KAZAKHSTAN belakangan ini diributkan oleh demonstrasi-demonstrasi berdarah. Massa menuntut pemerintahan saat ini mundur karena dianggap telah bertindak otoriter dan tidak demokratis. Fenomena itu menarik untuk kita simak karena menyangkut juga adanya warga negara Indonesia (WNI), walau jumlahnya tak banyak, yang saat ini berada di negara tersebut.
Dubes RI untuk Kazakhstan Fadjroel Rachman melarang WNI ambil bagian dalam konflik politik dalam negeri tersebut dan diminta tetap tinggal di tempat. Di era Uni Soviet, Kazakhstan merupakan negara bagian yang tidak terpisahkan dari negeri itu. Namun, setelah adanya glasnost dan perestroika yang ternyata gagal, Kazakhstan memisahkan diri dari Rusia yang juga pecahan dari Uni Soviet dan berdiri sebagai sebuah negara merdeka.
Walaupun demikian, Kazakhstan tetap merupakan mitra strategis untuk Rusia, terutama dalam bidang pertahanan dan angkasa luar. Program-program pertahanan angkasa luar Rusia masih sangat bergantung kepada Kazakhstan karena pusat peluncuran roket-roket mereka saat ini masih tetap bergantung kepada Cosmodrome Baikonur di Kazakhstan. Tanpa Cosmodrome tersebut, Rusia tidak mungkin meluncurkan roket-roket atau stasiun-stasiun angkasa luar, bahkan satelit-satelit sekecil apa pun.
Tragedi Stasiun Angkasa Luar MIR
Ketika terjadi transisi politik di Uni Soviet akibat adanya glasnost dan perestroika yang membuat status negara bagian Kazakhstan tidak jelas, Cosmodrome Baikonur menjadi vakum tidak berfungsi. Karena itu, membuat tak ada roket yang dapat tinggal landas. Hal inilah berdampak terkatung-katungnya penjemputan kembali kosmonot-kosmonot yang selesai bertugas di Stasiun Ruang Angkasa MIR.
Akibatnya, pasokan makanan untuk mereka terhenti sehingga para kosmonot tersebut tewas kelaparan di angkasa luar. Setelah kondisi transisi selesai teratasi dengan akibat Kazakhstan memisahkan diri dari Rusia dan hubungan diplomatik normal kembali, barulah dapat diadakan pembicaraan mengenai status Cosmodrome Baikonur. Cosmodrome tersebut ternyata statusnya menjadi milik Kazakhstan dan bila Rusia akan menggunakan fasilitas tersebut, itu harus berdasarkan kondisi sewa kontrak.
Ketika Rusia meluncurkan roket berawak untuk menjemput kosmonot-kosmonot yang tertinggal di MIR, ternyata yang dapat dibawa kembali hanyalah jenazah-jenazah mereka. Peristiwa tersebut di atas telah memukul dunia program angkasa luar Rusia untuk beberapa saat hingga situasi menjadi normal kembali. Kini, ketergantungan program angkasa luar Rusia tetap berada kepada berfungsinya Cosmodrome Baikonur.
Akibat adanya kerusuhan di dalam negeri, saat ini berdampak tidak berfungsinya Cosmodrome tersebut. Karena itu, otomatis program angkasa luar Rusia mandek lagi entah berapa lama karena tergantung kondisi dalam negeri Kazakhstan. Beruntung dalam perusakan fasilitas-fasilitas umum dan pemerintah yang terjadi di beberapa kawasan di Kazakhstan belum merembet ke daerah Baikonur, tempat fasilitas Cosmodrome berada.
Sebab kerusuhan
Perlombaan menguasai ruang angkasa antara Uni Soviet dan Amerika Serikat sejak era 60-an sudah berlangsung dengan sengit. Amerika Serikat pada awalnya tertinggal jauh dari Uni Soviet. Peluncuran satelit pertama Sputnik oleh Uni Soviet menggemparkan dunia. Kemudian disusul dengan Laika, anjing yang jadi hewan pertama mengorbit Bumi berhasil diluncurkan. Kondisi yang membuat Amerika Serikat panik dan terpukul ialah suksesnya manusia pertama dari Uni Sovyet yang berhasil mengorbit Bumi, Letkol Penerbang Yuri Gagarin, yang disusul kosmonot Adrian Nikolayev.
Dalam situasi 'panik', Amerika Serikat melalui NASA meluncurkan astronot Laksama Muda Angkatan Laut Alan B Shepard Jr yang berhasil melakukan penerbangan suborbital mengelilingi Bumi jauh dari prestasi Yuri Gagarin. Perlombaan tersebut terus berlangsung hingga Amerika Serikat tancap gas berhasil merampungkan program Apollo yang dengan sukses mengirimkan manusia pertama menginjakkan kakinya di permukaan Bulan, astronot Neil Armstrong.
Walaupun demikian, Uni Soviet tidak mau mengalah dan menyatakan bagi mereka pendaratan di Bulan bukanlah masalah lagi sebab sasaran dan tujuan mereka sekarang ialah planet Mars. Melalui Cosmodrome Baikonur, diluncurkanlah roket Soyuz yang membawa robot yang akan menyelidiki Mars sebelum manusia diterjunkan di sana. Sejauh berita yang ada saat ini, kawasan ibu kota Nursultan sudah mulai membaik. Demikian pula kota-kota lain, seperti Atyram, Almaty, Burnaby, bahkan Baikonur dalam keadaan aman.
Kekuatan-kekuatan oposisi yang bermaksud menggulingkan kepemimpinan Presiden Kassym-Jomart Tokayev ternyata tetap mempertahankan agar gerakan-gerakan mereka tidak menyentuh Baikonur serta Cosmodrome. Bila kita melihat betapa sengitnya perlombaan penguasaan angkasa luar antara Rusia dan Amerika Serikat saat ini, salah satu usaha ‘Negeri Paman Sam’ ialah melakukan konspirasi dan provokasi di dalam negeri Kazakhstan. Targetnya ialah agar pemerintahan di sana berubah menjadi suatu pemerintahan yang pro Amerika Serikat dan bukan Rusia.
Tujuannya agar Rusia tidak dapat lagi menggunakan fasilitas Cosmodrome Baikonur sehingga proyek-proyek angkasa luar Rusia menjadi macet total bahkan terhenti. Itu karena Rusia sampai saat ini tidak mempunyai fasilitas peluncur roket ruang angkasa sendiri. Mereka masih bergantung pada Cosmodrome Baikonur. Ironis memang situasi Rusia, sedangkan Amerika Serikat (NASA) masih tetap menggunakan fasilitas angkasa luarnya di Cape Kennedy, Florida.
Bahkan, kini, peranan NASA disaingi badan ruang angkasa swasta yang dimiliki bilyuner-bilyuner Amerika, seperti Jeff Bross CS. Mereka saat ini sudah dapat mengadakan wisata angkasa luar menggunakan roket khusus dalam program SpaceX. Siapa pun, asalkan bertubuh sehat dan sudah barang tentu punya uang banyak, dapat membeli tiket untuk terbang ke angkasa luar sebagai wisatawan selama kurang lebih 3 jam pulang pergi.
Dengan kondisi seperti ini, walaupun pastinya ada pertimbangan-pertimbangan khusus lainnya, Rusia tidak ingin program angkasa luarnya terhenti karena sebagaimana pendapat para cendekiawan mancanegara, hari depan umat manusia berada di angkasa luar, bukan di Bumi. Itulah salah satu pertimbangan mengapa Rusia segera mengirimkan ribuan pasukannya dan tank-tank berat ke Kazakhstan dengan tujuan mempertahankan pemerintahan presiden yang pro Rusia agar tetap berkuasa.
Adakah campur tangan Badan Intelijen Amerika Serikat (CIA) di sana? Menurut hemat penulis, hal tersebut bisa saja terjadi karena sangat kecil kemungkinan bila penyebab meletusnya demonstrasi masif hanya disebabkan kenaikan harga BBG (bahan bakar gas). Tanpa adanya konspirasi atau provokasi yang dilakukan, katakanlah CIA, mustahil demontrasi yang terjadi dapat meluas sedemikian cepat dan masif.
Keputusan politik yang diambil Dubes Fajroel Rachman agar WNI jangan ikut-ikutan dalam konflik politik dalam negeri Kazakhstan sangat bijaksana dan tepat. Terlebih, hal itu sesuai dengan arahan dari pemerintah Indonesia. Prioritas utama bangsa Indonesia saat ini ialah mengalahkan invasi covid-19 dengan varian barunya, omikron, dan pemulihan ekonomi dalam negeri agar bangsa dan rakyat dapat hidup normal kembali. Insya Allah.