06 December 2021, 19:18 WIB

Keterbatasan tak Halangi Trimah dan Hermanto Terus Membatik


Ghani Nurcahyadi |

MENJADI seorang pengrajin batik sebelumnya tidak terpikirkan oleh Trimah, salah satu wirausaha penyandang disabilitas yang membuat karya batiknya menggunakan kaki dari Minomartani, Sleman, DI Yogyakarta. Trimah, yang lahir di Magelang pada 15 April 1990, yang  juga seorang ibu bagi anaknya yang berusia 18 bulan,awalnya tidak menyangka rasa penasarannya dapat menuntunnya hingga bisa membatik menggunakan kaki. 

“Saya mulai membatik sejak  2014. Namun, sudah mulai belajar sejak 2010 untuk membatik menggunakan kaki. Dengan membatik saya mendapatkan treatment untuk mengendalikan emosi dan tempramen. Saya juga bisa menghasilkan dan membantu perekonomian,” ujar Trimah.

Dalam proses belajar membatik, Trimah mengungkapkan banyak kegagalan yang harus dilewati, tetapi rasa penasaran mampu mengalahkan rasa menyerah yang dialami serta membangun kepercayaan dirinya. Ia juga bertekad untuk mendapatkan pendapatan untuk dirinya sendiri, sehingga dapat hidup mandiri. 

Dalam prosesnya belajar dan didukung oleh orang-orang di sekelilingya, ia terus berkarya dan mampu membuat batik dengan motif abstrak dan warna-warna yang berani. Trimah juga menerapkan nilai yang sama dalam merawat anaknya, yaitu menggunakan hati yang tulus, lapang, juga ikhlas dalam setiap goresan malam yang ia bubuhkan ketika proses membatik.

“Perasaan saya menjadi pembatik itu bangga, karena tanpa disadari saya ikut 'nguri-uri' (melestarikan) kebudayaan Jawa. Menurut saya merawat anak dan membatik itu hampir sama, karena keduanya menggunakan hati yang tulis, lapang, juga ikhlas,” ungkap Trimah.

Hingga kini, Trimah telah mampu menghasilkan batik tulis yang ditulis menggunakan kakinya sendiri dengan jenama (brand) Batik Samparan. Ia juga berkarya sebagai mitra dampingan dari Pusat Rehabilitasi Yakkum (PRY). 

Karya batik itu dikenal orang dengan metode mulut ke mulut, serta dijual melalui media sosial seperti Instagram dan Facebook.Karya-karya batik tulis dari Trimah sendiri juga dapat dipesan motif dan warnanya, sehingga dapat menyesuaikan keinginan dari para pembelinya. Trimah berharap, karya yang ia ciptakan juga dapat menginspirasi banyak orang untuk tidak menyerah dan terus berkarya

Di sisi lain, perjalanan Hermanto dalam menerima dirinya menggunakan kursi roda memiliki proses yang panjang. Hermanto bercerita ia dilahirkan dengan kondisi yang normal, namun saat usianya 18 tahun, ia mengalami kecelakaan yang sempat membuatnya patah semangat dalam menjalani kehidupan. 

Akhirnya Hermanto memutuskan untuk datang ke Yogyakarta dan menimba ilmu di Pusat Rehabilitasi Yakkum (PRY). Keputusan itu membuatnya bangkit kembali, serta merasa terlahir kembali karena melihat semangat rekan-rekan disabilitas lain dalam pusat rehabilitasi dalam menjalani kehidupannya.

Sosok laki-laki yang lahir pada 11 Maret 1990 mulai berkenalan dengan dunia menggambar ketika kecil, sebagai bekalnya dalam membuat motif batik tulis yang menuntutnya untuk berkarya lebih baik lagi.

Baca juga : Putu Dedi dan Anggota KSM Kelola Sampah Dijadikan Kompos dan Pellet

Memutuskan untuk menekuni batik sejak 2015, Hermanto menghasilkan karya batik tulis, serta beberapa kreasi fungsional lainnya seperti kotak tisu batik, tatakan gelas batik, sampul bantal, serta produk lainnya yang berhubungan dengan pengembangan karya batik tulis. Warna-warna yang halus dan pengerjaan batik yang teliti menjadi nilai tambah dari karya Hermanto, sehingga produknya terasa spesial.

“Yang namanya disabilitas ini sebenarnya butuh partner kerja, karena kita mengalami kesulitan dalam mengangkat barang berat, dan resikonya tinggi. Kadang saat merebus dan pewarnaan. Saat ini saat produksi sudah memiliki partner, seperti pada pembuatan kotak tisu batik, pembatikannya di tempat saya, nanti proses pembuatan kotaknya di tempat teman,” ujar Hermanto.

Saat ini karya batik tulis dari Hermanto dapat diperoleh melalui rumahnya di kawasan Candi Sambisari, Purwomartani, Sleman. Untuk pemasaran dilakukan oleh Hermanto masih melalui pesanan dan mulut ke mulut. Kreasi batik tulis yang ia diciptakan dapat menjadi bukti dirinya bekerja keras dan terus berkarya, meskipun hidup dengan keterbatasan. Karena Hermanto yakin keterbatasan bukanlah hal untuk berhenti berkarya. 

Karya batik tulis dari Trimah dan Hermanto ditampilkan dalam Gelar Karya Virtual Hari Disabilitas Internasional yang disiarkan secara live melalui YouTube Kita Muda Kreatif pada 4 Desember lalu. Karya meeka ditampilkan melalui busana dengan sentuhan perancang muda Rony Billiardo dengan brand Billiardo yang menampilkan seri busana wanita. Rony Billiardo adalah wirausaha muda aktif dampingan program Kita Muda Kreatif, sebuah program pemberdayaan wirausaha muda kreatif yang dilaksanakan di 6 provinsi di Indonesia yang dijalankan oleh UNESCO Jakarta dan Citi Indonesia, dengan dukungan penuh dari Citi Foundation.

Beberapa busana yang ditampilkan terinspirasi dari batik tulis Sisik Ikan hasil karya Hermanto serta lurik Jogja dengan judul Sikan Outer dan Monosikan Pants, Sikan Sackdress, serta Sikan Longdress Kutu Baru Style. Sedangkan kolaborasi Rony Billiardo dan Trimah dengan Batik Samparan menghasilkan karya kimono dengan judul Senja Kimono, Senja Olanye Pants, Ijemku Pants, serta Senjaku Pants. 

Selain menampilkan kolaborasi dari mereka bertiga, acara itu juga menampilkan karya inspiratif dari penyandang disabilitas lainnya di Indonesia. Acara ini juga menampilkan pasar virtual dimana produk kreatif hasil karya para perajin penyandang disabilitas ditampilkan dan dijual secara online. 

“Saya sangat apresiasi sekali dengan Mas Hermanto dan Mba Trimah, dengan keterbatasannya mereka mampu berkarya khususnya untuk memberikan contoh dengan yang lain, meskipun tidak memiliki kesempurnaan, mereka bisa berkarya dan bisa berkarya dengan mandiri,” ujar Poppy Dharsono,Founder and President of Indonesian Entrepreneur Fashion Designer Association. 

“Kreatifitas itu sejatinya juga harus bisa menjadi inklusif, Program Kita Muda Kreatif dari UNESCO Jakarta telah mulai mengidentifikasi kolaborasi dengan para penyandang disabilitas, dimana kami juga sangat terinspirasi dari hasil karya dan ketekunan mereka. Kami sudah melihat potensi kuat akan terjadinya kolaborasi antara para wirausaha muda kreatif dampingan program Kita Muda Kreatif dan para penyandang disabilitas ini di tahun 2022 nanti.” kata Moe Chiba, Kepala Unit Budaya, UNESCO Jakarta. 

Berdasarkan data terbaru BPS pada 2020, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Penyandang Disabilitas hanya sekitar 44 persen, yaitu sebanyak 7,8 juta orang dari total penyandang disabilitas usia kerja sebanyak 17,74 juta orang. 

Country Head of Corporate Affairs Citi Indonesia Puni A. Anjungsari mengatakan, menciptakan lingkungan yang inklusif bagi para penyandang disabilitas adalah tanggung jawab semua orang. Penyandang disabilitas perlu memiliki kesempatan kerja agar mampu mandiri secara ekonomi, tanpa terbatasi oleh faktor apapun. Prinsip itu, kata Puni, dianut oleh Citi melalui inisiatif Diversity & Inclusion. 

"Oleh sebab itu, kami sangat bagga dengan program Kita Muda Kreatif yang mampu merangkul para penyandang disabilitas dan memperlihatkan karya-karya kreatif mereka. Saya berharap agar program serta kegiatan ini mampu menghadirkan peluang kerja bagi para penyandang disabilitas dan menjadi inspirasi bagi para wirausaha lainnya untuk menciptakan kolaborasi inklusif serupa,” ungkap Puni. (RO/OL-7) 

BERITA TERKAIT