Armenia dan Azerbaijan saling menyalahkan atas bentrokan yang meletus di sepanjang perbatasan kedua negara pada Selasa (13/9) dini hari. Pertempuran paling mematikan antara tetangga yang saling bersaing sejak perang 2020 atas wilayah Nagorno-Karabakh yang disengketakan menewaskan 49 orang.
Menurut Kementerian Pertahanan Armenia, gesekan itu terjadi karena pasukan Azerbaijan melepaskan serangan yang melintasi perbatasan. Azerbaijan menggunakan artileri, mortir, drone dan senapan kaliber besar yang menewaskan sedikitnya 49 tentara Armenia.
Kementerian itu mengatakan serangan Azerbaijan menargetkan infrastruktur militer dan sipil di dan sekitar beberapa kota dan desa, termasuk Vardenis, Sotk, Artanish, Ishkhanasar, Goris, Jermuk dan Kapan, yang memaksanya untuk merespons.
Perdana Menteri Armenia, Nikol Pashinyan mengaitkan insiden itu merupakan buntut dari perselisihan yang telah berlangsung selama beberapa dekade mengenai status Nagorno-Karabakh. Pemerintah Azeri tidak ingin berunding mengenai daerah kantong itu, yang terletak di dalam Azerbaijan tetapi sebagian besar dihuni oleh etnis Armenia.
Tetapi Azerbaijan membantah memicu pertempuran, mengklaim pasukannya telah menanggapi provokasi skala besar oleh militer Armenia. Sebaliknya, Azerbaijan menuduh pasukan Armenia telah menembaki posisi militernya di wilayah Dashkasan, Kalbajar dan Lachin, yang mengakibatkan korban jiwa dan kerusakan infrastruktur militer.
Azerbaijan telah membangun gedung berisi persediaan senjata di sepanjang perbatasan dengan Armenia. Kementerian Pertahanan Azerbaijan mengatakan 50 personel militernya tewas dalam bentrokan dengan Armenia.
Presiden Azerbaijan, Ilham Aliyev mengatakan angkatan bersenjata negaranya berhasil mengendalikan situasi di sepanjang perbatasan. Sementara Kementerian Pertahanan Armenia, memperingatkan situasi di beberapa daerah perbatasan tetap sangat tegang.
Panggilan untuk tenang Pecahnya pertempuran telah memicu kekhawatiran perang penuh lainnya antara kedua negara yang bersaing, mendorong seruan dari berbagai kekuatan asing untuk segera mengakhiri permusuhan.
Rusia, yang merupakan perantara kekuatan utama di Kaukasus dan sekutu Armenia melalui Organisasi Perjanjian Keamanan Kolektif (CSTO) yang dipimpin Rusia, mengatakan telah menengahi perjanjian gencatan senjata pada Selasa (13/9), pukul 9 pagi waktu Moskow (06:00 GMT) dan menyerukan keduanya pihak untuk tetap pada kesepakatan.
Moskow mengawasi kesepakatan gencatan senjata sebelumnya pada November 2020 untuk mengakhiri perang Armenia dan Azerbaijan atas Nagorno-Karabakh dan mengerahkan hampir 2.000 penjaga perdamaian ke wilayah tersebut sebagai bagian dari perjanjian.
Konflik pada 2020 menewaskan lebih dari 6.500 orang dalam waktu kurang dari enam minggu dan membuat Azerbaijan berhasil memenangkan kembali petak-petak wilayah di dan sekitar Nagorno-Karabakh yang telah dikendalikan oleh pasukan etnis Armenia yang didukung oleh Yerevan sejak perang sebelumnya di daerah itu berakhir pada 1994.
Amerika Serikat, Prancis dan Uni Eropa, yang berselisih dengan Rusia atas invasi Ukraina, juga meminta Azerbaijan dan Armenia untuk menahan diri setelah bentrokan terbaru. Tetapi sekutu Azerbaijan, Turki, menegaskan kembali dukungannya untuk pemerintah di Baku.
Menteri Luar Negeri Turki, Mevlut Cavusoglu, meminta Armenia untuk menghentikan provokasinya dan fokus pada negosiasi perdamaian dan kerja sama dengan Azerbaijan. Itu diucapkannya setelah pembicaraan melalui telepon dengan Menteri Luar Negeri Azerbaijan, Jeyhun Bayramov. (Aljazeera/OL-12)