HEMPASAN badai pandemi covid-19 yang telah berjalan lebih dari setahun memang terbukti berpengaruh kepada seluruh sektor, tidak terkecuali pada bidang pendidikan. Regulasi pemerintah dan kondisi lapangan, mengharuskan setiap insitusi pendidikan untuk menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar secara daring sejak awal mula hadirnya pandemi.
Seluruh stakeholder pendidikan mulai dari pendidik, pelajar/mahasiswa, orang tua, pemerintah serta lembaga pengelola pendidikan mendadak secara cepat harus menguasai berbagai teknologi untuk mendukung sistem pembelajaran ini. Walaupun sistem pembelajaran daring memang bukan hal yang baru di industri pendidikan, namun sebelum hadirnya pandemi masih sangat minim sekali institusi pendidikan yang menyelenggaran pendidikan secara daring.
Prof Nizam, Dirjen Pendidikan Tinggi Kemendikbud dalam seminar internasional bertajuk The Future of Indonesia Higher Education throughout Covid-19 and Beyond, Selasa (20/10), menyatakan bahwa sekitar 4.000 intitusi pendidikan tinggi di Indonesia memberlakukan sistem pembelajaran daring. Hal ini membuat setidaknya 300.000 dosen dan lebih dari 7 juta mahasiswa juga berpartisipasi dalam sistem ini.
Perubahan besar-besaran tersebut membuat penyelenggara dituntut untuk dapat berstrategi agar materi ajar tetap dapat disampaikan dengan baik. Sehingga setiap capaian pembelajaran dapat tercapai. Namun pelaksanaannya tidak semudah yang dibayangkan, apalagi bagi penyelenggara pendidikan vokasi, yang mengandalkan praktikum sebagai pilar pembelajaran yang utama untuk mengasah aspek skill atau kemampuan mahasiswa.
Melalui sistem pembelajaran daring yang tidak terjadi pertemuan fisik antara mahasiswa dan dosen, membuat interaksi menjadi sangat terbatas. Hal ini membuat suasasna belajar menjadi membosankan bagi mahasiswa dan sangat melelahkan bagi para pengajar.
Tidak sama
Di pertengahan 2021, tornado pandemi belum juga hilang malah semakin parah. Hal ini membuat sistem pembelajaran daring masih tetap harus digunakan, dan dianggap sebagai satu-satunya metode penyampaian materi yang paling memungkinkan. Namun, kondisi yang terjadi di lapangan sudah tidak lagi sama dengan saat awal masa pandemi. Dalam berbagai kesempatan mahasiswa kerap menyampaikan keluhan dan kendala saat melakukan pembelajaran secara daring. Mulai dari permasalahan pada sinyal, sampai dengan kebosanan yang melanda jika harus menatap layar gawai dalam waktu yang lama.
Tantangan-tantangan yang timbul membuat penyelenggara pendidikan tinggi harus memutar otak agar pembelajaran tetap menarik dan menyenangkan agar partisipasi mahasiswa tetap terjaga. Dalam hal ini, kemampuan penyelenggara pendidikan melalui para dosen dalam membuat format-format pembelajaran baru menjadi sangat penting. Di sinilah jiwa dan cara pikir kewirausahaan (entreprenueurial mindset) mengambil peran.
Salah satu karakertistik entrepeneurial mindset adalah kemampuan berpikir outside of the box atau kemampuan berpikir secara tidak konvensional. Para pendidik dituntut untuk dapat berinovasi. Selain itu mengasah kreativitas di tengah segala keterbatasan dan hambatan yang ada, serta dapat menarik sebuah kesempatan dalam setiap keterbatasan tersebut.
Dosen-dosen dalam pengawasan pengelola pendidikan dapat mengorkestrasi kelas dengan berbagai hal yang kreatif, dan dinilai cukup efektif dalam menyampaikan materi pembelajaran kepada mahasiswa. Kelas yang bentuknya pengajaran kovensional harus ditinggalkan. Beberapa bentuk kelas yang dapat dilakukan di antaranya;
1. Kelas berbasis proyek
Bentuk pembelajaran ini berfokus pada mahasiswa, dosen hanya berperan sebagai fasilitator. Mahasiwa dituntut untuk menyelesaikan sebuah proyek dengan target penguasaan kompetensi tertentu, misalnya saja, membuat sebuah video story telling, membuat proyek bisnis kecil, dan lain lain. Untuk menyelesaikan proyek ini mahasiswa dapat melakukan berapa kegiatan, seperti riset literatur, wawancara, diskusi kelompok serta membuat luaran-luaran menarik seperti video, poster dan sebagainya.
2. Kelas berbasis talk show
Bentuk pembelajaran ini lagi-lagi berfokus pada mahasiwa. Mereka diajak untuk bersimulasi seolah-olah sedang menyaksikan sebuah acara di televisi dalam format talk show, yang dibawakan oleh mahasiwa, untuk mahasiswa dengan narasumber-narasumber yang dekat dengan para mahasiswa sebagai dosen tamu, tanpa melupakan esensi pembelajaran.
3. Kelas berbasis media sosial
Mahasiswa yang saat ini adalah generasi Z sangat menyukai dan menguasai sosial media. Para pendidik harus dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman. Kelas dapat disampaikan melalui plaform yang lebih kekinian, misalnya Instagram live atau bahkan TikTok yang kini semakin populer. Hal ini juga dapat bermanfaat untuk branding kampus, sehingga dapat dikenal masyarakat luas.
Kegiatan-kegiatan tersebut juga dapat dikaitan dengan kegiatan tridharma perguruan tinggi yang dilakukan oleh dosen; yakni pendidikan, penelitian serta pengabdian kepada masyarakat. Mahasiswa dilibatkan langsung di dalam kegiatan-kegiatan tersebut, sehingga merasa memiliki dampak yang lebih nyata dalam perkuliahan. Disaat yang bersamaan luaran-luaran dalam berbagai kegiatan ini dapat digunakan sebagai nilai tambah dalam akreditasi perguruan tinggi nantinya.
Dengan melakukan terobosan-terobosan kreatif dan inovatif tersebut, tingkat partisipasi mahasiswa diharapkan dapat lebih tinggi. Mengingat pentingnya ketercapaian dari capaian pembelajaran bagi pengetahuan, kemampuan, dan juga sikap mahasiswa sebagai calon pemimpin masa depan.