IKATAN Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Sulawesi Tengah mengecam
tindakan represif yang dilakukan anggota Polda Sulawesi Tengah. Korban, Andi Baso Hery sudah mengadukan kasus itu ke IJTI Sulteng.
Ketua IJTI Sulteng Rahman Odi menyatakan anggota polisi yang bersangkutan dinilai telah menciderai UU Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers, yang menjamin kebebasan pers.
"Kami sangat menyangkan masih ada oknum polisi yang berlagak seperti
preman. Tindakan merampas alat kerja jurnalis, apalagi sampai menghapus
karya jurnalistik adalah bentuk pelanggaran hukum nyata terhadap
UU Pers," tegasnya, Kamis (18/11), di Palu
.
Menurut Odi, sikap tersebut sangat bertolak belakang dengan
profesionalitas Kepolisian dan Pers dalam menjalin kemitraan selama ini.
"Kami tidak setuju terhadap perlakuan oknum polisi seperti itu. Padahal
sejauh ini Polda Sulteng sudah membangun komunikasi yang baik dengan
media dan para Jurnalis," tegas Odi.
Sebagai pimpinan organisasi, Odi menegaskan, IJTI Sulteng selalu
berupaya mewujudkan hubungan harmonis antara insan pers, khususnya
anggota IJTI, dengan pihak Kepolisian.
"Secara organisasi kami juga terus mengingatkan kepada teman-teman
jurnalis televisi, untuk selalu membangun komunikasi yang baik dalan
setiap peliputan, dalam waktu dan situasi apapun, agar informasi atau
pemberitaan yang kita hasilkan selalu kredibel dan berkualitas, tentunya bermanfaat untuk masyarakat luas," tandas Odi.
Penegasan IJTI Sulteng itu diungkapkan menyusul peristiwa yang terjadi pada Kamis, 18 November 2021, siang di Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah. Anggota polisi yang bersangkutan ikut serta bersama rombongan Kapolda Sulteng Irjen Rudy Sufahriadi melakukan kunjungan kerja di Banggai.
Sang anggota membentak jurnalis televisi Andi Baso Hery, yang bekerja untuk stasiun televisi nasional TVOne. Ia dipaksa untuk menghapus seluruh gambar dokumentasi yang direkamnya dalam acara yang dihadiri Kapolda Sulteng.
Pelaku membentak dan memperlakukan Andi Baso Hery secara tidak wajar di Aula Kantor Mapolres Banggai.
Kejadian itu bermula saat kunjungan Kapolda Sulteng di Mapolres Banggai untuk memberikan arahan kepada personel Polres Banggai, sesuai melakukan kunjungan program gerai vaksin di Desa Tangkian, Kecamatan Kintom.
Sebelum Kapolda memberikan arahan kepada Personel Polres Banggai, Andi
Baso Hery diketahui telah mengambil gambar dokumentasi sebagai gambar
pendukung. Setelah itu ia diminta keluar ruangan karena arahan
internal di ruang aula akan di mulai.
Tetapi saat sudah berada diluar ruangan, Andi Baso Hery disusul oleh anggota yang bersangkutan. Dengan kasar ia membentak dan menyuruh Andi untuk menghapus seluruh gambar dokumentasi yang sudah direkam dari ponselnya.
Saat rekaman gambar itu sudah terhapus, sang polisi tidak yakin jika gambar tersebut sudah terhapus. Ia dengan kasar merampas ponsel dan
membentak-bentak Andi Baso berulang-ulang.
Andi Baso Hery sempat mempertanyakan kepada polisi tersebut, apa
permasalahan dengan gambat dokumentasi itu sehingga harus dihapus.
Namun pertanyaan itu tidak digubris. Sang polisi terus membentaknya.
Andi pun mempersilakan sang polisi membakar atau menghancurkan ponselnya.
Situasi mereda setelah ajudan Kapolda, Komisaris Hangga melerai. Ia menenangkan Andi.
Atas peristiwa tersebut Andi Baso Hery mengaku merasa dirugikan.
Ia akan menempuh jalur hukum dan akan melaporkan peristiwa kekerasan yang dialaminya.
Sementara IJTI Sulteng dalam pernyataan resminya meminta Kepolisian
Daerah Sulawesi Tengah mengusut kasus itu dan memberi sanksi kepada
pelaku. Selain itu, Kapolda Sulteng juga diminta agar mengedukasi semua
personel polisi di Sulawesi Tengah agar bersikap profesional saat
berinteraksi dengan jurnalis. (N-2)