PELANGGARAN Izin Mendirikan Bangunan yang dilakukan oleh 19 cluster yang berada di kecamatan Pesanggrahan, Kota Administrasi Jakarta Selatan digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara DKI Jakarta.
Warga komplek Bintaro Permai, Jakarta Selatan, Esti Sri Dewi selaku penggugat dalam perkara nomor 245 / G /2021.PTUN.JKT berharap agar keputusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta terkait Pelanggaran GSB dan GSS dibatalkan dan dicabut.
“Penggugat berharap agar putusan PTUN Jakarta, terkait adanya pelanggaran Peraturan Zonasi dan pelanggaran Garis Sempadan Bangunan (GSB) terhadap Garis Sempadan Jalan (GSJ) dan terhadap Garis Sempadan Sungai (GSS) yang dilakukan oleh pengembang perumahan baru tersebut dibatalkan dan dicabut,” Kuasa Hukum Penggugat Patar Aritonang di Jakarta, kemarin.
Menurut Patar, selaku penggugat kliennya telah menggugat Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi (DPMPTSP) DKI Jakarta, terkait keberatan atas pembangunan perumahan cluster yang diduga melanggar Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan terindikasi pelanggaran HAM atas privasinya.
Dalam gugatan juga dijelaskan ada 19 izin yang dikeluarkan oleh DPMPTSP terhadap bangunan perumahan milik seorang berinisial TVAR tentang IMB Di Jalan Nuri RT.002 RW.003 Pesanggrahan, Pesanggrahan, Kota Jakarta Selatan yang diduga melanggar hukum.
"Jadi menurut saya hal ini bisa disebut penyelundupan hukum, karena administrasi banyak yang dibuat persyaratan pengajuan perizinan itu diduga dibuat rekayasa, dari 19 IMB yang diterbitkan, ada 8 IMB yang berkode pos di kelurahan Ulujami, sedangkan bangunan terletak di Kelurahan Pesanggrahan," ucap Patar.
Klien kami benar-benar terusik dan sangat dirugikan dengan keberadaan perumahan baru yang membangun bangunan dengan mengatasi berbagai aturan mengenai batas jarak bangunan.
Pemilik bangunan yang berdempetan sehingga tidak menyediakan ruang terbuka hijau untuk resapan air yang nantinya dapat menyebabkan daerah sekitar terkena banjir.
“Apalagi sang suami Dewi, pak Marihot sempat komplein ke pemgembang. Namun pihak pengembang mengatakan, bahwa telah memperoleh izin mendirikan bangunan-bangunan yang dikeluarkan oleh Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi DKI Jakarta," ungkapnya.
Berbagai pertimbangan yang dilakukan kliennya dengan mengajukan gugatan ke PTUN. Namun, Patar menambahkan, satu dari 19 izin yang digugat tersebut ditolak oleh PTUN dengan alasan pemulihan ekonomi dimusim pandemi Covid-19.
“Pihaknya sangat meyayangkan mengapa ini bisa ditolerir dengan alasan pandemi, pungkasnya.
Lanjut Patar jika ketentuan yang dipakai oleh majelis hakim dalam memutus, menggunakan surat edaran, pasal 51 ayat 1 huruf d Pergub DKI Jakarta nomor 3 tahun 2021 tentang peraturan pelaksanaan peraturan daerah nomor 2 tahun 2020 tentang penanggulangan covid 19 yang mengatur perizinan investasi dan penanaman modal yang dilakukan dengan bentuk penyederhanaan dan fleksibilitas perijinan melalui pelayanan terpadu satu pintu.
Selain itu objek perumahan tersebut juga Melanggar Peraturan Zonasi Yang Telah Ditetapkan Dalam Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Rencana Detail Tata Ruang Dan Peraturan Zonasi.
"Bahwa berdasarkan data Lampiran IRK (Informasi Rencana Kota) bukti lokasi perumahan dengan jelas tercantum tanda R.5 yang menerangkan bahwa dilokasi ditetapkan sebagai sub zona rumah besar. Dimana Sub zona peruntukan hunian dengan luas persil lebih besar dari 350 m2. Sedangkan rumah yang dibangun itu kurang dari 350 m2," jelas Patar.
Dihubungi terpisah, Ketua Jaringan Advokasi Publik Indonesia (JAPI) Iradat Ismail menanggapi terkait hilangnya hak warga komplek Jerman atas keberadaan ruang terbuka hijau (RTH) menjadi pembangunan cluster.
"JAPI mendesak Pemprov DKI Jakarta agar serius menangani persoalan IMB. Jangan hanya berdalih pandemik kemudian membiarkan para oknum dan mafia IMB beraksi secara masif, dan mengabaikan kepentingan publik yang lain seperti dampak lingkungan dan privasi warga lainnya," tegasnya.
JAPI menilai hal ini menjadi bukti jika buruknya pelayanan publik soal Tata Ruang DKI Jakarta yang mengedepankan kepentingan pribadi bukan kepentingan warga.
Iradat meminta Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan harus serius menyelesaikan persoalan IMB sebagai persoalan utama di Ibukota Jakarta yang saat ini masih menjadi ibukotaNegara.
"Karena Jakarta sebagai teras depan NKRI, maka wajah ibukota harus bersih dari mafia IMB agar warga bisa nyaman dari segala urusan mereka terkait pembangunan tempat tinggal mereka," tandasnya.(OL-13)