28 October 2022, 09:55 WIB

Menlu ASEAN Dorong Perdamaian di Myanmar


Cahya Mulyana |

PARA menteri luar negeri (Menlu) negara-negara di kawasan Asia Tenggara (ASEAN) bertekad menyelesaikan krisis politik di Myanmar. Hal ini disampaikan dalam pertemuan Menlu ASEAN di Jakarta, Kamis (27/10), menjelang KTT para pemimpin ASEAN pada November.

Myanmar berada dalam kekacauan sejak kudeta militer pada Februari tahun lalu, tetapi meskipun ada ekspresi keprihatinan, upaya Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) belum membuahkan hasil.

“Namun, ASEAN tidak boleh berkecil hati, tetapi bahkan lebih bertekad untuk membantu Myanmar mewujudkan solusi damai,” kata Menteri Luar Negeri Kamboja Prak Sokhonn.

Baca juga: Indonesia Usulkan Pembahasan Konsensus ASEAN untuk Myanmar dalam KTT

Junta Myanmar menolak mengirim tokoh nonpolitik ke pertemuan itu. Lebih dari 2.300 orang tewas dalam penumpasan brutal militer Myanmar terhadap perbedaan pendapat setelah kudeta, menurut pemantau lokal.

Amerika Serikat (AS) telah mendesak tindakan keras pada pertemuan Kamis (27/10) tersebut. Diplomat AS untuk Asia Timur, Daniel Kritenbrink, mengatakan junta memimpin penghancuran total semua kemajuan yang dibuat selama dekade terakhir.

"Kami tidak akan duduk diam sementara kekerasan ini berlanjut. Kami tidak akan duduk diam sementara junta mempersiapkan pemilu palsu dan palsu yang akan mereka bicarakan tahun depan,” ujarnya.

Kritenbrink mengatakan Washington sangat menghormati ASEAN, tetapi para pejabat AS sangat kecewa karena kurangnya kemajuan untuk mengatasi krisis di Myanmar.

"Saya pikir semua negara ASEAN perlu meminta pertanggungjawaban juta Myanmar. Sampai saat ini, kami belum melihat pergerakan positif ke arah itu,” kata Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken.

Kekecewaan mendalam

Para Menlu ASEAN menegaskan kembali komitmen terhadap rencana lima poin konsensus untuk Myanmar yang pertama kali diusulkan pada April 2022. 

"Situasi di lapangan tetap kritis dan rapuh, dan ini bukan karena kurangnya komitmen dan upaya dari pihak ASEAN, tetapi karena kompleksitas dan kesulitan konflik Myanmar yang berlarut-larut selama beberapa dekade,” kata Sokhonn.

Menlu Indonesia Retno Marsudi mengatakan para menlu dari semua anggota ASEAN telah menyatakan keprihatinan tentang kegagalan untuk bergerak maju.

"Pendekatan untuk menyapu masalah di bawah karpet seharusnya tidak menjadi pilihan dalam mekanisme kerja ASEAN," ucapnya.

Sementara Menlu Singapura Vivian Balakrishnan menyatakan kekecewaan mendalam negara atas kurangnya kemajuan oleh junta dalam mengimplementasikan rencana yang disepakati.

Pemimpin Junta Min Aung Hlaing belum diundang ke pertemuan puncak para pemimpin ASEAN di Kamboja, bulan depan. Itu sudah dua tahun berturut-turut Myanmar dikucilkan di forum ASEAN usai Diplomat Myanmar, Wunna Maung Lwin dikeluarkan dari pembicaraan tingkat menteri pada Februari dan Agustus 2020.

Tetapi kelompok hak asasi mengutuk kegagalan blok itu untuk bertindak, menyebutnya upaya ASEAN tidak luar biasa.

“Alih-alih jenis bahasa plin-plan yang terkandung dalam pernyataan Ketua, ASEAN perlu bersikap tegas dengan menetapkan tolok ukur hak asasi manusia yang jelas dan terikat waktu di Myanmar,” kata Wakil Direktur Asia Human Rights Watch, Phil Robertson.

Dia mengatakan itu harus mencakup pembebasan tahanan politik, penghentian serangan terhadap warga sipil, dan langkah-langkah menuju pembubaran junta untuk memungkinkan pemerintahan demokratis sipil.

"Tolok ukur itu harus disertai dengan hukuman yang jelas jika Myanmar gagal memenuhinya," pungkasnya sambil mengkritik ASEAN karena tidak mengambil bahkan tindakan kecil untuk menunjukkan ketidaksenangan dengan junta. (CNA/OL-1)

BERITA TERKAIT