KEARIFAN lokal bisa menjadi potensi ekonomi. Bahkan, kearifan lokal yang kuat juga bisa meredakan ketegangan politik menjelang Pemilu 2024.
Hal itu disampaikan Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Fikri Faqih, dalam orasi ilmiah Wisuda Politeknik Purbaya, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, di sebuah hotel di Slawi, Kamis (27/10).
"Jika budaya lebih dominan, maka ketegangan politik bisa diselesaikan. Budaya yang paling kuat budaya lokal," ujar Fikri Faqih dalam orasi betajuk 'Bersatu, Bangkit dan Tumbuh Melalui Pendidikan Vokasi, Mencetak Pemuda yang Siap Kerja, Siap Wirausaha Berbasis Kearifan Lokal'.
Fikri Faqih berharap kondisi global dengan adanya perang Rusia dan Urkaina serta pandemi Covid-19, tidak membuat para wisudawan pesimis. Para alumni Poltek Purbaya diminta untuk mengembangkan potensi daerah, terutama bidang kuliner, kria dan fashion. Hal itu dikarenakan sifat konsumtif masih menjadi topangan dalam perekonomian Indonesia.
"Jangan mengandalkan peluang menjadi PNS atau pegawai, karena anggarannya terbatas. Makanya, kami dukung Poltek Purbaya yang mengedepankan teknopreneur," jelas Legislator Daerah Pemilihan (Dapil) IX Jawa Tengah itu.
Fikri Fakih berpandangan ekonomi kreatif tidak hanya mengandalkan potensi alam, tapi juga budaya lokal. Namun demikian, budaya juga jangan hanya untuk memuaskan batin. Lebih dari itu, budaya harus mampu menciptakan peluang ekonomi, teknologi bahkan politik.
"Kami sepakat dengan adanya Trigatra Bangun Bangsa, yakni gunakan Bahasa Indonesia, kuasai bahasa asing dan lestarikan bahasa daerah," paparnya.
Ia meminta daerah juga mengembangkan narasi budaya sebagai bagian dari potensi ekonomi. Orang-orang hebat di dunia, diakui dan dikenal karena narasinya. Hal itu yang harus dikembangkan di Kabupaten Tegal, karena orang-orang Kabupaten Tegal juga hebat-hebat.
"Bung Karno hebat di dunia karena narasinya. Ternyata, penulis buku Bung Karno orang asli Tegal," jelasnya.
Dalam kesempatan sama, budayawan Pantura Atmo Tan Sidik, yang juga berorasi menuturkan jika Bahasa Tegal termasuk yang terancam punah. Berdasarkan catatan dari Unesco, kurang lebih ada 500 bahasa lokal dalam satu abad terancam punah.
"Pemerintah daerah bisa mengambil peran untuk ikut melestarikan bahasa lokal sebagai kearifan lokal dengan meminta sekolah-sekolah memasukan bahasa lokalan dalam kurikulum," ucap Atmo Tan Sidik. (OL-13)
Baca Juga: Sarasehan Dorong Penguatan Pemerintahan Desa Berbasis Wilayah Adat