21 August 2022, 23:40 WIB

Agar Cupang Ciseeng dan Guppy Mojosongo Terkirim Hingga Jauh


Iis Zatnika |

Tugu yang berdiri di tepi jalan dengan patung dua ekor lele yang tengah meliuk, lengkap dengan kumisnya itu menyambut saat memasuki Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Ada tulisan ‘Selamat Datang di Kawasan Komoditas Unggulan Ikan Lele,’ serta lambang Kabupaten Bogor di sana. Tugu bercat biru itu menjadi penanda wilayah, patokan warga saat memberitakan alamatnya, sekaligus ikon kebanggaan para pembudidaya lele yang setiap harinya memasok 30 ton kebutuhan Jabodetabek.

Namun, nyatanya bukan cuma lele yang jadi pengungkit kesejahteraan warga di kecamatan seluas 36,78 km2 itu, denyut ekonomi juga terasa di Setu Malangnengah di Desa Parigi Mekar. Jika lele dibudidayakan di kolam, maka di setu tersebar jaring terapung alias waring berisi koi-koi aneka warna dan ukuran.

Ribuan waring itu hampir menutup seluruh permukaan setu. Minggu (21/8) pagi, kesibukan terlihat, ada puluhan pembudidaya tengah menebar pakan. Sebagian dari mereka merupakan rombongan yang hijrah dari komoditas lele ke koi dan mereka bersama para pembudidaya tergabung dalam Kelompok Tani Rumah Ikan Ciseeng alias Ricise. Ikan hias menjadi opsi yang memikat karena lele kerap menghadapkan mereka pada selisih biaya pangan yang tipis dengan harga jual.

Gairah UKM ikan hias, terungkit karena pandemi
Jenis ikan hias yang membuat warga Ciseeng meraup berkah di masa pandemi karena melonjaknya jumlah pehobi, bukan cuma koi, namun juga oscar, sepat hias, louhan hingga cupang. Membanjirnya order ketika warga urban mesti beraktivitas di rumah itu pun dikisahkan Diki, 34, ketika dijumpai di rumahnya yang ruang tamunya dipenuhi jajaran akuarium berisi ratusan ikan cupang. “Bisa dua kali, bahkan tiga kali lipat sih, tapi mulai terasa sedikit berkurang pada awal 2022, terutama dua hingga tiga bulan belakangan. Sekarang masih lebih banyak dibandingkan sebelum pandemi, tapi tidak terasa lagi dua kali lipatnya,” ujar Diki yang mengaku ia adalah bagian penduduk asli Ciseeng yang menurutnya adalah betawi ora alias betawi pinggiran yang bahasanya tak sehalus warga Tanah Abang asli.

Memasarkan lewat akun Instagram dan Facebook, Diki pagi itu tengah mengemas lima varian cupang red dragon serta plakat seharga Rp125 ribu per ekor. “Pesanan yang saya kirim ini masuk sekitar hari Jumat lalu, karena ikan harus dipuasakan sehari supaya dia tidak buang kotoran selama di perjalanan dan membuatnya keracunan. Masukkan air 30% dan udara di 70%, lalu dibungkus lagi dengan karton tebal atau Styrofoam. Ini ada yang saya kirim ke Bandung, Magelang dan Tangerang.”

Buat menjangkau pelanggannya yang tersebar belasan hingga ratusan kilometer 500 km, Diki cukup menempuh perjalanan dengan motor sekitar 6 menit saja, sejauh 2,8 km menuju TIKI Ciseeng yang juga masih berlokasi di Desa Parigi Mekar.

Gairah serupa juga menyala di Gang Kenari, Mojosongo, Jebres, Surakarta, lokasi akuarium Hobi Guppy milik Angga Rustam Rinjaya. Fokus pada ikan guppy yang menonjolkan keindahan, Angga yang juga Ketua Komunitas Guppy Solo Raya (KGSR), bersama para anggotanya yang tersebar di Surakarta, Kediri, Boyolali, Klaten dan Sukaharjo, ia mematok harga Rp50 ribu untuk seekor guppy.

“Kalau dirata-ratakan ada sekitar 20 pasang yang bisa kami jual setiap minggu, mayoritas dijual daring melalui media sosial dan e-commerce,” kata Angga yang juga merasakan situasi yang sama dengan para pembudidaya di Ciseeng, ledakan pesanan di masa pandemi.

Guppy yang disebut Angga bernama latin Poecilia reticulata, atau di Indonesia sejenis dengan ikan cere yang biasa hidup di selokan, kini kian ramai diburu para hobiis juga pemburu kontes. “Tantangan para pehobi dan farm guppy adalah menciptakan sosok dan warna yang baru dan diakui keindahannya oleh para juri yang khusus ikan guupy ini sudah tersertifikasi. Kini, dengan pemasaran lewat digital, jangkauan pasarnya lebih luas.”     

Dukungan ekosistem
Dodi Soufiadi, pendiri e-commerce yang didedikasikan khusus untuk ikan hias, Satuair, menyatakan pandemi telah menjadi momentum lompatan bagi pembudidaya dan ekosistem ikan hias yang didominasi UKM. “Dengan masuk ke digital, jumlah penjualan bisa meningkat dan jangkauan lebih luas, didukung juga jasa ekspedisi yang kian berkembang. Satuair kini telah menghimpun 3.000 pembudidaya yang kelasnya mulai farm hingga perorangan, serta pembeli atau pengguna sebanyak 7.000 orang,” kata Dodi yang sempat diundang berbicara dalam diskusi Kampung Hias Go Digital yang diselenggarakan TIKI pada Selasa (31/4) di Kampung Minapolitan. Lokasi restoran yang juga dilengkapi fasilitas edukasi itu pendiriannya melibatkan Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten  Bogor.

“Salah satu anggota ekosistem ikan hias di dunia digital saat ini adalah perusahaan ekspedisi karena perlakuan bagi ikan hias ini bukan hanya karena secara teknis, tapi juga regulasi karantina yang harus dipatuhi dan jika tidak dibantu akan merepotkan petani,” kata Dodi yang juga pemilik Swasti Farm yang berfokus pada budidaya guppy yang dijual seharga Rp125 ribu hingga Rp1 juta dna dikirim ke penjuru nusantara dari farm di Yogyakarta.  

Sales Counter PMD PT. Citra Van Titipan Kilat (TIKI) Domingus Decky menyatakan, dalam perjalanan 51 tahun, telah memperoleh ijin dari Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) untuk mendirikan fasilitas Instalasi Karantina Ikan (IKI) di Gudang Transit M1 di Bandara Internasional Soekarno Hatta. “TIKI menjadi satu-satunya perusahaan jasa kurir yang memperoleh ijin mendirikan fasilitas IKI yang memudahkan dan mempercepat pengurusan dokumen karantina bagi komunitas penghobi ikan hias. Sebelumnya, TIKI juga sudah lama bermitra dengan BKIPM dan menjadi satu-satunya perusahaan jasa kurir yang menangani pengiriman ikan sesuai standar dan kompetensi BKIPM di bawah Kementerian Kelautan dan Perikanan.”

Fasilitas IKI ini mencakup fasilitas akuarium, oksigen, serta filter air yang menunjang pelaksanaan tindakan karantina sesuai standar Cara Karantina Ikan yang Baik (CKIB). IKI memungkinkan pemeriksaan fisik atau uji lab kiriman ikan dilakukan daring, tak perlu di kantor BKIPM. Setelah dokumen karantina disetujui oleh BKIPM, TIKI dapat langsung mencetak dokumen sehingga mempersingkat waktu dan mempermudah proses pengurusan dokumen karantina.

Domingus juga menekankan, ketentuan minimum berat kiriman sebesar 10 kg yang sebelumnya menjadi peraturan maskapai, sejak April juga dihapus. Dengan begitu, pengirim hanya akan ditagihk ongkos kirim sebesar berat riil atau minimum 1 kg saja. Biaya pengurusan surat karantina pun lebih murah dan rata sebesar Rp45 ribu.

Dukungan dibutuhkan pembudidaya
Dukungan regulasi dan layanan logistik itu, kata Dodi, akan mendukung pelaku ikan hias yang jumlahnya diperkirakan belasan hingga puluhan ribu. “Data nasional sepertinya belum ada, tapi secara volume nasional saja, jenis guppy saja penjualannya 150.000 per tahun.”

Penyuluh Perikanan Kecamatan Ciseeng Dondi Arofah yang bernaung di bawah Kementerian Kelautan dan Perikanan menyatakan, kemudahan regulasi dan dukungan ekosistem sangat dibutuhkan komunitas ikan hias Ciseeng karena mereka masih bergelut di hulu hingga hilir. “Jadi mereka harus ngurus kolam, kasi makan, juga jualan, jadi mereka butuh dibantu di aspek pemasaran.”

BERITA TERKAIT