DIREKTUR Eksekutif Indonesian Resources Study (IRESS), Marwan Batubara mengkritik keras langkah PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) yang membeli saham perusahaan pesaingnya, PT Jembatan Nusantara (JN), pada Februari 2022 lalu. Pembelian tersebut mencapai Rp1,3 triliun.
Dengan pembelian ini, ASDP menguasai 100% saham PT Jembatan Nusantara berikut 53 kapal yang mereka kelola. Setelah akuisisi ini, jumlah kapal feri ASDP menjadi 219 unit.
"Pembelian saham PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP itu harus dibongkar dan harus dilawan, karena tidak transparan. Itulah yang dipersoalkan karena diduga ada kongkalikong untuk cari rente," kata Marwan, Kamis (1/12).
Dia menduga akuisisi ini melahirkan banyak kecurigaan. Pasalnya terdapat banyak kejanggalan di dalamnya. Di antara kejanggalan itu adalah banyaknya kapal PT JN yang tidak layak. Dari 53 kapal, hampir semuanya berusia di atas 20 tahun. Bahkan ada 30 kapal yang tak bisa berlayar karena rusak atau izin trayeknya kedaluwarsa. Oleh karenanya, harga pembelian ASDP diduga kemahalan
Ini belum lagi setelah akuisisi, ASDP juga harus menanggung utang Jembatan Nusantara sebesar Rp116,2 miliar yang bakal jatuh tempo pada Desember tahun ini. Beban ini belum termasuk utang Rp83 miliar yang harus dibayarkan dari hasil pembelian saham perusahaan itu.
Marwan mengungkapkan banyaknya permainan dalam pembelian saham perusahaan swasta oleh BUMN. Terutama dalam pengaturan harga.
"Kalau aset BUMN dijual dibeli swasta, dibeli murah. Kalau nanti yang beli BUMN, yang jual swasta, maka dijual mahal. Itu biasa. Itu mark up. Jadi sudah ada di situ itu intinya," jelasnya.
Pengusutan
Oleh karenanya, Marwan meminta agar saat ini pihak-pihak berwenang, mulai dari penegak hukum maupun DPR membongkar pembelian saham PT JN oleh ASDP tersebut.
"Sekarang kalau ada yang tanya apakah kemahalan, maka kita minta supaya ada semacam audit dulu, ada investigasi tentang harga. Kemudian ada pengungkapan info atau transparansi prosesnya seperti apa. Jangan tiba-tiba membeli seolah-olah ini menguntungkan BUMN. Padahal merugikan. Di situ yang kita khawatirkan kan ada kongkalikong," kata Marwan.
"Kita tahu misalnya ada sistem di BUMN, tapi ketika sudah ada intervensi, maka seringkali semua itu tidak berjalan dengan baik. Oleh karenanya di sini harus ada pihak yang berani membongkar misalnya DPR, penegak hukum juga bisa," tegasnya.
Bahkan, Marwan menyarankan agar publik, termasuk Serikat Pekerja di BUMN untuk turut mendorong pengungkapan akuisisi tersebut.
"Selain KPK, Kejaksaan, publik juga bisa ikut mendorong membongkar ini. Misalnya serikat pekerja, mahasiswa, dan buruh. Tapi kan kebanyakan orang takut untuk bersuara ya. Padahal ini sangat perlu didukung sehingga BUMN tidak mengalami kerugian atau bahkan jadi bangkrut," tandasnya. (N-2)