MENYIKAPI kasus difteri yang tengah mewabah di beberapa kabupaten/kota di Jawa Barat (Jabar), Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung terus melakukan pengawasan dan pemantauan. Apalagi cara penularannya serupa dengan Covid-19 yakni melalui droplet (air liur) saat berbicara, bersin atau batuk.
"Hal terpenting yang harus dilakukan adalah mencegah difteri menjadi wabah di Kota Bandung. Difteri merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium," kata Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bandung, dr Ira Dewi Jani, Rabu (1/3).
Menurut Ira, imunisasi itu dapat mencegah difteri bermanifestasi. Sehingga meski potensi tertular itu tetap ada tapi tidak menimbulkan manifestasi klinis atau saat anak tertular atau bergejala tidak menimbulkan komplikasi yang hebat atau kematian.
Selain itu, hal penting lainnya untuk masyarakat adalah cara mendeteksi gejala difteri sedini mungkin meski diakui bagi masyarakat umum memang agak sulit untuk mendeteksi karena gejala atau keluhan yang dialami pasien. Sebab keluhan pasien difteri bisa beragam, seperti demam, nyeri saat menelan, sesak nafas, dan batuk pilek.
"Gejala-gejala tersebut karena kuman difteri membentuk selaput berwarna abu keputihan di tenggorokan pasien. Itu yang menyebabkan sakit tenggorokan dan jika sudah parah bisa mengganggu pernafasan, atau berliur terus. Jika menemui gejala tersebut sebaiknya pasien langsung dibawa ke faskes terdekat," ujarnya.
Lebih jauh, Ira mengatakan selama 2023 ini pihaknya menerima laporan adanya dua kasus suspek difteri klinis. "Namun setelah dilakukan pemeriksaan, hasilnya negatif," jelasnya.
Ira menambahkan, difteri bisa dicegah dengan imunisasi DPT (difteri, pertusis, dan tetanus) pada saat anak usia di bawah satu tahun dan akan diulangi lagi saat usia sekolah. "Untuk anak berusia di bawah satu tahun, imunisasi DPT-nya bisa sampai tiga kali, yakni pada saat anak berusia dua bulan, tiga bulan dan empat bulan," terangnya. (OL-15)