PEKALONGAN identik dengan batik, tapi jangan salah di daerah pantura ini banyak kuliner seperti Soto Taoto, Pindang Tetel dan yang sedang populer saat ini Kopi Tahlil yang sangat banyak penggemarnya, karena selain citarasa yang berbeda juga sangat khas dibandingkan dengan daerah lainnya.
Cuaca di pantura Pekalongan akhir-akhir ini banyak diwarnai hujan terutama pada malam, namun jangan berfikir daerah ini akan sepi kegiatan dan banyak keramaian muncul di beberapa titik hingga suasana tetap hidup dan kegiatan ekonomi tetap berjalan dibawah sinar lampu penerangan jalan.
Di beberapa tempat seperti Alun-alun Kota Pekalongan, seputar Lapangan Sorogenen serta beberapa ruas jalan masih terlihat kerumunan warga melakukan kegiatan, meskipun waktu sudah menunjukkan diatas pukul 21.00 WIB warung dan beberapa kios masih ramai pengunjung.
Diantara deretan warung di seputar Lapangan Sorogenen, sekitar 7-9 orang lelaki usia 30-50 tahun terlihat duduk lesehan diatas tikar plastik yang digelar di atas trotoar dan dipayungi tenda sederhana, selain cemilan gorengan di depan mereka, masing-masing ada segelas kopi yang terus menemani obrolan seru.
Menariknya tidak hanya segelas kopi habis lantas beranjak, rata-rata mereka akan menambah satu atau dua gelas lagi, bukan karena obrolan belum selesai, tetapi karena kenikmatan kopi disajikan berbeda dengan kopi yang ada selama ini terutama dari segi rasa yakni Kopi Tahlil.
Mungkin banyak orang yang bertanya, apa itu Kopi Tahlil? dari segi nama tentu mudah untuk ditebak karena dulunya kopi ini biasa disajikan saat acara Tahlilan atau berdoa bersama warga di kampung-kampung tapi bagi orang luar Pekalongan tentu penasaran kopi semacam apa hingga kini menjadi banyak penggemar.
Udara dingin di malam hari, menjadikan Kopi Tahlil terasa pas karena selain rasa khas berbeda minuman kopi lain yang selama ini dikenal seperti kopi susu, coklat atau capucino, kopi khas Pekalongan ini tidak hanya dari rasa tetapi kopi ini mampu memberikan rasa hangat dan segar di badan hingga stamina tetap kuat.
Kopi Tahlil memang dibuat berbeda dengan kopi pada umumnya, selain biji kopi ada tambahan rempah-rempah seperti kapulaga, jahe, cengkih, kayu manis, pandan, batang serai dan pala serta tentunya gula menjadikan minuman kopi ini mempunyai cita rasa khas dan tentunya nikmat.
"Setiap malam minum kopi tahlil menjadikan stamina baik dan terasa hangat di badan, sehingga banyak warga yang suka," ujar Suryo Sukarno, pemerhati minuman kopi di Pekalongan.
Selain rasa dan aroma kopi, lanjut Suryo, setiap jenis rempah-rempah yang ada pada minuman Kopi Tahlil ini mempunyai rasa di lidah yang berbeda serta aroma khas, demikian juga rasa di badan karena dari rempah-rempah itu menimbulkan dampak sangat baik untuk kesehatan.
Minuman Kopi Tahlil yang dijual Rp3.000-Rp4.500 per gelas, dulunya hanya merupakan suguhan yang disajikan saat ada acara tahlilan, pengajian ataupun kenduri, karena kegiatan peribadatan di kampung-kampung tersebut pada umumnya berlangsung cukup lama, maka pemilik hajatan menambah rempah-rempah di dalamnya dengan tujuan agar stamina tetap terjaga.
Munculnya kopi tahlil hingga dijual di warung-warung khas ini, pertama kali ada sekitar tahun 2002 setelah adanya pedagang kopi bernama Usman yang mengawali menjual kopi ini, baru kemudian muncul warung-warung kopi lain tersebar di berbagai sudut Kota Pekalongan setelah penggemar semakin meningkat.
Warung Kopi Tahlil di Pekalongan paling terkenal ada di depan Gedung PPIP Jalan H Agus Salim, Kota Pekalongan, namun kini jufa banyak muncul warung-warung sejenis namun dengan penyajian serta cemilan pendamping yang berbeda.
Untuk meramu Kopi Tahlil ini juga tidak sembarangan, semua bahan dari kopi arabika biasanya dipetik dari daerah Pegunungan Petungkriyono, Kabupaten Pekalongan dan rempah-rempah tersebut harus dicampur dengan porsi yang tepat, hal ini untuk memunculkan rasa dan aroma yang pas. (OL-13)
Baca Juga: Oh, Ternyata ini yang Membuat Kopi Indonesia Begitu Istimewa