PERLAWANAN rakyat Myanmar terhadap junta militer semakin meluas. Banyak warga sipil yang bergabung dengan kelompok bersenjata etnis untuk melawan tirani junta.
Perang saudara pun tidak terelakkan bagi Myanmar yang pada 2022, lebih dari 20 ribu orang tewas dari dua kubu.
“Beberapa rekan kami telah tewas dalam pertempuran tetapi menyerah sekarang bukanlah suatu pilihan,” kata Albert, seorang komandan batalion untuk Pasukan Pertahanan Kebangsaan Karenni (KNDF) anti-kudeta di Negara Bagian Kayah dan Negara Bagian Shan selatan.
Dia optimistis jika pasukan dapat memperluas kekuasaan dengan mengusir junta militer dapat menjadi batu loncatan luar biasa di 2023. Pelapor Khusus PBB untuk Hak Asasi Manusia di Myanmar Tom Andrews menemukan telah terjadi sekitar 10 ribu serangan dan bentrokan bersenjata antara militer dan lawan sejak kudeta.
Menurut dia, insiden kekerasan terjadi di 78% antara Juli dan Desember 2022. Direktur eksekutif Institut Perdamaian dan Keamanan Myanmar Min Zaw Oo menambahkan sebuah keseimbangan baru telah muncul di Myanmar lewat sejumlah pemberontakan.
"Harus ada perkembangan signifikan di kedua sisi untuk mengubah kebuntuan saat ini. Namun lanskapnya tetap sama di tahun 2022 secara keseluruhan,” ucapnya.
Baca juga: Junta Myanmar Hentikan Izin Pergi ke Luar Negeri untuk Rakyatnya
Dia menambahkan militer telah gagal mengembalikan sebagian besar wilayah ke status quo pra-kudeta. Tetapi rakyat Myanmar belum mampu menguasai wilayah strategis.
Pasukan anti-kudeta berusaha menguasai beberapa pusat kota utama seperti kota Moebye di selatan Negara Bagian Shan, dan Kawkareik dan Kyondoe di Negara Bagian Kayin. Tetapi mereka belum berhasil menguasainya karena diserang artileri jarak jauh dan kekuatan udara.
“Serangan udara berdampak besar dalam hal ini. Kami ingin menguasai kota dan daerah perkotaan tetapi tanpa pertahanan udara, itu cukup sulit. Bahkan jika kita dapat merebut suatu wilayah, sulit untuk mengontrolnya tanpa pertahanan udara,” kata Taw Nee, juru bicara Karen National Union (KNU), salah satu kelompok etnis bersenjata tertua dan paling kuat di Myanmar, yang bersekutu dengan pro- perlawanan demokrasi secara luas dikenal sebagai Pasukan Pertahanan Rakyat (PDF).(Aljazeera/OL-5)