PRODUKSI padi di Provinsi Kalimantan Selatan yang merupakan salah satu daerah penyangga pangan nasional mengalami penurunan signifikan hingga 30 persen. Penyebab utama anjloknya produksi padi Kalsel antara lain bencana banjir yang berlangsung lama dan serangan hama.
Data Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura (TPH) Provinsi Kalsel mencatat produksi padi Kalsel pada 2022 ini diperkirakan berada pada 873.130 ton gabah kering giling (GKG) atau setara 573.559 ton beras. Dengan kebutuhan konsumsi masyarakat sebesar 511.386 ton, maka produksi beras Kalsel hanya mengalami surplus sebesar 62.173 ton.
Meski surplus, produksi padi Kalsel ini mengalami penurunan signifikan dari tahun-tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 1,1 juta ton. Dimana Kalsel mengalami surplus hingga 500 ribu ton lebih dan menjadi salah satu provinsi penyangga pangan nasional dengan produksi utama jenis padi lokal siam.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan Kalsel, Faturahman mengatakan kondisi penurunan produksi padi dan tanaman pangan lain ini harus menjadi perhatian serius pemerintah. "Jika tidak segera ditangani maka dapat mengancam ketahanan pangan di daerah. Terlebih jika melihat laju
pertumbuhan penduduk, luas lahan pertanian yang terganggu serta komitmen Kalsel menjadi penyangga pangan IKN," tuturnya.
Sementara data BPS Kalsel menunjukkan angka lebih kecil dimana produksi beras Kalsel pada 2022 hanya 516 ribu ton dengan surplus 42 ribu ton. Luas lahan pertanian yang dipanen juga menurun 258 ribu hektare atau separuh dari luas pertanian Kalsel keseluruhan.
Sekretaris Dinas TPH Kalsel, Imam Subarkah, Senin (14/11) mengakui terjadinya penurunan produksi padi Kalsel yang cukup signifikan. "Hal utama disebabkan dampak banjir selama tiga tahun terakhir melanda Kalsel. Banjir menyebabkan lahan sawah petani tidak bisa ditanami,"
ungkapnya.
Penurunan luas tanam padi di Kalsel akibat banjir sekitar 30% (kurang lebih 100.000 ha) dari musim tanam normal seluas 300.000 hektare. Ditambahkan Imam, banjir juga berpengaruh pada rusaknya infrastruktur lahan seperti saluran irigasi dan jalan usaha tani.
Kepala Dinas Pertanian, Hulu Sungai Selatan, M Noor, mengatakan kondisi iklim La Nina menyebabkan daerah-daerah rawa di tiga kecamatan yaitu Daha Utara, Daha Selatan dan Daha Barat tenggelam dan berdampak pada mundurnya jadwal tanam hingga gagal tanam tanaman padi dan hortikultura.
"Luas tanam mengalami penurunan hingga 70 persen. Ini bisa mengancam produksi pertanian daerah kami," tambahnya.
Data Dinas Pertanian Hulu Sungai Selatan, pada 2021 luas tanaman padi d lahan rawa lebak yang bisa ditanam seluas 12.000-13.000 hektare, tetapi tahun ini hanya bisa ditanam 4.000 hektare. Demikian juga dengan tanaman holtikultura dipastikan menurun, dimana kabupaten ini merupakan
penghasil utama cabe, semangka, terong, gumbili, kacang dan tanaman lainnya. (OL-13)
Baca Juga: Akademisi UI: Siapa Bilang Menipis, Stok Beras Nasional Justru ...