08 October 2022, 18:45 WIB

Membangun Kemampuan Literasi di Tengah Era Digital


Ahmad Jayadi, Pranata humas ahli muda Kementerian PUPR |

JAKARTA sebagai ibu kota negara baru saja punya ruang terbuka baru yang fungsinya juga diperuntukkan sebagai perpustakaan di ruang terbuka, yang dikenal dengan nama Taman Literasi Martha Christina Tiahahu. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan saat meresmikan taman literasi tersebut mengatakan, sebagai ruang ketiga di Jakarta, diharapkan dapat memberikan ruang serta energi yang menginspirasi anak muda Jakarta untuk membudayakan literasi dalam kesehariannya. 

Literasi menurut The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) adalah seperangkat keterampilan nyata, terutama keterampilan dalam membaca dan menulis yang terlepas dari konteks yang mana ketrampilan itu diperoleh serta siapa yang memperolehnya.

Harapan membudayakan literasi tersebut tentu merupakan suatu tantangan tersendiri di tengah gaya hidup informasi digital, yang membuat orang-orang semakin jauh dari kebiasaan membaca terutama membaca buku dalam bentuk tercetak. UNESCO menyebutkan minat baca masyarakat Indonesia hanya 0,001%. Artinya dari 1.000 orang Indonesia hanya satu yang gemar membaca.

Berdasarkan survei Program for International Student Assessment (PISA) yang di rilis Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) pada 2019, Indonesia menempati peringkat ke 62 dari 70 negara, atau merupakan 10 negara terbawah yang memiliki tingkat literasi rendah.

PISA diinisiasi oleh Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD). PISA adalah studi untuk mengevaluasi sistem pendidikan yang diikuti oleh lebih dari 70 negara di seluruh dunia. Setiap 3 tahun, murid-murid berusia 15 tahun dari sekolah-sekolah yang dipilih secara acak, menempuh tes dalam mata pelajaran utama yaitu membaca, matematika dan sains.

Pembenahan 

Berdasarkan data tersebut, menunjukkan persoalan literasi masih menjadi hal yang harus dibenahi di Indonesia. Padahal buku memegang peranan sangat vital bagi kehidupan manusia dari awal peradaban hingga kini yang sering disebut sebagai jendela dunia. Buku merupakan fondasi dasar bagi manusia untuk mengembangkan kemampuan literasinya, tak terkecuali untuk cakap dalam literasi digital.
 
Membangun kebiasaan atau budaya membaca bagi setiap individiu hendaknya dimulai dari keluarga. Kurangnya peran orang tua dalam pengawasan dan penanaman kebiasaan membaca dan menulis pada anaknya juga salah satu faktor merosotnya budaya literasi. Padahal lingkungan keluarga terutama orang tualah yang dianggap mempunyai peran besar dalam membimbing anaknya untuk menanamkan budaya membaca dan menulis.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mendefinisikan 'kebiasaan' adalah sesuatu yang biasa dilakukan. Kebiasaan juga berarti pola untuk melakukan tanggapan terhadap situasi tertentu yang dipelajari oleh seorang  individu dan pengaruh pengalaman dan keadaan lingkungan sekitar. Karena itu kebiasaan dapat dibina dan  ditumbuhkembangkan. Sedangkan membaca menurut KBBI merupakan proses melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis. 

Kemampuan membaca pada diri seseorang bukan jaminan bagi terciptanya kebiasaaan membaca. Hal itu karena kebiasaan membaca juga dipengaruhi oleh faktor lainnya; salah satunya faktor eksternal seperti ketersediaan bahan bacaan pada lingkungan keluarga dan lingkungan  pendidikan, dalam hal ini guru dan  perpustakaan. Perpustakaan menjadi fokus sentral dalam hal akses ke bahan bacaan karena masyarakat menaruh harapan besar pada lembaga ini untuk menyediakan informasi yang mereka butuhkan.

Hal inilah yang tentunya diharapkan oleh Pemerintah Daerah DKI Jakarta. Kehadiran Taman Literasi Martha Christina Tiahahu bisa menciptakan lingkungan yang mendukung para keluarga untuk memenuhi kebutuhan dalam upaya membangun budaya membaca, terutama untuk anak-anak. Diharapkan taman sebagai pusat literasi dapat menjadi terobosan, dengan mengundang penulis-penulis buku dari seluruh kalangan untuk berkumpul ke taman literasi. Dengan begitu mereka bisa berbagi cerita di balik gagasan karyanya kepada masyarakat.

Literasi digital

Literasi sudah menjadi bagian dari kehidupan dan perkembangan manusia, dari zaman prasejarah hingga era digital saat ini. Perkembangan penggunaan teknologi, informasi, dan komunikasi dunia digital yang terwujud dalam internet merupakan perwujudan literasi digital, yakni penggunaan perangkat teknologi, informasi dan komunikasi dalam mengakses, mengaryakan, hingga mendistribusikan informasi. 

Di tengah derasnya arus informasi digital, kemampuan untuk menggunakan teknologi sebijak mungkin demi menciptakan interaksi dan komunikasi yang positif. Literasi digital akan menciptakan sebuah tatanan masyarakat dengan pola pikir dan pandangan yang kritis-kreatif. Dengan demikian mereka tidak akan mudah tertipu sesuatu yang berbasis digital seperti menjadi korban informasi hoaks.

Menurut UNESCO (2011), literasi digital adalah kecakapan (life skills) yang tidak hanya melibatkan kemampuan penggunaan perangkat teknologi, informasi dan komunikasi, tetapi juga melibatkan kemampuan untuk dalam pembelajaran bersosialisasi, sikap berpikir kritis, kreatif, serta inspiratif sebagai kompetisi digital.

Dilansir dari tulisan berjudul Manfaat Literasi Digital Bagi Masyarakat dan Sektor Pendidikan Pada Saat Pandemi Covid-19 (2020) karya Eti Sumiati dan Wijonarko, literasi digital telah membawa banyak manfaat bagi kehidupan masyarakat. Manfaat tersebut di antaranya membantu kegiatan mencari dan memahami informasi dapat menambah wawasan individu, meningkatkan kemampuan individu untuk lebih kritis dalam berpikir serta memahami informasi, menambah penguasaan kosa kata individu dari berbagai informasi yang dibaca, meningkatkan kemampuan verbal individu, meningkatkan daya fokus serta konsentrasi individu, serta menambah kemampuan individu dalam membaca, merangkai kalimat, serta menulis informasi.

Untuk membangun literasi digital di masyarakat tentu harus diperkuat fondasinya melalui kemampuan literasi dasar dalam membaca dan menulis, yang berkaitan erat dengan kebiasaan membaca buku. Karena informasi yang ada di buku tentunya lebih dapat dipertanggung jawabkan sebab telah melalui sejumlah prosedur penerbitan seperti penyuntingan dan penerbitan izin. 

Dengan terbangunnya literasi digital diharapkan akan tercipta tatanan masyarakat dengan pola pikir dan pandangan yang kritis serta kreatif. Anggota masyarakat tidak akan mudah termakan oleh isu yang provokatif dan menjadi korban informasi hoaks atau korban penipuan yang berbasis digital. 

BERITA TERKAIT