05 November 2022, 17:00 WIB

Usut Gagal Ginjal Akut, Polisi tak Boleh Berhenti pada Farmasi


Tri Subarkah |

KEPOLISIAN Republik Indonesia (Polri) diminta tidak berhenti pada perusahaan farmasi dalam penyidikan kasus gagal ginjal akut yang terjadi di Indonesia. Kementerian dan lembaga lain yang bertugas dalam pengawasan obat juga bisa dimintai pertanggungjawaban.

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Hibnu Nugroho menekankan, kasus itu tidak hanya melibatkan perusahaan farmasi saja. Menurutnya, pihak kepolisian harus mampu menganatomi perkara tersebut dengan cermat.

Baca juga: Penyakit Makula Ancam Penglihatan, Bisa Berisiko Kebutaan

"Ini bukan perusahaan-perusahaan kecil, ini perusahaan besar yang harus ada pengawasan, audit. Kita harus tahu anaotmi kasus tersebut, siapa yang harus bertanggung jawab atas kasus ini," kata Hibnu saat dihubungi Media Indonesia dari Jakarta, Sabtu (5/11).

Lebih lanjut, Hibnu mengatakan bahwa sangkaan yang paling tepat dalam perkara itu adalah kelalaian atau kealpaan yang mengakibatkan orang lain mati. Ini termaktub dalam Pasal 359 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). 

Adapun sangkaan Pasal 196 Undang-Undang Kesehatan dinilai cukup sulit untuk dibuktikan. Beleid itu menjelaskan ancaman pidana bagi setiap orang yang dengan sengaja mengedarkan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar. Dalam hal ini, Hibnu mengatakan sulit untuk mengukur kualitas kesengajaan.

"Menurut saya setingkat farmasi agak sulit kalau sengaja (melakukan hal itu). (Kalau) kelalaian, enggak, karena kealpaannya mengakibatkan kematian orang, itu yang saya kira paling tepat," tandasnya.

Sebelumnya, Direktur Tindak Pidana Tertentu (Dritipidter) Bareskrim Polri Brigjen Pipit Rismanto mengatakan pihaknya akan mendalami dugaan kelalaian yang dilakukan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) serta Kementerian Perdagangan.

"Nanti investigasi kita pasti ke sana, karena kan kita ingin tahu di mana letak kelemahan-kelemahan," terang Pipit. (OL-6)

BERITA TERKAIT