CUKUP banyak warisan budaya tak benda di Kabupaten Nias, Sumatra Utara hingga kini masih belum tercatat dan terdokumentasikan dengan baik. Warisan budaya tak benda milik masyarakat Nias ini memiliki potensi untuk dikembangkan dan bermanfaat bagi masyarakat.
Balai Pelestarian Nilai Budaya Aceh (BPNB Aceh) di bawah Kemendikbud Ristek bergerak melakukan pencatatan warisan budaya tak benda (WBTB) di Nias sekaligus mengeglar diskusi kelompok terpumpun, bekerja sama dengan Dinas Pariwisata, Kebudayaan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Nias Barat di Lahomi, Nias Barat.
"Tahun ini BPNB Aceh melakukan sosialisasi serta diskusi kelompok terpumpun WBTB di KabupatenNias Barat karena banyak warisan budaya tak benda masyarakat Nias yang sangat potensial untuk dikembangkan. Dan ujungnya dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat itu sendiri," kata Agung Suryo, penanggungjawab pencatatan WBTB dari BPNB Aceh di Nias, Selasa (16/8).
Menurutnya pencatatan WBTB merupakan bagian penting dari usaha pelestarian warisan budaya yang ada di setiap daerah.
Sejak tahun 2003 Indonesia telah meratifikasi Konvensi Perlindungan terhadap WBTB. Sesuai dengan pasal 11 dan 12 Konvensi 2003 diwajibkan untuk mengatur identifikasi dan inventarisasi WBTB yang ada di wilayah Indonesia.
Pencatatan WBTB merupakan salah satu kegiatan dalam pendaftaran dan pencatatan unsur budaya menjadi warisan budaya masyarakat. Nantinya hasil pencatatan ini dilakukan penetapan sebagai upaya perlindungan.
"Hal ini merupakan bagian dari upaya pelestarian WBTB agar dapat memantapkan jati diri bangsa, memperjelas asal usul unsur budaya yang terdapat di wilayah Indonesia. Serta menghindari adanya klaim budaya dari bangsa lain," kata Agung.
Dari hasil diskusi kelompok terpumpun disepakati bersama pada 2023 akan diusulkan penetapan beberapa warisan budaya dari Kabupaten Nias Barat sebagai WBTB Indonesia oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi.
Warisan budaya tersebut antara lain Famasao Ono Nihalö, Fondrakö, Famözi Göndra, Fo’ere Ba Wamolo, dan pakaian tradisional Nias Barat tiga zaman.
baca juga: Jadi Warisan Budaya Dunia UNESCO, Nadiem Ajak Lestarikan Pantun
Kepala Bidang Pemajuan Kebudayaan, Dinas Pariwisata, Kebudayaan, Pemudan dan Olahraga, Kabupaten Nias Barat, Wolser Siregar menambahkan bahwa dengan adanya kegiatan diskusi kelompok terpumpun ini bisa lebih mengangkat kembali budaya di Nias Barat, yang berpotensi akan punah karena semakin banyak maestro penjaga budaya Nias sudah berusia lanjut. Regenerasi mengalami pelambatan.
Dengan adanya penetapan warisan budaya secara nasional oleh Kemendiknbudristek, budaya di Nias Barat akan mendapat perhatian dari pemerintah pusat. Kebudaayan Nias akan semakin dikenal luas sehingga bisa menarik perhatian generasi muda.
"Anak-anak muda yang akan mewarisi dan melestarikan budaya Nias," harap Wolser Siregar.
Sampai dengan tahun lalu, warisan budaya tak benda dari Provinsi Sumatra Utara yang telah ditetapkan sebagai WBTB Indonesia oleh Kemendikbudristek sebanyak 32 karya budaya. Rinciannya terbanyak dari suku Nias berjumlah 9 mata budaya. WBTB Indonesia tersebut yaitu Bola Nafo, Omo Hada, Nioworu, Babae, Kalabubu, Maena, Hombo Batu, Moyo dan Hoho.
Agung juga menjelaskan bahwa pencatatan WBTB di Indonesia bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, melainkan juga menjadi tanggung jawab seluruh pemangku kepentingan seperti komunitas pendukungnya dan masyarakat Indonesia secara umum. (N-1)