09 June 2023, 06:05 WIB

Empat Anak Terluka dalam Serangan Pisau di Pegunungan Alpen Prancis


Thalatie K Yani |

SEORANG pengungsi Suriah bersenjata pisau menusuk empat anak prasekolah dan melukai dua orang dewasa di dekat danau di Pegunungan Alpen Prancis, Kamis (8/5). Belum jelas motif dari aksi tersebut.

Pelaku, yang mengenakan pakaian hitam dan membawa pisau sepanjang sekitar 10 sentimeter (empat inci) ke taman umum di Kota Annecy. Pria tersebut lalu berteriak "dalam nama Yesus Kristus" dalam video yang diambil saksi dan dilihat AFP.

"Tidak ada motif terorisme yang jelas," kata jaksa setempat Line Bonnet-Mathis kepada wartawan di kota tepi danau itu dekat kota Jenewa, Swiss.

Baca juga: Lima Orang Arab Israel Ditembak Mati di Tempat Cuci Mobil

Bonnet Mathis mengatakan penyelidikan atas upaya pembunuhan itu sudah dilakukan. Sang pelaku, Abdalmasih H, diketahui tidak dalam pengaruh obat-obatan atau alkohol.

Perdana Menteri Elisabeth Borne mengatakan tersangka tersebut "tidak dikenal oleh layanan intelijen mana pun" dan tidak memiliki "sejarah masalah kejiwaan".

Baca juga: Kerusakan Bendungan Ukraina Berdampak Besar terhadap Lingkungan

"Kami terkejut dengan tindakan kebencian dan tak tergambarkan ini," katanya setelah segera tiba di tempat kejadian.

Permohonan suaka ditolak 

Tersangka yang berusia 30 tahun tersebut diketahui baru bercerai dari warga negara Swedia. Ia sebelumnya tinggal di Swedia selama 10 tahun, di mana dia diberikan status pengungsi pada bulan April, sumber keamanan dan mantan istrinya memberi tahu AFP.

"Dia menelepon saya sekitar empat bulan yang lalu. Dia tinggal di gereja," kata mantan istrinya dengan tidak disebutkan namanya, mengatakan bahwa dia meninggalkan Swedia, karena tidak dapat memperoleh kewarganegaraan Swedia.

Ibu pelaku, yang tinggal di Amerika Serikat (AS) selama 10 tahun, mengaku terkejut. Dia mengatakan, mantan menantunya mengatakan anak laki-lakinya sedang depresi.

"Dia mengajukan permohonan kewarganegaraan tetapi ditolak", mungkin karena dia telah bertugas di tentara Suriah, katanya, menambahkan "itu mungkin membuatnya gila".

Menteri Dalam Negeri Prancis Gerald Darmanin mengatakan kepada stasiun televisi TF1 bahwa "dengan alasan yang tidak jelas, dia juga mencari suaka di Swiss, Italia, dan Prancis".

Ternyata permohonan yang diajukan di Prancis pada akhir November ditolak, minggu lalu. Pasalnya dia sudah mendapatkan status pengungsi di Swedia. Darmanin menggambarkan penolakan permohonan itu dan penusukan sebagai "kebetulan yang mengkhawatirkan".

Saksi-saksi menggambarkan penyerang itu berlari di sekitar taman di tepi Danau Annecy dengan mengenakan bandana dan kacamata hitam, tampaknya menyerang orang secara sembarangan. Polisi bersenjata menangkapnya di tempat kejadian.

"Ia ingin menyerang semua orang. Saya menjauh dan dia melompat ke seorang pria dan perempuan tua dan menusuk pria tua," kata mantan pemain sepak bola profesional Anthony Le Tallec, yang sedang berlari di taman, kepada surat kabar lokal Dauphine Libere.

Trauma 

Keempat korban anak yang berusia antara 22 dan 36 bulan, termasuk seorang anak laki-laki Inggris, berada dalam kondisi kritis di rumah sakit. Pejabat konsuler Inggris sedang melakukan perjalanan ke wilayah tersebut untuk mendukung keluarga anak laki-laki tersebut, kata Menteri Luar Negeri Inggris James Cleverly saat berkunjung ke Paris.

Kanselir Olaf Scholz mengatakan "Jerman terkejut dengan serangan jahat dan tercela ini di Annecy yang juga melibatkan seorang anak laki-laki Jerman."

Presiden Prancis Emmanuel Macron menyebut kekerasan itu sebagai "serangan kekejaman mutlak". Perdana Menteri Britania Raya Rishi Sunak mengatakan "semua pemikiran kita bersama mereka yang terkena serangan yang tak terpahami ini, termasuk seorang anak laki-laki Inggris," dalam konferensi pers di Gedung Putih bersama Presiden AS Joe Biden.

Prancis telah mengalami serangkaian serangan traumatis dalam dekade terakhir, sebagian besar oleh ekstremis Islam. Pada 2012, seorang ekstremis Islam Franco-Aljazair bernama Mohamed Merah membunuh tujuh orang, termasuk tiga anak-anak dan seorang rabbi di sebuah sekolah Yahudi di kota selatan Toulouse.

Tahun 2020 pemenggalan seorang guru di siang hari di dekat sekolahnya di pinggiran Paris oleh seorang pengungsi Chechnya yang terpapar radikalisme. Peristiwa itu mengejutkan dan membuat duka negara, serta perdebatan nasional tentang pengaruh Islam radikal di daerah-daerah terpinggirkan.

Imigrasi 

Tindakan kekerasan itu turut memicu pemeriksaan kebijakan imigrasi dan suaka Prancis, dengan politisi sayap kanan menyoroti identitas pelaku sebagai pengungsi. "Penyelidikan akan menentukan apa yang terjadi, tetapi tampaknya pelaku memiliki profil yang sama seperti yang sering kita lihat dalam serangan-serangan ini," kata kepala partai sayap kanan Republik, Eric Ciotti, kepada wartawan di parlemen.

Macron baru-baru ini mengatakan Prancis sedang mengalami proses "pembatasaan peradaban" - judul sebuah buku yang ditulis seorang ideolog sayap kanan yang terkenal, Renaud Camus.

Komentar tersebut mengingatkan pada apa yang disampaikan Darmanin pada 2020, bahwa Prancis sedang "berubah menjadi liar". Dia sedang menghadiri pertemuan menteri dalam negeri di Luksemburg pada Kamis, di mana negara-negara Uni Eropa mencapai kesepakatan tentang revisi lama aturan blok tersebut untuk berbagi tanggung jawab dalam menampung pencari suaka dan migran secara lebih adil.

Darmanin juga sedang menyusun undang-undang imigrasi baru untuk Prancis yang ia harapkan akan mencakup langkah-langkah yang lebih ketat untuk deportasi warga asing sambil menawarkan lebih banyak jalur hukum untuk visa pekerja tidak terampil. (AFP/Z-3)

BERITA TERKAIT