KASUS pencabulan guru agama di sebuah sekolah menengah pertama (SMP) di Gringsing, Kabupaten Batang, Jawa Ttengah terhadap puluhan siswinya terus berkembang. Diduga masih banyak korban yang belum melapor. Saat ini, Dinas Pendidikan (Disdik) Batang membuka posko pengaduan dan pendampingan psikolog.
Kepala Ketenagakerjaan Dinas Pendidikan Kabupaten Batang Arief Rachman mengatakan meskipun secara tertutup, Dinas Pendidikan telah membuka posko pengaduan dalam kasus ini di sekolah tersebut, diharapkan para korban dapat melaporkan dan segera diberikan pendampingan.
"Kepada korban akan terus diberikan pendamping dengan kegiatan trauma healing agar perkembangan psikologis tidak terganggu serta cepat pulih dari peristiwa yang dialaminya," kata Arief Rachman.
Pemantauan Media Indonesia Kamis (1/9) kasus pencabulan oleh tersangka AM, 33, guru di sebuah SMP di Kecamatan Gringsing, Kabupaten Batang terhadap puluhan murid wanita di sekolah tersebut masih menjadi perbincangan ramai. Selain banyaknya korban juga kasus baru terungkap setelah tiga bulan berjalan.
AM yang saat ini mendekam di sel tahanan Polres Batang mengaku ada 20 siswinya yang menjadi korban pencabulan baik itu dilecehkan hingga disetubuhi. Tetapi informasi diterima dalam kurun waktu Juni-Agustus tersebut tersangka telah mencabuli kebih dari 30 siswi dilakukan di lingkungan sekolah.
"Berdasarkan informasi jumlah korban lebih dari 30 siswi di sekolah tersebut, sedangkan hingga kini baru 13 orang telah melaporkan pencabulan oleh tersangka," kata Kepala Satuan Reserse dan Kriminal Polres Batang Ajun Komisaris Yorisa Prabowo.
Untuk dapat mengungkap lebih terang benderang kasus ini, lanjut Yorisa, kepolisian membuka posko pengaduan tindak pencabulan tersebut, karena menyadari cukup sulit bagi korban untuk melapor mengingat korban masih anak-anak dan mengalami traumatik akibat perbuatan tersangka.
Selain berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan Kabupaten Batang, demikian Yorisa, juga disiapkan pendampingan psikolog kepada para korban, sehingga selain untuk menyembuhkan trauma juga agar mereka berani mengungkapkan kejadian yang dialami. “Bahkan ada korban yang tidak mau berangkat sekolah karena trauma," imbuhnya. (OL-15)