DESA Banyubiru, Kecamatan Banyubiru, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah setelah diterapkan sebagai salah satu dari 10 desa antikorupsi di Indonesia, kembali berkiprah mempersiapkan kelebihan potensi alam membangun desa wisata yang berbeda dengan desa wisata lain yang ada di Indonesia.
Patut diacungi jempol langkah kreatif dilakukan warga dan perangkat desa Banyubiru ini, tidak hanya mengandalkan keindahan alam seperti pegunungan, perkebunan, sawah dan rawa menjadi andalan membangun desa wisata, tetapi ada bidikan khusus yang digarap yakni wisata terapi kesehatan yang merupakan pertama di Indonesia.
Cuaca pagi itu cukup cerah, angin dari arah Pegunungan Telomoyo bertiup semilir hingga hingga suasana terasa sejuk, beberapa perahu nelayan di Rawa Pening juga terlihat mulai bersandar di dermaga desa dan hasil tangkapan ikan mulai dibongkar yang langsung habis diborong oleh warga dan pedagang.
Sementara di sisi lain, puluhan petani terlihat mengolah sawah yang terhampar luas di pinggiran desa bagian utara, barat dan timur serta beberapa diantaranya merawat tanaman kopi di ladang lereng perbukitan yang berada di sisi selatan desa.
Wisata terapi kesehatan di Desa Banyubiru, Kabupaten Semarang ditempatkan di Dusun Dangkel, tepatnya di kereng pegunungan yang berada di selatan desa, selain tempatnya yang indah kerana dipenuhi suasana hijau, juga dari destinasi tersebut dapat melihat pemandangan apik dari ketinggian seperti hamparan sawah, Rawa Pening hingga Kota Banyubiru yang ada di bawahnya.
Belum cukup hanya pemandangan indah, udara sejuk pegunungan ditambah kucuran deras dan suara gemericik air terjun yang mengalir sepanjang hari dengsn kualitas air terbaik juga dapat dinikmati pengunjung yang datang baik berjalan kaki maupun menggunakan kendaraan roda dua dan empat.
Terapi kesehatan ditempatkan di atas ketinggian saat ini dalam penataan, para pelancong tidak hanya disuguhi terapi pijat alami dari kucuran air terjun, pihst tradisional, refleksi, juga dapat menikmati berbagai terapi lainnya termasuk terdapat kolam penyembuhan dan tempat meditasi yang cukup hening.
Nuansa yang berbeda dalam membangun desa wisata ini juga dilengkapi dengan khazanah budaya lokal, di tengah situasi sosial kemasyarakatan yang guyub rukun, pelancong dapat menyaksikan kesenian tradisional seperti reog, tari keprajuritan, ketoprak bahkan dapat terlibat kegiatan tradisi warga setempat.
"Kita memang inginkan nuansa berbeda dalam pembangunan desa wisata, kalau hanya melihat pemandangan sudah biasa, tetapi di sini para pelancong tidak hanya sehat rohani tetapi juga jasmaninya," kata Kepala Desa Banyubiru Sri Anggoro Siswaji.
Untuk menyelesaikan pembangunan desa wisata ini, demikian Sri Anggoro Siswaji, dilakukan secara bertahap karena keterbatasan anggaran yang ada, karena selain fisik (infrastruktur) persiapan dibutuhkan adalah pelatihan sumber daya manusia (SDM) seperti terapi, UKM hingga pemandu wisata.
Kebutuhan anggaran hingga capai Rp1 miliar itu, ungkap Sri Anggoro Siswaji, saat ini sedang dipikirkan langkahnya, namun untuk mempersiapkan manajemen dan sistem tersebut Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) bersama kelompok sadar wisata (Darwis) sedang menyusun semuanya. "Kita tidak ingin membebani rakyat dalam masalah dana," imbuhnya.
Dipilihnya Dusun Dangkel sebagai pusat desa wisata terapi kesehatan ini, lanjut Sri Anggoro Siswaji, karena banyak memenuhi persyaratan yakni selain sumber alam dan suasana sosial kemasyarakatan yang kondusif, juga mudah dijangkau dengan infrastruktur jalan memadai serta jarak hanya sekitar 1,5 kilometer dari pusat Kota Banyubiru.
"Mau menikmati keindahan alam pegunungan, pedesaan dan pemandangan serta kesehatan datang ke sini," ujarnya. (OL-13)
Baca Juga: Sandiaga Uno Dorong Bangun Desa Wisata untuk Kesejahteraan ...