi, kenaikan suku bunga acuan oleh The Fed tidak bisa dijadikan sebagai causa prima atas masalah SVB.

Memang kematian SVB tergolong cepat karena awalnya SVB mengambil kerugian US$1,8 miliar pada likuidasi obligasi US$21 miliar dari portofolio yang tersedia untuk dijual (available for sale/AFS). SVB kemudian mengumumkan niat mengumpulkan modal US$2,25 miliar untuk menutup kesenjangan tadi. Sehari setelahnya, terlihat arus keluar deposit secara material, dan saham SVB runtuh di bursa.

Tak pelak, dengan kepercayaan publik makin merosot, regulator segera turun tangan untuk menanganinya agar tidak terjadi efek menular ke bank lain. Maklum, ditengarai beberapa bank juga “beroperasi” mirip SVB sehingga menjaga sistem perbankan tetap stabil, sekaligus menjaga kepercayaan masyarakat menjadi prioritas oleh regulator atau otoritas.

Tidak seperti lazimnya, SVB menggunakan jauh lebih banyak basis simpanannya dalam obligasi jangka panjang daripada dalam penyaluran kredit sebagai sumber pendapatan utama. Itu berarti posisi SVB relatif lebih rentan jika dibandingkan dengan kebanyakan bank terhadap kinerja portofolio obligasinya.

Selain itu, portofolio obligasi SVB memiliki komponen pendapatan tetap bertenor atau berdurasi panjang yang besar. Ketika suku bunga naik, nilai portofolio ini turun. Itu akan merusak imbal hasil (yang sedang berjalan) pada portofolio semacam itu. Di bawah tekanan seperti ini, pelepasan obligasi berdampak pada kerugian, yang mengharuskan kebutuhan selanjutnya berupa peningkatan modal agar rasio kecukupan modal tetap memadai. Inilah sejatinya yang dihadapi SVB saat itu yang memaksa otoritas dan pemerintah AS turun tangan.

 

Penanganan segera

Otoritas keuangan AS mengindikasikan risiko yang menimpa SVB ini masuk kategori sistemis sehingga perlu segera dilakukan penanganan terbaik untuk menjaga sistem keuangan tetap berjalan baik sekaligus menjaga kepercayaan publik agar tidak terjadi penarikan dana secara masif (rush out atau bank runs).

Penanganan kasus SVB ini terekam dengan baik dalam pernyataan bersama yang dikeluarkan Troika di atas. Siaran pers berupa pernyataan bersama oleh Departemen Keuangan AS, The Fed, dan FDIC pada 12 Maret 2023 cukup menenangkan masyarakat.

Di Washington DC, pernyataan bersama dirilis Menteri Keuangan Janet L Yellen, Ketua Dewan Federal Reserve Jerome H Powell, dan Ketua FDIC Martin J Gruenberg, bahwa mereka mengambil tindakan tegas melindungi ekonomi AS dengan memperkuat kepercayaan publik terhadap sistem perbankan AS.

Langkah ini akan memastikan bahwa sistem perbankan AS terus melakukan peran vitalnya dalam melindungi simpanan dan menyediakan akses ke kredit kepada rumah tangga dan bisnis dengan cara yang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi yang kuat dan berkelanjutan.

Menkeu Yellen menyetujui tindakan yang memungkinkan FDIC menyelesaikan resolusi di SVB dengan cara yang sepenuhnya melindungi kepentingan deposan. Para deposan memiliki akses ke semua uang mereka mulai Senin, 13 Maret 2023. Tidak ada kerugian yang terkait dengan resolusi SVB yang akan ditanggung wajib pajak.

Namun, dengan tegas Troika mengatakan para pemegang saham dan pemegang utang tanpa jaminan tertentu tidak akan dilindungi. Setiap kerugian pada Dana Penjamin Simpanan untuk mendukung deposan yang tidak diasuransikan akan dipulihkan dengan penilaian khusus pada bank, sebagaimana diwajibkan oleh hukum yang berlaku di AS.

Akhirnya, The Fed akan menyediakan dana tambahan untuk lembaga penyimpanan yang memenuhi syarat untuk membantu memastikan bank memiliki kemampuan memenuhi kebutuhan semua deposannya.

Pernyataan bersama Troika ditimpali lebih meyakinkan oleh Presiden Joe Biden dalam kebijakan khusus tentang “Tindakan untuk Memperkuat Kepercayaan pada Perbankan” pada 12 Maret 2023. Biden berkomitmen meminta pertanggungjawaban mereka yang bertanggung jawab atas kekacauan dan melanjutkan upaya memperkuat pengawasan dan pengaturan bank yang lebih besar sehingga ke depan mereka tidak berada dalam posisi ini lagi.

 

Catatan penutup

Kasus SVB dan bank-bank bermasalah lainnya di AS mengingatkan otoritas keuangan setempat untuk secepatnya melakukan asesmen dan re-asesmen lebih detail terhadap bank-bank lain yang memiliki pola operasional atau model bisnis menyerupai SVB.

Maklum, hingga saat ini masih ada ketakutan dan rasa tidak nyaman bahwa risiko penularan mungkin saja ada. Pada akhirnya, sistem perbankan ialah permainan kepercayaan. Jadi perlu ada jaminan bahwa risiko kerusakan sistem betul-betul terkendali dan berada di level rendah.

Terhadap para pengelola bank pun diingatkan, untuk selalu tunduk dan patuh pada prinsip kehati-hatian tanpa pandang bulu. Membangun sistem manajemen risiko yang andal dan teruji, juga harus dilakukan karena asal-usul dan wajah risiko terus berubah dan sulit dideteksi pada level dini. Praktik tata kelola yang baik (GCG) juga harus ditegakkan dan diimplementasikan secara full commitment.

Pengembangan sistem budaya risiko (risks culture) juga harus dilakukan agar pengelola bank memiliki ketajaman teknikal dan intuisi dalam mendeteksi setiap potensi risiko. Terakhir, para pengelola bank juga haeus menghapus hasrat untuk secepatnya membukukan profit besar yang tidak rasional karena adanya unsur greedy. Harus disadari, menjaga kepercayaan masyarakat (public trust) itu tidak mudah. Itulah sebabnya mengapa kepercayaan dijadikan landasan ideal dan operasional bagi sektor keuangan, khususnya perbankan.

BERITA TERKAIT