PRESIDEN Amerika Serikat (AS), Joe Biden menegaskan menolak bertemu dengan Presiden Rusia, Vladimir Putin.
Tapi Biden akan membuka pintu bertatap muka dengan Putin di sela gelaran KTT G20 di Bali, bulan depan jika rakyatnya dibebaskan dari segala tuntutan.
"Dengar, saya tidak berniat bertemu dengannya (Putin)," kata Biden.
Ia mengaku prinsipnya itu akan diubah dengan satu syarat yakni jika Putin membebaskan salah satu warganya yang ditahan Rusia.
"Tapi misalnya, jika dia datang kepada saya di G20 dan mengatakan saya ingin berbicara tentang pembebasan (bintang basket yang ditahan Rusia) Brittney Griner, saya akan bertemu dengannya. Maksud saya, itu akan tergantung," paparnya.
Baca juga: Biden Ancam Beri Sanksi untuk Arab Saudi Jika Pangkas Produksi Minyak
Terpisah, Menteri Luar Negeri (Menlu) Rusia, Sergey Lavrov, mengatakan akan mempertimbangkan pertemuan antara Putin dan Biden di KTT G20. Namun pertemuan itu akan bergantung pada kesediaan AS.
“Presiden Rusia dan Amerika Serikat dapat bertemu di sela-sela KTT G20 di Indonesia, asalkan Washington benar-benar ingin berpartisipasi. Kami tidak pernah menolak pertemuan, dan jika proposal seperti itu datang, kami akan mempertimbangkannya,” ujarnya.
Dia menekankan bahwa sejauh ini tidak ada proposal seperti itu yang dikirim oleh AS, bertentangan dengan apa yang mungkin diyakini sebagian orang.
Kesempatan bagi Biden untuk mengadakan pertemuan empat mata dengan timpalannya dari Putin dapat muncul dengan sendirinya selama KTT para pemimpin G20 mendatang di Bali, Indonesia. KTT ini dijadwalkan pada pertengahan November.
Lavrov mengatakan bahwa menarik kesimpulan tentang jadwal kedua pemimpin dari pernyataan tidak langsung itu lebih cocok untuk spekulasi analitis jurnalistik daripada politik nyata.
Dia membantah laporan bahwa posisi Moskow yang mencegah negosiasi damai. "Kami belum menerima proposal serius untuk kontak," jelasnya.
"Ada beberapa pendekatan setengah hati, yang juga tidak kami tolak. Kami menyarankan agar orang-orang, yang ingin terlibat dengan kami dalam diplomasi pintu belakang merumuskan proposal konkret,” ungkap Lavrov.
Dia juga menyatakan skeptis bahwa pembicaraan dengan AS dapat menghasilkan hasil yang substansial mengenai Ukraina, mengingat situasinya.
Dia menjelaskan bahwa AS telah lama menjadi pihak de facto dalam konflik dengan mempersenjatai militer Ukraina dan memberi mereka informasi intelijen.
Sebelumnya Pemerintah Indonesia melalui Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan, masih belum bisa memastikan kehadiran Presiden Vladimir Putin dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky pada acara puncak G20.
Namun, Menlu RI Retno Marsudi mengatakan ada harapan kedua negara yang bertikai itu hadir di Indonesia pada 15-16 November 2022.
"Kita masih terus berkomunikasi dengan mereka. Sejauh ini, respons masih sangat positif. Jadi, insyaallah, kalau pertanyaannya mengenai tingkat kehadiran, kita tidak khawatir," ujar Retno.
Menurut dia, Indonesia sebagai Presidensi G20 terus berupaya memosisikan diri sebagai pendorong terciptanya kesepakatan-kesepakatan. Khususnya, yang bisa memberi dampak positif bagi dunia.
"Kita terus lakukan upaya maksimal, bukan saja memastikan kehadiran, tapi juga memastikan G20 bisa menghasilkan hasil konkret. Itu sama pentingnya," jelas Retno.
Ia optimistis, ke depan banyak kerja sama yang tercipta antarnegara anggota G20. Sehingga, bisa membawa perubahan dunia ke arah yang lebih baik. (AFP/Russia Today/Cah/OL-09)