04 August 2022, 10:11 WIB

Marhottas, Ritual Warga Batak Memanen Kemenyan


Januari Hutabarat |

Puluhan pemilik kebun kemenyan Desa Huta Julu, Tapanuli Utara, Sumatra Utara, dengan mengenakan kain ulos berdiri mengelilingi seekor babi betina. Di tengah-tengah mereka juga hadir penatua gereja, tokoh masyarakat, dan Bupati Tapanuli Utara Nikson Nababan.

Lalu, tokoh pihak perempuan membawakan ulos yang dilapisi selembar kertas berisi penganan itak gurgur, atau beras yang sudah ditumbuk halus dan diberi gula aren serta kelapa parut dan dikepal. Di atas kertas tersebut juga diletakkan daun sirih siap makan yang disebut demban tiar. Sedangkan alat panen kemenyan diletakkan di hadapan tokoh masyarakat dan penatua gereja.

Baca juga: Kampanye Ulos dari Bali

Masing-masing persiapan itu memiliki makna dalam ritual adat Batak. Itak gur-gur memiliki makna agar penghasilan atau getah kemenyan bertambah banyak, sedangkan daun sirih memiliki makna agar selamat dalam bekerja dikebun kemenyan termasuk terhindar dari gangguan binatang buas dan kecelakaan bekerja.

Setelah persiapan rampung, penatua gereja akan memulai ritual dengan doa dan menyerahkan sebilah pisau untuk menyembelih babi yang sudah dipersiapkan. Seusai disembelih, petugas akan membersihkan babi tersebut dan dibagikan kepada petani kemenyan berikut itak gur-gur. Selama prosesi suasana hening dan tidak dibenarkan membunyikan musik sekitar lokasi kegiatan.

Petani kemenyan menerima pembagian daging dan itak gurgur. (MI/Januari Hutabarat)

Nikson Nababan kemudian memberangkatkan para petani kemenyan dengan mengucapkan doa dan asa agar hasil panen bisa baik dan para petani selamat dalam bekerja.

Bupati Tapanuli Utara Nikson Nababan saat menyerahkan itak gurgur dan daun sirih kepada tokoh masyarakat seusai membacakan doa pemberangkatan petani kemenyan. (MI/Januari Hutabarat)

Hal itu adalah bagian dari rangkaian ritual marhottas atau ritual pemberangkatan petani kemenyan. Marhottas merupakan tradisi petani kemenyan atau dalam bahasa Batak disebut haminjon di daerah tersebut yang dilakukan setiap April.

Baca juga: Indonesia Berdukun

Kepala Desa Huta Julu Godang Hasudungan Manalu, Selasa (2/8), mengatakan ritual marhottas merupakan ritual budaya Batak khusus pemberangkatan petani kemenyan dengan harapan agar getah kemenyan warga semakin banyak dan diberi keselamatan.

Dia mengatakan, sekitar 90% dari 312 kepala keluarga (KK) penduduk Desa Huta Julu hidup dari kemenyan. Sedangkan 10% lagi hidup dari pertanian palawija. Dia menjelaskan, setiap minggu produksi kemenyan dari desa tersebut sedikitnya 1,5 ton.

Nikson Nababan mengatakan, marhottas akan menjadi agenda tahunan Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara, dengan harapan daerah tersebut menjadi agrowisata hingga mancanegara. Pihaknya akan terus mengembangkan kemenyan di daerah tersebut demi peningkatan perekonomian masyarakat Tapanuli Utara.

Awal budi daya

Penyusun buku Mengenal Pohon Kemenyan (Styrax spp.): Jenis dengan Spektrum Pemanfaatan Luas yang belum Dioptimalkan yang diterbitkan pada 2014, Jayusman, antara lain mengutip penelitian IH Burkil yang diterbitkan pada 1935, kalau pohon kemenyan berasal dari pantai barat Sumatra, tumbuh secara alami dan telah banyak dibudidayakan.

Getah pohon Kemenyan milik masyarakat di kawasan Hutan Tanaman Industri PT Toba Pulp Lestari sektor Habinsaran, Desa Simare, Bor-Bor, Kabupaten Toba Samosir, Sumatra Utara, Rabu (21/11/2018). (Dok: Antara)

Budi daya pohon kemenyan di daerah Tapanuli dikenal sudah cukup lama yaitu diperkirakan dimulai akhir 1800-an yang berawal di daerah Naipospos dan Silindung.

Pohon kemenyan menyebar pada berbagai elevasi (60 m – 2100 m dpl). Di daerah Palembang (Sumatra Selatan) dan Tapanuli Selatan, pohon Kemenyan banyak ditemukan pada daerah dengan ketinggian 60 - 320 m dpl. Sentra kebun kemenyan di Tapanuli Utara yang dikenal secara luas rata-rata berada pada ketinggian lebih dari 600 m dpl.

Jayusman mengakui sulit menelusuri awal mula perdagangan getah kemenyan. Berdasarkan beragam catatan, India telah memperdagangkan getah kemenyan ini lebih kurang satu abad sebelum Masehi. Selain itu, getah kemenyan dan getah MIRRH juga kerap digunakan secara bersama-sama sebagai ramuan dupa dan obat-obatan di Timur Tengah seperti Mesir, Arab, Irak, dan Iran. Termasuk,k pengawetan mumi yang banyak menggunakan bahan ramuah tersebut.

Perkembangan perdagangan getah Kemenyan dan budi daya pohon kemenyan semakin meningkatkan seiring berfungsinya pelabuhan pantai barat Sumatra seperti Barus sebagai gerbang masuk menuju Batakland atau Tapanuli.

Ekspor getah kemenyan

Di Indonesia, menurut Jayusman, daerah dengan sebaran kemenyan terluas adalah Pulau Sumatra, terutama di Tapanuli dan Dairi. Diperkirakan hampir 67% dari luas kebun kemenyan yang ada di Indonesia terdapat di daerah Tapanuli Utara.

Akan tetapi, getah kemenyan sangat sedikit dikonsumsi langsung di Sumatra Utara. Konsumennya berada di luar sentra kemenyan seperti Provinsi Jawa Tengah (Purworejo, Kebumen, Banyumas, Cilacap, Probolinggo dan Magelang), Jawa Timur (Bojonegoro, Temanggung dan Wonosobo), daerah-daerah transmigrasi. Adapun penggunaan kemenyan di beberapa daerah tersebut utamanya untuk rokok siong, klembak, dan bahan dupa. Selain itu, kemenyan juga memiliki pasar ekspor seperti Singapura, Swiss, Jepang, Malaysia, Uni Emirat Arab (UAE), Taiwan, Prancis dan sebagainya.

Baca juga: Pemerintah Diminta Lindungi Pasar Rokok Klembak Menyan Milik UMKM

Pohon kemenyan memiliki beberapa manfaat. Mulai dari produksi getah, kayu, dan untuk tujuan lainnya. Adapun terkait dengan getah kemenyan memiliki sejumlah manfaat. Mulai sebagai bahan dupa dalam tradisi reliji dan campuran tembakau rokok. Adapun penggunaan untuk kebutuhan modern, getah kemenyan bisa dipakai untuk farmasi seperti sebagai antiseptik, pelega pernafasan, obat katarak, atau unsur perantara pada antibiotik Streptomycin.

Unsur asam sinamat dalam getah kemenyan juga bisa digunakan sebagai pengawet makanan dan minuman, parfum, dan kosmetika. Selain itu, getah kemenyan juga bisa menjadi vernis maupun lilin.

VIDEO TERKAIT :

BERITA TERKAIT