PEMIMPIN Syiah Irak Moqtada Al-sadr menyampaikan permintaan maaf karena sikapnya telah membuat kegaduhan hingga menyebabkan 30 orang tewas dan 570 lainnya terluka. Politikus senior yang memprotes kegagalan politik negaranya dengan mengundurkan diri itu membuat pendukungnya kecawa dan memicu aksi kekerasan.
"Saya meminta maaf kepada rakyat Irak, satu-satunya yang terkena dampak peristiwa itu," kata al-Sadr di markasnya, Najaf, Irak tengah.
Setelah pidatonya disiarkan langsung di televisi, para pendukungnya mulai membongkar perkemahan dan membersihkan Zona Hijau, Bagdad. Tentara juga mencabut jam malam nasional yang diberlakukan sejak kekerasan meletus pada Senin (28/8).
Pengunduran diri Al-sadr dari panggung politik didasarkan pada pemerintahan Irak yang tak kunjung terbentuk. Keputusan itu memantik pendukungnya turun ke jalan dan bentrokan dengan tentara pun tak terelakkan.
Insiden itu menyebabkan 30 orang tewas pada Senin (28/8) di pusat demonstrasi, Irak, Bagdad. Kekerasan itu mendorong Presiden Irak Barham Saleh meminta pemilu lebih cepat untuk mendapatkan konsensus nasional.
"Cara itu dapat memberikan jalan keluar dari krisis yang ini," kata Barham Saleh.
Baca juga: Korban Tewas Bertambah 20 Orang, Iran Tutup Perbatasan Darat Irak
Perdana Menteri Irak, Mustafa al-Kadhimi, mengatakan akan menanggalkan jabatannya jika krisis politik berlanjut. Al-sadr keluar dari kancah politik usai tuntutan para pendukungnya yang meminta pemerintahan baru yang mewakili seluruh kelompok tidak membuahkan hasil.
Analis International Crisis Group Irak, Lahib Higel, mengatakan Al-sadr ingin menunjukkan kepada saingannya bahwa dirinya memiliki pengaruh.
"Pernyataan Al-sadr cukup jelas menunjukkan bahwa dia tidak menginginkan eskalasi lebih lanjut," kata Higel.
Al-sadr memiliki pengikut setia dan pernah memimpin kelompok milisi dalam melawan pasukan Amerika dan Irak setelah penggulingan Saddam Hussein pada 2003. Dirinya menolak untuk bernegosiasi dengan lawan politiknya yang juga dari Syiah namun didukung Iran dalam membentuk pemerintahan baru.
Retorika nasionalis dan agenda reformasi Al-Sadr bergema kuat dengan para pendukungnya, yang sebagian besar berasal dari sektor masyarakat termiskin Irak dan secara historis tertutup dari sistem politik. (Aljazeera/OL-5)