15 July 2022, 21:56 WIB

Kepala KPP Pratama Bandar Lampung Dua Diduga Gunakan Surat Tugas Palsu


mediaindonesia.com |

PERSIDANGAN sengketa pajak antara PT. Surya Bumi Sentosa (SBS) yang menggugat Dirjen Pajak memasuki penyampaian pendapat akhir dan alat bukti baru. Dalam sidang Majelis Hakim XIIIB  Pengadilan Pajak yang diketuai Dian Dahtiar, S.H., M.M., kedua pihak baik penggugat (PT SBS) dan tergugat (Dirjen Pajak) menyampaikan pendapat akhirnya.

Pada persidangan tersebut, Tergugat (Tim Pemeriksa KPP Pratama Bandar Lampung Dua) menyatakan tetap pada tanggapannya pada 9 September 2021, yang pada pokoknya menjelaskan, pertama; tergugat telah memenuhi Undangan QA dari Tim QAP dengan Surat Tugas Nomor ST-321/WPJ.28/KP.04/2021 tanggal 03 Juni 2021 dan atas Surat Tugas tersebut telah diperlihatkan kepada Tim QAP.

Kedua; tergugat telah memenuhi Undangan QA ke - 2 dari Tim QAP dengan Surat Tugas Nomor ST-327/WPJ.28/KP.04/2021 tanggal 08 Juni 2021 dan atas Surat Tugas tersebut telah diperlihatkan kepada Tim QAP. Namun, pada pada saat yang bersamaan tergugat tetap pada penjelasan tertulis tanggal 29 Maret 2022 yang pada pokoknya mengakui bahwa Surat Tugas tersebut memang sudah pernah dibuat oleh Kepala KPP Pratama Bandar Lampung Dua, tetapi tidak diperlihatkan dan diberikan kepada penggugat, dan hanya diperlihatkan serta diberikan kepada Tim QAP.

Sebab menurut tergugat, Tim Pemeriksa tidak mempunyai kewajiban untuk memperlihatkan dan memberikan Surat Tugas kepada penggugat. Tim Pemeriksa hanya memperlihatkan dan memberikan Surat Tugas kepada Tim QAP Kanwil DJP Bengkulu dan Lampung sebagai pihak pengundang.

“Atas pendapat akhir tersebut, penggugat membantah dengan tegas tanggapan tergugat. Kami menjelaskan bahwa tergugat faktanya tidak pernah memperlihatkan dan memberikan Surat Tugas tersebut kepada penggugat selama pemeriksaan QA, sehingga tergugat menjadi tidak berwenang dan tidak mempunyai dasar kewenangan," ungkap kuasa hukum PT SBS, Alessandro Rey, dari Rey & Co Jakarta Attorneys At Law dalam keterangannya yang dikutip, Jumat (15/7)

Hal tersebut, jelas Rey, dikuatkan oleh saksi fakta Fauzi Nugraha, SH., yang menerangkan tergugat tidak pernah memperlihatkan Surat Tugas kepada penggugat maupun kepada Tim QAP pada saat pemeriksaan QA pada tanggal 4 Juni 2021 dan tanggal 9 Juni 2021. Padahal telah diminta oleh penggugat, kemudian hal tersebut telah dikuatkan dengan pendapat ahli Dr. Richard Burton,SH.,MH, yang pada pokoknya menerangkan bahwa dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya, pejabat pemerintah harus memperlihatkan dan menerbitkan Surat Tugas sebagai bukti bahwa pejabat tersebut mempunyai wewenang dalam menjalankan fungsi dan tugasnya.

Saksi ahli menjelaskan tentang keharusan menerbitkan dan/atau memperlihatkan Surat Tugas oleh Tim Pemeriksa dalam Pemeriksaan QA di Kanwil DJP Bengkulu dan Lampung kepada wajib pajak berdasarkan Pasal 26 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 136/PMK.01/2018 tentang Pedoman Tata Naskah Dinas di Lingkungan Kementerian Keuangan yang menyatakan: Surat tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf c merupakan Naskah Dinas yang dibuat dan ditandatangani oleh atasan atau pejabat yang berwenang kepada bawahan atau pejabat lain yang diberi tugas, dengan memuat detil penugasan yang harus dilakukan berkaitan dengan pelaksanaan tugas dan fungsi atau kegiatan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dalam jangka waktu tertentu.

"Jadi perbuatan tergugat tersebut tidak sesuai dan telah bertentangan dengan ketentuan Pasal 26 ayat (1) PMK 136/2018 yang merupakan amanat dari Pasal 1 angka 5 dan angka 6 UU AP," ujar Rey.

Pernyataan tergugat, menurut Rey, sangatlah ambigu dan berubah-ubah karena pada pernyataan awal tergugat mengakui tidak memperlihatkan dan memberikan Surat Tugas pada saat pemeriksaan QA, namun di sisi lain, tergugat menyatakan tidak memperlihatkan Surat Tugas kepada Penggugat karena tidak ada kewajiban memperlihatkan Surat Tugas tersebut kepada Pengguat tetapi hanya kepada Tim QAP.  

Pernyataan di atas, dinilai Rey, sangat bertolak belakang secara logika hukum karena tergugat  di satu sisi menyatakan tidak memperlihatkan dan memberikan Surat Tugas kepada Penggugat, yang seharusnya dimaknai tergugat tidak pernah membuat Surat Tugas tersebut untuk kepentingan QA meskipun sudah diminta. Tetapi, di sisi lain tergugat menyatakan hanya memperlihatkan dan memberikan Surat Tugas tersebut kepada Tim QAP, yang seharunya dimaknai tergugat telah membuat Surat Tugas tersebut untuk kepentingan QA, tetapi tergugat tidak memperlihatkan dan memberikannya kepada penggugat karena alasan tidak ada kewajiban bagi tergugat. "Jadi sebenarnya sangat jelaslah kebohongan publik yang dilakukan oleh tergugat,” tegas Rey.

Lebih lanjut Rey menjelaskan Surat Tugas Nomor ST-321/WPJ.28/KP.04/2021 tanggal 03 Juni 2021 dan Surat Tugas Nomor ST-327/WPJ.28/KP.04/2021 tanggal 08 Juni 2021 adalah Surat Tugas yang diduga palsu karena surat tersebut tidak pernah diperlihatkan dan diberikan kepada penggugat pada saat pemeriksaan QA, sehingga penggugat menduga Surat Tugas tersebut tidak pernah dibuat selama pemeriksaan QA, namun Surat Tugas tersebut dijadikan alat bukti Surat/Dokumen dalam persidangan Pengadilan Pajak tanggal 14 Desember 2021 dengan agenda persidangan ketiga berupa penyerahan sejumlah dokumen yaitu Tanggapan Tergugat atas Bantahan Penggugat, Surat Tugas, SP2 Perubahan, Bukti Resi menghadari QAP, ketentuan mengenai prosedur dan tata cara pemeriksaan, ketentuan mengenai prosedur dan tata cara QA, dan dokumen perpindahan KPP Pratama Bandar Lampung Dua kepada KPP Madya Bandar Lampung.

"Sehingga Penggugat menduga Surat Tugas yang diserahkan oleh tergugat tersebut baru saja dibuat pada saat menghadiri sidang tersebut dan bukan merupakan surat tugas yang pernah diperlihatkan dan diberikan kepada Penggugat selama pemeriksaan QA," ungkap Rey.

Menurut Rey, maksud dari tergugat membuat dan menggunakan Surat Tugas yang diduga palsu tersebut adalah untuk mengelabui Majelis Hakim dengan tujuan untuk membuktikan bahwa tergugat seolah-olah telah memenuhi Hukum Acara Pemeriksaan khususnya Pemeriksaan QA agar SKPLB yang diterbitkan oleh Tergugat (Kepala KPP Pratama Bandar Lampung Dua) tidak dapat dibatalkan oleh Mejelis Hakim.

"Perbuatan tersebut di atas dapat dijerat dengan tindak pidana pemalsuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263 ayat 1 dan ayat 2 KUHP dengan ancaman pidana paling lama tahun 6 tahun penjara," tegas Rey

Dengan demikian, jelasnya, perbuatan tergugatyang tidak pernah memperlihatkan dan memberikan Surat Tugas kepada Penggugat, dinyatakan juga telah melanggar ketentuan Pasal 26 ayat (1) PMK 136/2018 yang merupakan amanat dari Pasal 1 angka 5 dan angka 6 UU AP. Oleh karena itu, terhadap pemeriksaan QA, tergugat tidak mempunyai kewenangan untuk hadir dalam pemeriksaan QA.  Oleh karena itu, atas tindakan Tergugat tersebut, SKPLB yang diterbitkan atas dasar pelanggaran Hukum Acara Pemeriksaan Pajak, dianggap tidak pernah ada sebagaimana keterangan ahli Dr. Richard Burton, SH., MH di dalam persidangan.

"Dengan fakta persidangan itu, kami mohon kepada Ketua Mahkamah Agung melalui Kepala Badan Pengawasan Mahkamah Agung serta Ketua Komisi Yudisial untuk melakukan pengawasan dan mengawal jalannya persidangan antara PT. Surya Bumi Sentosa melawan Direktur Jenderal Pajak,” pinta Rey. (OL-13)

BERITA TERKAIT