28 November 2022, 19:23 WIB

UMP Sumsel Naik 8,25 Persen


Dwi Apriani |

PEMERINTAH Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel), Senin (28/11) mengumumkan besaran upah minimum provinsi (UMP) 2023 sebesar Rp3.404.177,24. Jumlah ini naik 8,26 persen dibanding UMP 2022 yang sebesar Rp3.144.446.

Hal tersebut tertuang dalam Surat Keputusan Gubernur Sumsel Nomor 877/KPTS/Disnakertrans/2022 tentang UMP Provinsi Sumsel tahun 2023. "Kenaikan ini hanya 8,26 persen dari batas tertinggi UMP 2023 yang ditetapkan pemerintah pusat yakni 10 persen. Jadi UMP Sumsel untuk 2023 sebesar Rp3.144.446," ucap Sekretaris Daerah Provinsi Sumsel, Supriono.

Ia menjelaskan penetapan dan keputusan besaran UMP ini dilakukan oleh dewan pengupahan. Pihaknya hanya mengumumkan saja.

"Kenaikan ini menyesuaikan perkembangan tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi di Sumsel. Pemprov Sumsel memiliki kewajiban untuk mengumumkan. Ketetapan ada SK Gubernur tapi produknya (besaran UMP) dari Dewan Pengupahan," jelasnya.

Supriono mengungkapkan, besaran UMP yang diputuskan ini akan menjadi acuan bagi kabupaten dan kota di Sumsel. Namun sejauh ini, ada beberapa kabupaten dan kota yang sudah memiliki UMP diatas UMP Sumsel, yakni Kota Palembang, Banyuasin, Musi Banyuasin (Muba), Musi Rawas (Mura) Ogan Komering Ulu Timur (OKUT), dan Muara Enim.

"Bagi perusahaan yang menerbitkan lebih tinggi dari ketetapan UMP Sumsel tersebut, dilarang menurunkan upah. Jika kedapatan ada yang menurunkan upah tersebut, maka dapat dikenakan sanksi," jelasnya.

Ketua Apindo Sumsel, Sumarjono Saragih mengatakan, pihaknya menolak tegas kenaikan UMP yang telah diumumkan Pemprov Sumsel. Sebab menurut mereka, kenaikan UMP tersebut dinilai cacat hukum.

Selain itu, pihaknya merasa tidak dilibatkan dalam penetapan UMP."Penetapan UMP ini semakin komplek sebab penetapan menyalahi aturan karena berdasarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) nomor 18/2022 tentang Penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2023. Dan bukan berdasarkan PP 36/2021," kata Sumarjono.

Padahal, kata dia, penetapan keputusan tidak boleh berdasarkan aturan lebih rendah. Selain itu, yang menjadi sorotan adalah UMP ditetapkan sepihak oleh pemerintah. "Kami dewan pengupahan tidak diundang dan hanya dinas. Padahal, penetapan UMP ini harusnya melalui mekanisme dewan pengupahan," jelasnya.

Kenaikan UMP juga tak sepenuhnya diterima kaum buruh. Sebab, besaran kenaikan tersebut tak sesuai dengan tuntutan buruh yang menginginkan kenaikan UMP sebesar 13 persen.

"Tuntutan kami UMP 2023 bisa naik sebesar 13 persen. Keputusan Gubernur yang baru diumumkan itu kan hanya mengikuti kebijakan pusat saja. Harusnya Gubernur bisa berani membuat kebijakan sendiri untuk menaikkan UMP lebih tinggi lagi," kata Ketua DPC FSB Nikeuba Kota Palembang, Hermawan.

Ia mengatakan, tuntutan kenaikan UMP yang diajukan kaum buruh terbilang wajar. Sebab, sudah berdasarkan dengan kebutuhan hidup layak yang saat ini terus mengalami kenaikan.

"Harga-harga barang sudah banyak yang mengalami kenaikan pasca kenaikan harga BBM. Tuntutan kami itu bukan menaikkan UMP, tapi penyesuaian terhadap kondisi ekonomi masyarakat saat ini," terangnya. (OL-15)

BERITA TERKAIT