JELANG Ramadan, sebagian wilayah Ibu Kota Nusantara (IKN) terendam
banjir. Tinggi muka air mencapai 30 cm.
Beberapa warga lokal mengeluhkan tempat tinggal yang terendam. Para petani juga mengaku menderita kerugian akibat sawah mereka gagal panen.
Peristiwa itu menjadi sorotan masyarakat. Pasalnya salah satu alasan Presiden Jokowi memindahkan ibu kota, karena Kecamatan Sepaku, di Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), itu, dinilai bebas bencana.
Menanggapi hal itu, Ketua Gerakan Putera Asli Kalimantan (Gepak Kuning)
Kalimantan Timur, Suriansyah menjelaskan, Pulau Kalimantan merupakan pulau yang memiliki ratusan ribu aliran air berbentuk sungai dan
anak sungai. Fenomena banjir yang terjadi sepekan sebelum Ramadan di IKN, bukanlah bencana alam, melainkan naiknya air laut melalui jalur sungai yang bersifat sementara.
"Semua pusat pemukiman dan pemerintahan di Pulau Kalimantan sebagian besar berada di daerah aliran sungai. Penduduk Pulau Kalimantan sudah pasti sangat paham terdapat ratusan bahkan ribuan sungai mulai dari sungai besar, anak sungai, bahkan yang sekarang parit dulunya mungkin sebuah sungai," paparnya, Minggu (26/3).
Dia menjelaskan, semua sungai di Kaltim bermuara ke laut. Air laut selalu mengikuti fenomena pasang surut akibat pengaruh bulan.
Pada saat terjadi hujan dan air laut dalam kondisi surut maka air akan langsung mengalir masuk ke laut. Namun apabila terjadi hujan kemudian di laut terjadi pasang, maka air dari daratan akan tertahan sementara di daratan.
"Air yang tertahan ini menjadi banjir. Setelah laut mengalami surut maka air yang tertahan ini akan langsung mengalir ke laut atau kita kenal terjadinya surut," imbuhnya.
Suriansyah mengungkapkan, hampir semua daerah di Pulau Kalimantan pernah mengalami banjir. Hal itu yang mendasari nenek moyang leluhur masyarakat Kalimantan membuat rumah panggung. Bahkan zaman dulu ada rumah dengan tinggi panggung hingga 8 meter.
"Saya ini asli Kalimantan. Nenek moyang dulu membuat rumah panggung dengan ketinggian hampir 4 meter, bahkan ada yang mencapai 8 meter. Tujuannya agar rumah mereka tidak terendam air pada saat terjadi banjir atau pasang," ungkapnya.
Dia menambahkan, daerah aliran sungai (DAS) wilayah IKN berada di Sepaku. Pada saat terjadi peningkatan curah hujan berpengaruh pada
pasangnya air laut, yang kemudian arus air sungai menuju laut akan tertahan sementara.
"Saya yakin baik pemerintah daerah maupun pusat sudah paham fenomena itu, sehingga dalam pembangunan IKN dibuat program pembangunan bendungan dan embung sebagai sarana penampungan air termasuk di dalamnya program normalisasi sungai untuk mencegah banjir di IKN," paparnya.
Karena itu, tandasnya, tidak ada alasan menunda pembangunan IKN karena banjir.
Kota hijau
Sementara itu, Deputi Bidang Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Badan Otorita IKN, Myrna Asnawati Safitri menyebutkan salah satu konsep IKN adalah kota spons. Konsep tersebut dikembangkan untuk meningkatkan peresapan air, sehingga mampu mengurangi bahaya banjir dan meningkatkan kualitas dan kuantitas air.
"Konsep IKN adalah Kota Hijau, Berkelanjutan dan Resilien. Hutan tropis
sebagai penyerap karbon dan kawasan urban yang terkontrol untuk meminimalkan emisi. Integrasi koridor hijau dan biru untuk meningkatkan penyerapan serta tata letak kota untuk mengurangi limpasan air," pungkasnya. (N-2)